Pilpres 2024

Tanda Tangan Perbaikan Permohonan Batas Usia Capres di MK Dipersoalkan, Ini Jawaban Kubu Pemohon

Kuasa Hukum Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi, menjawab soal dokumen perbaikan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 di MK yang tidak ditandatangani.

Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: rika irawati
KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019). Begini jawaban kuasa hukum soal dokumen perbaikan permohonan gugatan ke MK terkait batas usia minimal capres cawapres yang tidak ditangani pemohon maupun kuasa hukum. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SOLO - Kuasa Hukum Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi, menjawab soal dokumen perbaikan perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang tidak ditandatangani pemohon maupun kuasa hukum.

Arif menjelaskan, sidang soal batasan umur minimal capres cawapres itu dilaksanakan secara online, sejak pendaftaran hingga putusan.

Dokumen fisik dikirim melalui Kantor Pos sementara soft file dikirim melalui email atau online.

"Sidang pertama tanggal 5 (September), ada perbaikan. Tanggal 13 (September) kami lakulan perbaikan, lalu kami kirim baik hardfile maupun softfile."

"Di situ permasalahan muncul, kami kirim biasanya dua, berupa (file dengan format) Microsoft Word dan PDF," ucap Arif, Jumat (13/11/2023).

Baca juga: Fakta Baru Sidang MKMK, Dokumen Perbaikan Gugatan Soal Batas Usia Capres Cawapres Tak Bertandatangan

Karena belum ada konfirmasi atas pengiriman tanggal 13 September itu, lanjut Arif, pihaknya kembali mengirim dokumen ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 19 September namun belum terkonfirmasi.

"Dari pihak sana (MK) menghubungi untuk mengirimkan ke WA pusat IT MK, akhirnya masuk (tanggal 20 September)."

"Saat sidang, ditanyakan yang mulia (hakim konstitusi) 'kok ini belum?'. Saya sampaikan, sudah. Kemudian dicek lagi, ternyata sudah. Jadi, secara administrasi, sudah tidak ada masalah," kata Arif.

Setelah permohonannya dikabulkan sebagian, yakni terkait batas usia pencalonan capres dan cawapres, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Indonesia (PBHI) menilai, ada dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman cs di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Salah satu bukti yang dilampirkan dalam gugatan dugaan pelanggaran kode etik itu adalah permohonan perbaikan yang diserahkan pemohon tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon.

"Pasti (yang dimasalahkan) adalah file yang Ms Word. Karena tidak mungkin ada tandatangannya. Kenapa di Ms Word tidak bisa ditandatangani, yang bisa menjawab, yang membuat sistem. Setahu saya, berkas Ms Word tidak bisa ditandatangi, bisanya (scan) PDF," tuturnya.

Sementara, terkait penggunaan tandatangan digital, Arif menuturkan, yang diminta adalah tandatangan basah.

Baca juga: Sidang MKMK Disebut Tak Pengaruhi Putusan MK Soal Batas Usia Capres Cawapres, Begini Analisa Pemohon

Dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, yang persoalkan bukan tandatangan digital atau tidak digital.

Dia pun meminta pelapor dugaan pelanggaran etik agar berhati-hati dalam membaca berkas, terlebih berkas tersebut untuk materi pelaporan.

"Sebelum menyampaikan laporan, perlu mempelajari detail hukum acara MK. Saya menduga, pelapor belum pernah sidang."

Halaman
12
Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved