Erupsi Gunung Merapi

Merapi Meletus, Ini Kata Pemerhati Gunung Api Unsoed Purwokerto Soal Karakteristik dan Tipe Erupsi

Erupsi Gunung Merapi yang terjadi Sabtu (11/3/2023) siang bisa dikategorikan sebagai tipe vulkanian.

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
ISTIMEWA/DOK RELAWAN
Awan panas guguran erupsi Gunung Merapi dilihat dari Deles Indah, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Sabtu 11 Maret 2023. 

Aziz mengatakan bahwa erupsi Merapi termasuk dalam kategori bersifat eksplosif dengan tingkat eksplosivitas dari lemah ke katastropik.

Karena magma yang membentuk erupsi tipe Merapi bersifat antara basa dan asam (dari andesit ke dasit).

"Erupsi Merapi ini bisa dikategorikan tipe vulkanian, terjadi karena lubang kepundan tertutup oleh sumbat lava (lava plug) atau magma yang membeku di pipa magma setelah kejadian erupsi."

"Sehingga, diperlukan suatu akumulasi tekanan yang relatif besar untuk membuka lubang kepundan atau menghancurkan sumbat lava," jelasnya.

Baca juga: Sejak Dini Hari hingga Pagi Minggu 12 Maret 2023, Gunung Merapi Keluarkan APG Enam Kali

Baca juga: Sri Sultan Hamengkubuwono X Yakin Erupsi Gunung Merapi Akan Berhenti, Ini Syaratnya

Erupsi melontarkan material hancuran dari puncak gunung api, juga material baru dari magma yang keluar.

"Salah satu ciri khas dari erupsi Merapi yaitu adanya asap erupsi yang membumbung tinggi ke atas dan kemudian, asap tersebut melebar menyerupai cendawan."

"Asap erupsi membawa abu dan pasir yang kemudian akan turun sebagai hujan abu dan pasir," ungkap Aziz.

Dia menambahkan, Gunung Merapi merupakan gunung api tipe andesitik, dapat dimasukkan dalam tipe Merapi atau tipe vulkanian lemah dengan ciri khas adanya peranan kubah lava dalam tiap-tiap erupsinya.

Aziz menjelaskan, istilah awan panas (nuee-ardente) dipakai untuk menyebut aliran suspensi dari batu, kerikil, abu, pasir, dalam suatu masa gas vulkanik panas yang keluar dari gunung api dan mengalir turun mengikuti lerengnya dengan kecepatan bisa lebih dari 100 km per jam, sejauh puluhan km.

Aliran turbulen tersebut, dari jauh, tampak seperti awan bergulung-gulung atau masyarakat menyebutnya sebagai 'wedhus gembel' yang menuruni lereng gunung api.

Namun, saat terjadi malam hari, awan panas ini terlihat membara.

"Awan panas biasanya tidak segemuruh longsoran biasa karena tingginya tekanan gas pada material menyebabkan benturan antar batu-batu atau material di dalam awan panas tidak terjadi dengan kata lain benturan teredam oleh gas," katanya.

Sementara, pada awan panas yang terjadi Sabtu kemarin, termasuk dalam awan panas guguran (pyroclastic density flow).

Gaya berat kubah lava atau bagian dari kubah lava yang runtuh menentukan laju dari awan panas.

Semakin besar volume yang runtuh akan semakin cepat laju awan panas dan semakin jauh jarak jangkaunnya (umumnya kisaran 3-7 km).

Halaman
123
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved