PPKM Darurat Jateng

Situasi Masih PPKM Darurat di Banjarnegara, Karyanto Bersyukur Bisa Ngirit dan Libur Kondangan

Tradisi resepsi pernikahan di satu sisi ternyata banyak dikeluhkan lantaran memaksa warga untuk menyumbang uang atau barang ke pemilik hajat.

Penulis: khoirul muzaki | Editor: deni setiawan
TRIBUN BANYUMAS/KHOIRUL MUZAKKI
Situasi di dalam kantor KUA Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara, Rabu (21/7/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - PPKM Darurat telah membatasi berbagai aktivitas masyarakat untuk memutus mata rantai Covid-19.

Berbagai kegiatan yang berpotensi mengundang kerumunan pun ditiadakan.

Semisal gelaran hajatan, baik sunatan, resepsi pernikahan, atau lainnya. 

Gelaran hajatan atau pesta selama ini melahirkan tradisi tersendiri di tengah masyarakat.

Warga menyebutnya dengan istilah beragam, mulai buwoh, mbecek, atau yang lebih familiar kondangan atau nyumbang

Karena telah mengakar, tradisi ini sulit dihilangkan.

Meski diakui, sebagian masyarakat keberatan memikul tradisi ini. 

Baca juga: PPKM Darurat Diperpanjang, Objek Wisata di Dieng Banjarnegara Tetap Tutup

Baca juga: Rudin, Peternak di Banjarnegara Sumringah. 96 Ekor Sapinya Ludes Dibeli untuk Kurban Iduladha

Baca juga: Rembug Desa, Terobosan Baru Gubernur Ganjar Pranowo, Diawali di Banjarnegara

Baca juga: Normalisasi Telaga Merdada Belum Rampung, Bupati Banjarnegara: Esok Jadi Wisata Bebas Sampah

Di satu sisi, tradisi ini cukup membantu pemilik hajat dalam menutup kebutuhan pestanya. 

Tetapi di sisi lain, tradisi ini banyak dikeluhkan lantaran memaksa warga untuk menyumbang uang atau barang ke pemilik hajat.

Terlebih jika acara itu bertepatan dengan kondisi ekonomi keluarga yang tengah sulit. 

Pemilik hajat pun belum tentu senang lantaran yang diterimanya sejatinya "utang" untuk dikembalikan kemudian waktu.

Sedangkan sumbangan itu sebagian hanya habis untuk menutup modal pesta, semisal menyewa tenda, catering, atau lainnya. 

Pandemi yang meniscayakan larangan bagi warga menggelar hajatan banyak dikeluhkan pengusaha pernikahan.

Mulai dari pemilik tenda atau sound system, rias pengantin, catering, hingga wedding organizer (WO). 

Kebijakan itu membuat pengusaha atau pekerja kehilangan pendapatan karena sepi job. 

Tetapi di sisi lain, tidak adanya gelaran hajatan ternyata bisa melegakan sebagian masyarakat, termasuk keluarga pengantin. 

Rofikoh, calon pengantin asal Desa Prendengan, Kecamatan Banjarmangu, Kabupaten Banjarnegara ini sibuk mengurus persiapan pernikahan di KUA Kecamatan Banjarmangu, Rabu (21/7/2021). 

Pandemi dan kebijakan PPKM Darurat yang melarang gelaran hajatan tak menghalanginya untuk menikah pada 25 Juli 2021. 

Karyanto, orang yang mendampingi Rofikoh mengurus pernikahan di KUA mengatakan, meski ada larangan menggelar hajatan, masyarakat di desanya tetap menggelar prosesi pernikahan sesuai protokol kesehatan. 

Larangan menggelar pesta pernikahan, menurut dia, justru memberikan kesempatan bagi keluarga calon pengantin untuk menggelar prosesi pernikahan secara sederhana. 

Bagi keluarga kurang mampu, menurut Karyanto, mereka bisa leluasa mengadakan prosesi pernikahan sederhana dengan dalih aturan PPKM. 

