Berita Banjarnegara
Masyarakat Dieng Rentan Keracunan Gas, Ini Saran Ahli Geokimia dari Unsoed agar Tetap Aman
Yakni berupa kekhawatiran akan kecelakaan serupa bakal terjadi di masa datang yang dapat menjangkau masyarakat setempat.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: mamdukh adi priyanto
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Insiden kecelakaan kerja kebocoran gas di sumur PLTP Dieng yang menewaskan seorang pekerja, beberapa waktu lalu menjadi pelajaran berharga bagi upaya mitigasi ke depan.
Ahli Geokimia dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Banyumas, Sachrul Iswahyudi mengatakan, lapangan panas bumi yang berlokasi tidak hanya di Dieng, banyak mengandung gas-gas yang bersifat racun.
Terutama, jika melebihi ambang batas yang bisa ditoleransi tubuh manusia.
Semisal gas CO CO2, H2S, SO2 dan sebagainya.
Baca juga: Gebyar UMKM Banjarnegara, Ada Pameran UMKM hingga Kesenian di Komplek Pendopo Banjarnegara
Konsentrasi gas-gas beracun yang tinggi ini mengingatkan peristiwa kelam Tragedi Sinila pada 1979.
Bencana itu merenggut 149 korban jiwa akibat terpapar gas beracun melebihi ambang batas.
"Saat tekanan menurun (misalnya saat instalasi sumur panas bumi terbuka), maka gas-gas akan ikut naik ke atas mencapai permukaan, " kata Sachrul, Sabtu (28/3/2022).
Baca juga: Jelang Ramadan, Makam Djoko Kahiman dan Mbah Lambak di Dawuhan Banyumas Dipadati Peziarah
Kecelakaan ini tidak hanya menimbulkan kerugian material, tapi bisa juga immaterial.
Yakni berupa kekhawatiran akan kecelakaan serupa bakal terjadi di masa datang yang dapat menjangkau masyarakat setempat.
Pihak Geodipa telah mengklarifikasi bahwa kecelakaan tersebut terkendali dan tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut.
Aparat keamanan juga masih terus melakukan investigasi lanjutan mengenai kecelakaan ini.
Baca juga: Minyak Goreng Masih Langka, Polresta Banyumas Terjunkan Tim Pantau Harga di Pasar Tradisional
Namun demikian, Sachrul Iswahyudi menjelaskan, keluaran gas-gas beracun tidak saja terjadi pada sumur-sumur panas bumi, tapi juga di kawah-kawah yang banyak terdapat di Dieng.
"Karenanya, berkaca pada kejadian kecelakaan tersebut, perlu upaya mitigasi terus-menerus, lebih masif dan lebih luas di lokasi Dieng," ujarnya.
Baca juga: Jangan Kecele! Pantai Indah Kemangi Kendal Bakal Tutup Selama Ramadan
Ini bertujuan untuk mengurangi kerugian atau risiko atas kemungkinan bencana alam yang akan timbul di masa datang.
Langkah ini mutlak diperlukan mengingat kondisi lokasi Dieng yang sangat dinamis, padat penduduk, sentra produksi pertanian kentang, dan destinasi wisata yang ramai pengunjung.
Upaya mitigasi yang akan dilakukan tergantung kondisi lokal setempat yang ada.
"Setiap lapangan panas bumi memiliki karakter atau keunikan tersendiri yang berbeda dengan karakter lapangan panas bumi lain," jelasnya.
Baca juga: Preman Stasiun Poncol Semarang Viral di Tiktok, Arogan Turunkan Penumpang Taksi Online
Keunikan tersebut, kata dia, bukan saja dari sisi teknis, tapi juga dari sisi sosial budaya masyarakat setempat.
Karenanya, upaya mitigasi yang dilakukan pada lokasi panas bumi satu dengan yang lain bisa sama atau berbeda.
Beberapa upaya mitigasi bencana di lokasi Dieng mungkin sudah dilakukan pemda setempat.
Misalnya dengan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat berupa papan pengumuman, penentuan jalur dan tempat evakuasi yang aman, membatasi jarak aktivitas masyarakat dari sumber keluaran gas berupa sumur pemboran atau keluaran gas.
Baca juga: Cegah Kerumunan, Panitia Pilkades Serentak di Cilacap Atur Jadwal Pemilih di TPS 100 Orang Per Jam
Upaya itu juga mungkin sudah dilakukan perusahaan (Geodipa) untuk meminimalisasi risiko bencana di lokasi-lokasi sumur panas bumi.
Keberadaan Pos Pengamatan Gunung Api Dieng juga merupakan upaya mitigasi lain yang lebih umum yang ada di lokasi, dengan keberadaan sensor-sensor gas, seismometer atau detektor lainnya.
"Tetapi upaya itu masih perlu ditingkatkan.
"Pengaturan waktu aktivitas masyarakat, terutama di daerah-daerah keluaran gas, perlu juga dilakukan," tegasnya.
Baca juga: Kenapa Dinamakan Gili Tugel Tegal? Ini Penjelasa Asal Usulnya
Pertimbangannya, gas-gas pada pagi hari konsentrasinya akan lebih tinggi di banding siang hari.
"Karena adanya sinar matahari dan angin pada siang hari akan mendistribusi gas-gas lebih jauh sehingga konsentrasi gas-gas lebih rendah," imbuhnya.(*)