Ekonomi Bisnis
Di Kabupaten Semarang, 30 Persen Pengusaha Angkutan Umum Gulung Tikar, Ini Penyebabnya
Ketua Organda Kabupaten Semarang, Hadi Mustofa mengatakan, akibat pandemi pengusaha angkutan menjadi kelompok paling miskin.
Penulis: M Nafiul Haris | Editor: deni setiawan
TRIBUNBANYUMAS.COM, UNGARAN - Terdampak pandemi virus corona (Covid-19) ditambah adanya penerapan PPKM Level 4, membuat pengusaha angkutan di Kabupaten Semarang banyak yang gulung tikar.
Ketua Organda Kabupaten Semarang, Hadi Mustofa mengatakan, akibat pandemi pengusaha angkutan menjadi kelompok paling miskin.
"Saya punya angkot dahulu setoran Rp 120 ribu, sekarang menjadi Rp 30 ribu dalam seminggu."
"Dari 50 kendaraan, yang beroperasi hanya 10 sampai 15 armada saja," terangnya kepada Tribunbanyumas.com, Senin (16/8/2021).
Baca juga: Khusus Besok Selasa 17 Agustus 2021, Naik BRT Trans Semarang Cuma Bayar Rp 76, Begini Caranya
Baca juga: Penjualan Ponsel di Plaza Simpanglima Semarang Masih Lesu, Pengaruh Syarat Pengunjung Wajib Vaksin
Baca juga: Ayah di Semarang Ini Tega Aniaya Anak hingga Tewas, Berawal Kesal sama Istri hingga Soal Telur Asin
Baca juga: Ganjar Ajukan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang Jadi Pelabuhan Hortikultura
Menurut Hadi, rata-rata pemilik angkutan seluruhnya terdampak, baik pariwisata maupun lainnya.
Untuk saat ini yang bertahan hanya sekira 70 persen anggota Organda dari jalur trayek, baik dalam kota maupun antar daerah Ambarawa-Ungaran.
Ia menambahkan, dari total 1.000 angkutan penumpang yang biasanya beroperasi sekira
30 persen di antaranya sudah berhenti.
Entah itu dijual ataupun diambil pihak perbankan karena tidak mampu membayar cicilan.
"Susah kondisi sekarang apalagi masih kredit pasti ditarik."
"Apalagi, pariwisata bus pasti jelas itu habis."
"Yang bertahan juga untuk operasional seperti pajak dan sebagainya tidak mencukupi," katanya.
Dia menyatakan, untuk mengatur pangsa pasar operasional angkutan dibagi.
Kemudian jumlah setoran juga diturunkan agar tetap bisa bertahan.
Hadi mengungkapkan, dari ribuan angkutan, sedikitnya sudah ada 400 armada yang terpaksa harus dijual.
Karena para pengusaha dan awak angkutan penumpang umum terus merugi.