Berita Banjarnegara
Profil Imam Hambali, Penyuluh Agama Islam di Banjarnegara yang Dicintai Preman
Di lingkungan preman dan anak jalanan Kabupaten Banjarnegara, sosok Imam Hambali sudah tidak lagi asing.
TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS- Imam Hambali, Penyuluh Agama di Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara menyabet prestasi membanggakan di kancah nasional.
Ia mewakili Provinsi Jawa Tengah pada Penyuluh Agama Islam Award Nasional 2023.
Di lingkungan preman dan anak jalanan Kabupaten Banjarnegara, sosok Imam Hambali sudah tidak lagi asing.
Imam adalah penyuluh agama honorer yang bertugas di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Mandiraja.
Bagi Imam, menjadi penyuluh tak cukup hanya dengan melaksanakan pekerjaan formal di kantor.
Di luar itu, ia sibuk "bergerilya" untuk membina keagamaan masyarakat di wilayahnya.
Baca juga: Sosok Imam Hambali, Penyuluh KUA yang Bikin Para Preman Insaf di Banjarnegara
Nyatanya, banyak kalangan yang butuh kehadirannya. Mereka termasuk para preman dan anak jalanan (punk) yang jarang tersentuh penyuluhan agama.
Penampilannya yang garang, juga stigma yang melekat membuat mereka dijauhi masyarakat, termasuk pemuka agama yang harusnya punya tanggung jawab membina mereka.
Tapi Imam memang lain. Ia justru tak segan masuk ke kantong-kantong preman dan anak punk. Ia biasa berjibaku dengan panasnya jalanan serta kerasnya kehidupan terminal.
Ia tentu paham risiko berdakwah di lingkungan preman. Karenanya Imam punya pendekatan khusus agar kehadirannya bisa diterima.
"Saya pernah digoda PSK. Pernah ditawari minum (miras), bahkan pernah diancam mau dibunuh," katanya
Saat masuk ke kantong preman dan anak punk, Imam tak langsung berceramah. Ia pun tak datang dengan jubah atau surban yang biasa dikenakan pendakwah.
Ia membuka ruang komunikasi dengan obrolan santai. Tak jarang ia melempar candaan agar hubungan mencair.
Baca juga: Kisah Gadis Putus Sekolah di Pagentan Banjarnegara Tinggal Berdua dengan Kakak, Kini Dapat Kejutan
Imam tak segan membagi rokok ke mereka meski ia sendiri bukan perokok. Ia juga rela merogoh kocek untuk mentraktir mereka makan. Ini siasat agar dia mendapat simpati.
Perlahan, setelah keakraban terjalin, ia baru melancarkan misi. Imam sedikit demi sedikit memasukkan nilai-nilai agama ke otak mereka.
Para preman dan anak punk ini juga bisa menerima nasehat dengan lapang dada. Karena kedekatan itu, mereka juga mau menyampaikan uneg-uneg atau permasalahan hidupnya.
Mereka lambat laun antusias membahas agama yang selama ini jauh dari kehidupannya.
Dalam lubuk hati, mereka sebenarnya ingin kembali ke jalan yang benar dan haus akan spiritual.
"Hanya mereka butuh bimbingan. Tapi kebanyakan ustad tak mau mendekati mereka,"katanya
Baca juga: Ungkap Peradaban Mataram Kuno, Situs Liyangan Temanggung Bakal Dijadikan Cagar Budaya Nasional
Argo, tokoh yang cukup disegani di kalangan preman di Banjarnegara mengakui kelembutan dakwah Imam Hambali.
Imam disebutnya tak pernah memaksa orang untuk mengubah perilakunya secara radikal. Karenanya, Imam mudah diterima masuk ke komunitas preman.
Ia sendiri mengaku tidak suka jika ada ustad berdakwah dengan cara frontal yang justru membuat orang tak nyaman.
"Yang saya suka dari pak Imam, beliau selalu mendoakan. Kita selalu didoakan kalau beliau kumpul di sini, " katanya

Santo, pemuda penuh tato di Mandiraja kini merasa menjadi pribadi lebih baik berkat bimbingan Imam Hambali.
Ia mulai belajar menjalankan syariat Islam yang dulu sempat diabaikan. Ia menyesali masa lalunya yang kelam.
Dahulu, ia mengaku suka mabuk-mabukan hingga mengonsumsi obat-obatan terlarang.
Itu yang membuat organnya rusak hingga ia harus dilarikan ke rumah sakit.
Santo yang kini telah insyaf berusaha menjauhi minuman keras dan obat terlarang.
Ia juga berusaha keluar dari pekerjaan sebagai tukang parkir di terminal. Hanya disayangkan, ia mengakui kesulitan mendapat mata pencaharian lain karena label negatif yang tak hilang.
Kini ia mencoba berwirausaha dengan modal terbatas agar bisa menyambung hidup.
"Alhamdulillah saya jadi tukang cukur keliling," katanya
Baca juga: Ikuti Program Hapus Tato Gratis di Pati, Begini Cerita Sigit, Disebutnya Karena Jadi Tuntutan Agama
Mereka yang dicap buruk di masyarakat ternyata punya sisi positifnya juga.
Imam memandang, para preman punya rasa tawadu (merendah) yang tinggi. Mereka tak segan mengakui sebagai pendosa dan hina di hadapan Sang Pencipta.
Ini jauh lebih baik dari orang yang dari segi penampilan alim namun merasa sok suci.
Selain itu, mereka juga punya kepekaan sosial yang tinggi.
Imam sudah membuktikannya. Tahun 2014, saat pihaknya kesulitan mencari donatur untuk pembangunan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ), justru para preman yang sigap menolongnya.
Suatu ketika, saat pihaknya butuh modal untuk pembangunan, beberapa preman datang menghampirinya.
Bukan bermaksud membantu pembangunan TPQ senilai Rp 25 juta.
Dana itu ternyata hasil patungan komunitas preman. Para preman itu meyakinkan, uang yang mereka kumpulkan untuk menyumbang pendirian TPQ adalah hasil keringat mereka sendiri atau bekerja, bukan dari jalan maksiat.
Baca juga: Cilacap Berisiko Dihantam Tsunami, Pemkab Gelar Simulasi 2 Bulan Sekali
"Mereka meyakinkan, ini uang hasil kerja, bukan dari hasil minuman, " katanya
Imam menerima sumbangan itu dengan senang hati. Ia bahkan merangkul mereka untuk ikut terlibat dalam pembangunan TPQ.
Bukan hanya menyumbang dana, mereka juga bersemangat gotong royong membangun TPQ, melebur dengan warga lain.
Mereka, kata Imam, menyadari kehidupannya yang selama ini jauh dari syariat Islam. Karena itu, mereka ingin sekali bersedekah untuk pembangunan TPQ.
Dengan cara itu, mereka berharap akan mendapat pertolongan dari Allah di akhirat nanti.
"Dia bilang, saya memang tidak sembahyang. Tapi siapa tahu dengan jalan ini, saya akan dapat pertolongan di alam akhirat, " katanya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.