Berita Jawa Tengah
Jejak Alih Fungsi Lahan Masih Ada - Inilah Hasil Menelusuri Hutan Lindung Gunung Prau Wonosobo
Dieng adalah wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu yang meliputi Kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, hingga Cilacap.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: deni setiawan
KPH Kedu Utara sendiri memangku 2535 hektare hutan di dataran tinggi Dieng.
Sebanyak 2047 hektare di antaranya adalah hutan lindung.
Selainnya adalah hutan produksi.
Hutan lindung di Dieng yang masuk KPH Kedu Utara mencakup wilayah antara lain Gunung Prau, Gunung Bismo, Gunung Pakuwojo, dan Gunung Krajan.
Terpisah, Asper Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Wonosobo, Joko Supriyanto mengatakan, secara umum tidak ada aktivitas pertanian di dalam hutan lindung.
"Secara umum kondisi hutan di Dieng sudah tidak ada aktivitas pertanian," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (28/10/2021).
Tetapi pihaknya mengakui, di waktu yang lalu, ada kegiatan pengolahan lahan di hutan secara ilegal untuk ditanami tanaman semusim semisal kentang.
Dia mencontohkan, di Bukit Sikunir, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.
Sebelum dibuka untuk wisata, warga nekat menanam kentang di lahan Perhutani.
Tetapi setelah dibuka wisata di hutan itu, aktivitas pertanian di hutan mereda hingga kini tidak ada lagi.
Warga beralih menjadi pelaku industri pariwisata seiring ramainya kunjungan wisatawan ke Bukit Sikunir.
Ada setidaknya 17 destinasi wisata yang dibuka di kawasan Perhutani, rata-rata merupakan wisata pendakian di Gunung Bismo, Gunung Pakuwojo, Gunung Prau, dan Bukit Sikunir.
Ia mengklaim, pembukaan destinasi wisata di kawasan Perhutani mampu menekan aksi pembalakan liar atau pembukaan lahan secara ilegal oleh masyarakat.
Selain membuka lapangan kerja bagi warga, maraknya kegiatan pendakian membuat warga segan untuk beraktivitas yang melanggar di hutan.
"Salah satu upaya agar warga tidak menanam kentang di Perhutani adalah dengan kerja sama wisata," katanya.
Selain kerja sama wisata, pihaknya membuka kesempatan bagi masyarakat untuk Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan (PLDT).
Warga diizinkan menanam tanaman bukan semusim di bawah tegakan tanpa menganggu ekosistem hutan.
Beberapa tanaman yang boleh ditanam di bawah tegakan seperti terong Belanda dan kopi.
Pihaknya sudah menjalin kerja sama dengan masyarakat untuk penanaman terong Belanda di lahan 10 hektare dan kopi seluas 8,5 hektare di Dataran Tinggi Dieng.
Di luar itu, ia memastikan tidak ada penanaman di lahan Perhutani.
Meski pihaknya mengakui, ada petani yang sempat mencuri-curi untuk menanam tanaman semusim di kawasan hutan.
Jika menjumpai kasus semacam itu, pihaknya memilih melakukan pendekatan persuasif ke petani untuk menutup kembali lahan mereka, atau diberi kesempatan sekali panen lalu menghentikannya.
Ia mengakui, pihaknya punya keterbatasan jumlah pegawai di lapangan.
Untuk memangku hutan seluas 2535 hektare di Dataran Tinggi Dieng, pihaknya hanya mengandalkan 1 mantri dan 2 mandor di lapangan.
Wilayah kerja yang begitu luas membuat jangkauan mereka terbatas.
Karenanya, untuk mengawasi hutan seluas itu, pihaknya membangun kemitraan dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) atau pemerintah desa pinggir hutan.
"Merekalah yang ikut mengawasi dan menjaga hutan," katanya.
Data dari Global Forest Watch (GRW), secara umum, dari 2012 sampai 2020, Wonosobo telah kehilangan 4 hektare hutan primer primer basah.
Serta menyumbang 0,60 persen dari total kehilangan tutupan pohon di periode yang sama.
Area total hutan primer basah di Wonosobo berkurang 0,34 persen dalam periode waktu itu. (*)
Baca juga: Selamat Kepada Warga Desa Cikakak Kabupaten Banyumas, Jadi Desa Wisata Terbaik Jateng
Baca juga: Tanggul Sungai Angin Jebol, Wilayah Sumpiuh Banyumas Banjir. Warga Masih Bertahan di Rumah
Baca juga: Kartu Prakerja Purbalingga Mulai Tunjukkan Hasil, 132 Peserta Jadi Wirausaha dan Pekerja Pabrik
Baca juga: Hafal Teks Sumpah Pemuda, Dua Pemotor Dapat Helm Gratis dari Satlantas Polres Purbalingga