Berita Jateng

Ironi Ibu Hamil 7 Bulan Dipaksa Pasangannya Jadi PSK di Semarang, Perut Ditendang

Puluhan perempuan di Kota Semarang dipaksa menjadi  pekerja seks perempuan (PSP) oleh pasangannya.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: khoirul muzaki
Trbun Lampung/Dody Kurniawan
Ilustrasi pelecehan seksual. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG- Puluhan perempuan di Kota Semarang dipaksa menjadi  pekerja seks perempuan (PSP) oleh pasangannya.

Mereka dijual melalui platform chatting online. Mirisnya, meraka dipekerjakan sebagai PSP dalam kondisi sedang hamil.

"Iya, ada kasus itu, total 30 orang yang kami data di enam bulan ini. Satu di antaranya ibu hamil 29  Minggu (7 bulan) jadi PSP di kawasan  karaoke Kota Semarang," ucap Paralegal Officer Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), Nurul Safaatun, Sabtu (24/6/2023).

Korban dipaksa melayani pelanggan oleh pasangannya bila menolak melayani maka akan dihajar.  

Bahkan, kejadian terakhir perut korban yang sedang mengandung ditendang.

"Korban takut melapor hanya terdokumentasikan saja," paparnya.

Baca juga: Target Indonesia Bebas AIDS 2030 dan Realita Obat ARV yang Langka

Tak hanya itu, adapula PSP yang dipaksa melayani empat pria di hari yang sama meski kondisi tubuhnya telah lelah.

Korban telah menolak tetapi pasangannya tetap memaksa lantaran sudah ada empat orang yang telah memesan di aplikasi pesan chatting.

"Korban sudah konfirmasi capek tetapi si pacar menargetkan harus mendapatkan uang sekian sehingga harus dilayani," terangnya.

Menurut Nurul, PSP menjadi kelompok rentan kekerasan tetapi para korban tak berani melaporkan situasi kerentanan yang dihadapinya. 

Mereka tidak memiliki keberanian sehingga suaranya tidak didengarkan.

"Kami edukasi dan motivasi tapi tetap tidak berani melapor dengan beberapa pertimbangan," jelasnya.

Baca juga: 22 PSK Terjaring Razia saat Mangkal di Tepi Jalanan Kota Semarang, Langsung Dikirim ke Panti Rehab

Ada beberapa pertimbangan yang menjadi alasan para korban tak melapor.

Di antaranya ketika melapor lalu melakukan visum baik polisi maupun dokter biasanya akan menormalisasi karena dianggap bagian dari risiko pekerjaan.

"Padahal mereka tidak memiliki cita-cita menjadi PSP," katanya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved