UMK 2023
Tolak Penetapan UMK Gunakan Permenaker 18/2022, Apindo Jateng Ajukan Judicial Review ke MA
Apindo Jawa Tengah menolak penetapan UMK 2023 menggunakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 18 Tahun 2022. Mereka pun menggugat ke MA.
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah menolak penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2023 berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI Nomor 18 Tahun 2022.
Ketua Apindo Jateng Frans Kongi mengatakan, pihaknya sudah mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
"Kami, dari Apindo, sudah menolak (Permenaker Nomor 18/2022)."
"Kemarin, kami ajukan ke Mahkamah Agung untuk dilakukan peninjauan kembali, judicial review," katanya, kemarin.
Baca juga: BREAKING NEWS: UMP 2023 Jawa Tengah Rp1.958.169,69, Naik 8,01 Persen
Baca juga: 29 Provinsi Sudah Umumkan UMP 2023, DKI Jakarta yang Tertinggi, Jateng Terendah
Frans sebelumnya menyatakan, pihaknya menyesalkan penetapan upah berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI Nomor 18 tahun 2022 itu.
Menurut dia, aturan itu melanggar UU Cipta Kerja dengan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"PP 36 (2021) sebagai turunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini diterbitkan setelah berulang kali ada rapat."
"Ini sebenarnya upah minimun saja, untuk pekerja yang belum ada satu tahun."
"Sedangkan pekerja di atas itu, ada negosiasi skala upah berdasarkan kemampuan perusahaan."
"Tapi, sekarang, kenapa tiba-tiba menteri begitu? Menurut kami, itu melanggar hukum," ungkapnya, baru-baru ini.
Seperti diketahui, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah mengumumkan kenaikan upah minimum Provinsi Jateng tahun 2023 berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.
Kenaikan diputuskan di angka 8,01 persen.
Baca juga: 13 Daerah di Jateng Yang Harus Naikkan UMK Berdasarkan Penetapan Nilai UMP 2023
Baca juga: Ganjar Dorong Pemerintah Tinjau Ulang Dasar Penetapan UMP; Ajak Dialog Buruh, Pengusaha & Akademisi
Menurut Frans, kenaikan itu tidak hanya memberatkan tetapi juga akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Hal itu, menurutnya, akan memengaruhi investor yang masuk ke Indonesia.
"Peraturan (Menteri Ketenagakerjaan) ini keluar tiba-tiba tanggal 16 November. Padahal, 15 November, Dewan Pengupahan Jateng sudah rapat dengan menerapkan PP 36 2021 mengenai pengupahan."
"Ini menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Ini tidak baik untuk investasi dan merugikan investasi. Kami, Apindo seluruh Indonesia, menolak itu."
"Kami pikir akan menerapkan PP 36. Nanti kalau MA putuskan Permenaker 18 berlaku, sisanya kami bayar," ujarnya lagi. (*)
Baca juga: Makin Mudah! Tiket Bus Trans Jateng Kini Bisa Dibeli di Aplikasi Si Anteng, Bisa Bayar Nontunai
Baca juga: Warga Polodoro Batang Tutup Paksa Galian C Ilegal, Khawatir Terjadi Longsor
Baca juga: Banjir Bandang Tambakromo Pati Bikin Warga Trauma: Dinding Jebol, Perabot Hanyut, Ternak Hilang
Baca juga: Kematian Ibu dan Bayi di Purbalingga Capai 118 Kasus, Terbanyak Pada Ibu Terjadi akibat Eklamsia