Berita Semarang Hari Ini
Warga Pesisir Semarang Sebut Wilayahnya Lima Tahun Lagi Bisa Tenggelam, Ini Hasil Analisisnya
Warga banyak kehilangan banyak hal akibat abrasi di pesisir seperti tambak, rumah, tempat pemakaman umum, tempat pelelangan ikan (TPI), dan lainnya.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Nelayan Tambakrejo Semarang, Dhani Rujito menilai wilayah pesisir kampungnya dapat tenggelam lima tahun mendatang.
Analisis tersebut bukan isapan jempol belaka.
Hal itu lantaran ketika air pasang rumahnya yang berada di Blok D hanya berjarak 10 meter dari air pasang.
Baca juga: 41 Rumah di Mangkang Kulon Kota Semarang Kebanjiran akibat Tanggul Sungai Plumbon Jebol
Baca juga: Suami Istri asal Demak Curi Rumah Kosong di Kota Semarang, Kendarai Mobil agar Dikira Pindahan Rumah
Baca juga: Tujuh Pohon Tumbang di Kota Semarang, Bersamaan Hujan Deras Disertai Angin Kencang
Baca juga: Sempat Ditangani di RSUD Brebes, Bocah Telan Koin Sudah Dirujuk ke RSUP dr Kariadi Semarang
Bahkan di Blok A ketika air pasang terjadi, air sudah masuk ke jalan.
Padahal ketika kondisi normal jarak rumahnya dengan pesisir mencapai 1 kilometer.
"Iya sekarang sudah sangat parah kondisi pesisir kampung nelayan."
"Total di sini ada 97 KK," terangnya kepada Tribunbanyumas.com, Jumat (5/11/2021).
Ia mengungkapkan, lima tahun terakhir kondisi pesisir di wilayah Tambakrejo juga kian parah digempur abrasi.
Warga banyak kehilangan banyak hal akibat abrasi di pesisir seperti tambak, rumah, tempat pemakaman umum, tempat pelelangan ikan (TPI), dan lainnya.
Warga tak bisa berbuat banyak, mereka hanya bisa dilakukan hanya sebisanya, dengan menanam mangrove.
"Maka kami ingin pemerintah memperhatikan kami."
"Jangan soal pembangunan di pesisir, tetapi kehidupan kami sebagai masyarakat pesisir," pintanya.
Tak heran, Dhani sangat mendukung saat beberapa aktivis lingkungan melakukan serangkaian kegiatan di Tambakrejo seperti menenggelamkan patung pejabat pemerintah, pada Jumat (5/11/2021).
Ia mengatakan, hal itu sebagai sebagai pengingat kepada pemerintah terhadap kondisi pesisir Kota Semarang yang kian parah.
"Khususnya di wilayah kampung pesisir Tambakrejo," ungkapnya.
Sementara Direktur Eksekutif Walhi Jateng, Fahmi Bastian menjelaskan, kampanye-kampanye kreatif dilakukan untuk memperlihatkan bahwa krisis iklim telah merenggut ruang hidup masyarakat dan menyebabkan krisis sosial-ekologis.
Aksi penenggelaman patung-patung pejabat pemerintah di wilayah pesisir ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa pemerintah punya andil yang besar dalam menekan laju krisis iklim.
Pemerintah harus punya ambisi dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dengan berhenti memproduksi energi kotor, membuka kawasan pertambangan yang merenggut ruang-ruang hidup masyarakat.
"Kemudian membuka perkebunan sawit skala besar dengan menghilangkan wilayah-wilayah hutan dan berhenti berambisi untuk membangun industri dengan menghapus ruang hidup masyarakat dan mempertaruhkan kondisi lingkungan hidup," jelasnya.
Adapun Walhi mendorong beberapa isu yang penting untuk dibahas dalam COP26 yakni penolakan terhadap praktik perdagangan karbon berbasis mekanisme pasar.
Pembahasan loss and damage akibat krisis iklim.
Percepatan phasing out PLTU Batu bara sebelum 2030 dan penghentian solusi iklim palsu.
Penyelamatan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dari dampak krisis iklim.
"Pendekatan negosiasi berbasis hak bagi masyarakat adat, kelompok muda, perempuan, dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," tandasnya. (*)
Baca juga: Januari-Oktober 2021 Terjadi 19 Kecelakaan di Perlintasan Kereta, Ini Sikap PT KAI Daop 5 Purwokerto
Baca juga: Dijuluki Ratu Ular, Nenek Asal Purwokerto Banyumas Kerap Bantu Warga Tangkap dan Koleksi 75 Ular
Baca juga: Wabup Purbalingga Ingatkan Kontraktor Pembangunan Puskesmas Rembang, Proyek Terlambat dari Target
Baca juga: Rumah di Babakan Purbalingga Terbakar Dini Hari, Diduga Sengaja Dibakar Pemilik