Berita Teknologi
Aplikasi Pendeteksi Stress Karya Mahasiswa Undip Semarang Diluncurkan 2022, Sudah Dipesan Halodoc
Alat pendeteksi stres via suara penting diperkenalkan ke masyarakat luas lantaran kesehatan mental masih dianggap tabu di Indonesia.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Kondisi kesehatan mental saat pandemi Covid-19 memantik kreativitas sekelompok mahasiswa Undip Semarang.
Kelompok mahasiswa Undip Semarang tersebut terdiri dari Sukma Darmawan (Ketua tim, jurusan Informatika), Zulfida Rahma Cahyani (Keperawatan), Aji Darmawan (Ilmu Ekonomi), Nur Suci Nilamsari (Keperawatan), dan Albi Boykhair (Ilmu Ekonomi).
Mereka berkolaborasi lintas jurusan untuk membuat aplikasi pendeteksi stres melalui suara.
Alat itu diciptakan berangkat dari keresahan mereka melihat teman-teman sesama mahasiswa tertekan mentalnya selama pandemi.
Baca juga: Protes Tak Dapat Lapak di Pasar Johar, Pedagang Kirim Karangan Bunga ke Disdag Kota Semarang
Baca juga: Gua Kreo Semarang Dipastikan Buka Selama Libur Nataru, Pengunjung Wajib Pindai PeduliLindungi
Baca juga: Disbudpar Kota Semarang Izinkan Tempat Wisata Buka saat Libur Nataru, Tak Boleh Ada Atraksi
Baca juga: Diskusi Kongres Bahasa Jawa di Bandungan Semarang, Sucipto Sebut Bahasa Jawa Butuh Anjing Penjaga
Hal itu akibat perubahan sosial yang terjadi mulai dari sistem pembelajaran dari tatap muka ke online sampai pembatasan interaksi sosial.
Perwakilan kelompok, Zulfida Rahma Cahyani mengatakan, ide awal membuat aplikasi ini dari kesadaran bahwa kondisi mahasiswa yang tak baik-baik saja selama pandemi Covid -19.
Mereka harus mengikuti banyak kuliah online, sekaligus banyak penyesuaian diri sehingga mengakibatkan kesehatan jiwa kurang baik.
"Kami berkolaborasi lintas jurusan untuk mengulik lagi kesehatan jiwa apa yang menganggu mahasiswa."
"Ternyata bisa juga terkait tingkat stres kondisional yang bisa terjadi saat pandemi seperti sekarang ini," paparnya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (4/12/2021).
Dari kesadaran itu, ia dan beberapa kawannya mencoba mencari solusi alat pendeteksi stres tersebut.
Lantaran bidang studi yang diambilnya adalah keperawatan, awalnya hanya ingin mendeteksi tingkat stres mahasiswa hanya lewat kuisioner berbasis aplikasi.
Namun selepas berdiskusi dengan mahasiswa Teknik Informatika ternyata alat deteksi stres via suara dapat dikembangkan.
"Kami juga berdiskusi dengan dosen lalu bersama-sama mengembangkan aplikasi ini," ucapnya.
Dia mengatakan, alat pendeteksi stres via suara penting diperkenalkan ke masyarakat luas lantaran kesehatan mental masih dianggap tabu di Indonesia.
Sehingga, hadirnya alat ini diharapkan mampu dapat digunakan di tengah masyarakat.
Mereka juga dapat lebih memperhatikan kesehatan mentalnya secara mandiri untuk mengetahui kesehatan mental sekaligus dapat melakukan penanganan lebih dini.
"Semisal masyarakat malu untuk memeriksakan diri ke psikolog mereka dapat terlebih dahulu menggunakan alat tersebut," katanya.
Sementara itu, anggota kelompok, Aji Darmawan menjelaskan, aplikasi pendeteksi stres via suara berbahasa Indonesia berbasis machine learning dirancang dengan data suara orang berbahasa Indonesia.
Diakuinya, aplikasi ini sudah ada di luar negeri, namun belum ada yang berbahasa Indonesia sehingga artikulasi dan beragam hal lainnya belum dapat diterapkan ke Indonesia.
"Kami kembangkan alat ini secara bersama-sama agar dapat digunakan di Indonesia," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (4/12/2021).

Baca juga: Bupati Pati Tak Mau Lagi Bernegoisasi, Kompleks Lokalisasi Lorok Indah Tetap Ditutup dan Dibongkar
Baca juga: PBB-P2 Kabupaten Pati Sudah Melebihi Target Tahun Ini, Kecamatan Winong Paling Cepat Lunas
Dipasarkan Mulai Awal 2022
Pengembangan aplikasi ini sudah melewati tahap validasi dan uji kelayakan sehingga tinggal selangkah lagi untuk dipasarkan.
Hasil validasi telah selesai, aplikasi tersebut dapat dioperasikan dengan tingkat akurasi 77 persen.
Aplikasi itu masih sebatas prototipe, rencana pada akhir tahun atau paling lambat awal 2022 aplikasi tersebut sudah mulai bisa dipasarkan.
"Kami menargetkan maksimal awal 2022 aplikasi sudah dapat diterapkan dan mulai dipasarkan," bebernya.
Cara kerja aplikasi ini dimulai dengan merekam suara terlebih dahulu melalui gawai dan alat sejenisnya.
Rekaman suara itu dapat dilihat data frekuensi suara yang nantinya akan ditangkap sekaligus diterjemahkan oleh machine learning sehingga dapat dilihat kondisi tekanan mental seseorang.
"Selepas diketahui tingkat stres pengguna mereka dapat menindaklanjutinya dengan berkonsultasi dengan psikiater, psikolog atau ahli kesehatan jiwa yang nantinya kami kolaborasikan dalam aplikasi tersebut," imbuh Aji.
Ia menyebut, aplikasi tersebut melibatkan 60 sampel.
Seluruh sampel masih berasal dari kalangan para mahasiswa Undip Semarang.
Meski data masih terhitung kecil, ia menyakinkan alat itu tetap efektif sebab telah ditambahkan tingkat akurasi di model machine learning untuk mengatasi eror.
"Walaupun masih ada celah lantaran tingkat akurasi masih 77 persen, tetapi ke depannya akan ditambah data dan sampel di masyarakat luas agar meningkatkan akurasi," tegasnya.
Selain itu, aplikasi berbasis kesehatan mental ini masih dalam tahap pendeteksian yang mana saran yang diberikan oleh aplikasi berupa narasi tulisan.
Nantinya aplikasi diharapkan tak hanya sebatas pendeteksi, melainkan mampu melakukan layanan terapi agar mengurangi stres para pengguna.
"Jadi aplikasi nanti tidak hanya deteksi, tetapi terhubung oleh para psikolog profesional," katanya.
Dalam pengembangan aplikasi tersebut, pihaknya sudah bekerja sama dengan Halodoc.
Pihak Halodoc membutuhkan aplikasi tersebut sehingga menyambut baik karya para mahasiswa Undip Semarang.
"Sudah ada komunikasi bersama Halodoc."
"Nanti kami serahkan ke sana untuk dievaluasi sesuai kebutuhan pihak sana," ucapnya.
Menurut Aji, aplikasi tersebut diharapkan mampu mengukur tingkat stres seseorang menjadi lebih efisien.
Selepas diketahui tingkat stres, pengguna dapat segera menindaklanjutinya sekaligus mampu menemukan solusi penangan stres secara lebih dini.
"Dari aplikasi ini kami berharap mampu meningkatkan taraf hidup kesehatan mental di masyarakat terutama di kondisi pandemi."
"Sekaligus menjadi sarana pengembangan penelitian dan produk intelektual," terangnya.
Karya mahasiswa Undip menciptakan inovasi aplikasi pendeteksi stres via sesuai dengan semangat Kemendikbudristek yang mendorong kampus menghasilkan produk Merah Putih.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kemendikbudristek, Nizam mendorong kampus untuk menghasilkan produk-produk Merah Putih atau produk asli bikinan anak bangsa.
Untuk mendukung hal itu, pihaknya mengembangkan sains dan teknopark di perguruan tinggi dengan cara menciptakan kolaborasi antara kampus dengan industri.
Baginya riset dan pengembangan di kampus harus sesuai permintaan industri.
"Tanpa itu hanya menghasilkan prototipe untuk pameran bukan digunakan sebagai industri," terangnya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (4/12/2021).
Baca juga: Hasil Liga 1 2021 - Imran Nahumarury Minta Maaf, PSIS Semarang Dikalahkan PSS Sleman, Skor 1-2
Baca juga: Jadi Kekalahan Pertama Selama Dilatih Imran Nahumarury, PSIS Semarang Akui Kekuatan PSS Sleman
Dia menuturkan, untuk mendorong industri berinvestasi di riset dan pengembangan ke perguruan tinggi, pihaknya menyiapkan Kedaireka sebuah platform daring marketplace.
Dimana itu menjadi wadah untuk mempertemukan antara industri dan perguruan tinggi.
Kerja Sama Dunia Usaha dan Kreasi Reka (Kedaireka) sudah ada 23 ribu pengguna.
Satu tahun ini, menyiapkan anggaran Rp 250 miliar yang habis hanya tiga bulan.
Industri sangat tertarik dengan program tersebut, terbukti proposal yang masuk sebanyak 1.200 proposal senilai lebih dari Rp 1 triliun.
Namun hanya 400 proposal yang disetujui.
"Kami paroan dengan industri untuk riset pengembangan di kampus."
"Semua itu demi kemajuan industri, ekonomi sosial dan budaya," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, ia mengajak semua pihak untuk bangga terhadap karya anak bangsa karena mulai dari itulah awal dari membangun kedaulatan ekonomi, teknologi, dan inovasi.
Baginya Inovasi adalah elemen penting agar bangsa Indonesia bisa berdaulat di negeri sendiri.
Hal ini selaras dengan program dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Menurut Nizam, Kampus Merdeka digagas untuk menjawab tantangan industri revolusi industri 4.0 yang lebih kompleks.
Perguruan tinggi dituntut untuk menghasilkan lulusan yang kreatif, inovatif dan adaptif.
"Jangan sampai ada rantai terputus antara yang dilakukan perguruan tinggi dengan dunia industri yang saat ini sedang berubah dengan pesat sekali," ungkapnya.
Sementara itu, Psikolog Semarang, Probowatie Tjondronegoro pun menyambut karya mahasiswa Undip dalam menciptakan aplikasi pendeteksi stres melalui suara itu.
Sebab, mahasiswa mampu peka terhadap situasi, lalu diaplikasikan melalui karya sesuai bidang yang diminatinya.
"Saya salut para mahasiswa lintas disiplin ilmu mampu kerja bareng,inovasi bareng dengan menciptakan alat inovasi berupa pendeteksi stres via suara," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Sabtu (4/12/2021).
Meksi demikian, dia memberi masukan agar validasi alat terus ditingkatkan melebihi angka validasi sekarang yang masih di angka 77 persen.
Alat tersebut diharapkan bukan sekadar pendeteksi stres, tapi harus mengupayakan tingkat stres pengguna dapat hilang.
"Psikologi Undip Semarang atau ahli lain harus ikut terjun bareng-bareng ikut menggali alat ini agar berguna di masyarakat," tandasnya. (*)
Baca juga: Dua Siswa SLBN Kota Tegal Juara Nasional Ajang Kreasi ABK, Namanya Ardi dan Rizki
Baca juga: Apa Kabar Kasus Dugaan Korupsi Dana CSR PDAM Kota Tegal? Kejaksaan: Masih Terus Berjalan
Baca juga: Gerebek Rumah Produksi Miras di Kaliwungu Kudus, Polisi Temukan 108 Botol Arak Siap Edar
Baca juga: Tahun Depan Pemkab Kudus Hadirkan Omah UMKM, Ini Maksud Tujuan Bupati Hartopo