Iya, pandemi bisa jadi alasan bagi keluarga itu untuk tidak menggelar pesta pernikahan besar yang berbiaya mahal. 

"Kalau gelar hajatan, butuh persiapan dana yang besar."

"Ini memberi kesempatan mempelai untuk menggelar pernikahan dengan dana sedikit," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (21/7/2021). 

Dia mencontohkan, di daerahnya, Desa Prendengan, pemilik hajat berani terang-terangan menolak sumbangan dari warga dengan alasan tidak menggelar resepsi. 

Dengan demikian, keluarga mempelai bisa menghemat pengeluaran yang sedianya digunakan untuk menyewa perlengkapan resepsi.

Mereka juga tidak memiliki beban untuk mengembalikan sumbangan yang diterima dari warga atau tamu undangan kemudian. 

Umum diketahui, keluarga pengantin selama ini kerap dipusingkan dengan biaya resepsi yang mahal hingga puluhan juta Rupiah.

Ini yang membuat banyak keluarga calon pengantin harus menyiapkannya jauh hari, bahkan dengan cara berutang. 

Dengan tidak ada gelaran hajatan karena aturan PPKM Darurat, mereka kini lebih leluasa menggelar prosesi pernikahan tanpa harus dibayangi beban biaya yang besar.

Pernikahan yang sakral bisa disegerakan tanpa harus menunggu banyak modal. 

"Karena hanya boleh dihadiri maksimal 7 orang."

"Biaya sedikit, misal hanya untuk sewa gaun biar difoto bagus," katanya.

Libur Kondangan

Bukan hanya meringankan beban keluarga mempelai.

Larangan gelaran hajatan di masa pandemi juga meringankan beban masyarakat karena mereka "libur" kondangan. 

Sebelum pandemi, saat situasi normal, Karyanto mengaku pusing saat musim hajatan datang, terutama seusai momentum Idulfitri hingga Iduladha.

Saat itu banyak surat undangan pernikahan berdatangan ke rumahnya. 

Ini menuntut keluarganya harus datang ke acara. 

Memenuhi undangan berarti harus menyiapkan uang atau barang untuk diberikan ke pemilik hajat.

Padahal, tak jarang, dalam sehari, ia bisa menghadiri beberapa acara pernikahan sekaligus. 

Sebagai masyarakat dengan ekonomi pas-pasan, ia tentu keberatan.

Terlebih penghasilannya sehari-hari tak menentu.

Tetapi, ia sebagaimana warga lain, mau tidak mau harus mengikuti tradisi itu meski dengan hati berat. 

Pandemi ini, ia cukup lega karena jarang ada undangan ke acara pernikahan.

Terlebih situasi saat ini perekonomian sedang sulit.

Dengan tak ada acara hajatan, ia tak lagi pusing mencari uang agar bisa menyumbang teman atau tetangga yang menggelar hajatan

"Masyarakat diuntungkan karena tidak ada kondangan."

"Biasanya pengeluaran banyak untuk kondangan."

"Yang menikah juga untung karena tidak keluar modal untuk gelar acara resepsi," katanya. (*)

Disclaimer Tribun Banyumas

Bersama kita lawan virus corona.

Tribunbanyumas.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan.

Ingat pesan ibu, 5M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, selalu Menjaga jarak, Menghindari kerumunan, mengurangi Mobilitas).

Baca juga: Bagian Hati Sapi Ditemukan Cacing Pita, DKPPP Kota Tegal: Jika Tetap Dikonsumsi Warga Bisa Diare

Baca juga: Mobilitas Warga Tegal Masih Tinggi, Kapolres: Waktunya Penegakan Hukum Saat Operasi Yustisi

Baca juga: Doa Wakil Bupati Kendal: Semoga Tak Muncul Klaster Baru Pasca Iduladha

Baca juga: Lagi, Teror Lemparan Benda Misterius sebabkan Kaca Mobil Pikap Pecah Terjadi di Kaliwungu Kendal

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved