Berita Jateng

Buruh Demo di Depan Kantor Gubernur Jateng di Semarang, Ini Tujuh Tuntutan yang Disuarakan

KSPI bersama Partai Buruh dan jaringan elemen buruh Jateng menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, Rabu (15/6/2022).

Penulis: hermawan Endra | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/HERMAWAN ENDRA
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia bersama Partai Buruh serta jaringan elemen buruh Jawa Tengah menggelar aksi unjuk rasa di kantor Gubernur Jawa Tengah di Jalan Pahlawan Kota Semarang, Rabu (15/6/2022). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia bersama Partai Buruh serta jaringan elemen buruh Jawa Tengah, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, Rabu (15/6/2022).

Ketua Exco Partai Buruh Jawa Tengah Aulia Hakim mengatakan, unjuk rasa digelar lantaran buruh melihat pemerintah dan DPR RI bersekongkol mengkhianati rakyat.

Sebab, dalam rapat Paripurna di gedung DPR Senayan, Selasa (24/5/2022), Revisi Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan (UU PPP) resmi disahkan.

Padahal, undang-undang tersebut lahir berdasarkan Undang-undang Cipta Kerja. Sementara, UU Cipta Kerja sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Alih alih merevisi UU Cipta Kerja, mereka malah merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai jalan pintas untuk melegitimasi UU tersebut."

"Hal yang sangat tidak patut untuk dilakukan oleh pejabat pemerintahan dan wakil rakyat. Ibarat kata, yang sakit kepalanya akan tetapi yang diobati adalah panu," kata Aulia yang juga menjabat Sekretaris Perda KSPI Jawa Tengah, di sela aksi.

Baca juga: Ucapkan Selamat Hari Buruh, Presiden Jokowi: Berkat Kerja Keras Buruh, Perekonomian Indonesia Tumbuh

Baca juga: Hari Buruh, Ganjar Bagi Sembako untuk Para Buruh di Semarang: Sudah Terima THR Belum?

Baca juga: Disnaker dan DPRD Kota Semarang Rapat Soal PP 35 Tahun 2021, Buruh Demo Minta Acara Dibubarkan

Menurutnya, sudah jelas, dalam amar putusan MK tidak ada satupun butir menyebutkan untuk merevisi UU PPP dan MK sudah menyatakan pembuatan Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak menggunakan asas keterbukaan dan tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal.

"Dengan alasan klasik, revisi UU PPP tersebut dilakukan untuk merespon kebutuhan masyarakat secara nasional, akan tetapi, masyarakat yang mana?"

"Sedangkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sendiri sudah 18 tahun terkatung-katung tak kunjung disahkan namun Omnibus Law UU Cipta Kerja secepat itu disahkan apalagi dengan Revisi UU PPP yang konon dalam kurun waktu beberapa jam saja," imbuhnya.

Pihakknya juga menolak Indonesia terlibat proses liberalisasi pertanian yang saat ini masih dibahas di WTO.

Alasannya, liberalisasi pertanian akan mempermudah impor dan ekspor namun tidak menguntungkan petani.

"Di sini, sudah jelas bahwa kaum buruh, kaum yang termarjinalkan secara sistem, menjadi bulan-bulanan para pengusaha hitam dan oligarki yang saat ini menguasai pemerintahan dan anggota dewan di Senayan," imbuhnya.

Ia menilai, pemerintah tidak henti-hentinya membuat kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat namun mengatasnamakan rakyat.

Secara keseluruhan, ada tujuh tuntutan yang disampaikan dalam aksi demo tersebut.

Yakni, menolak Revisi UU P3 (Pembentukan Peraturan Perundang Undangan), menolak omnibus law UU Cipta Kerja.

Halaman
12
Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved