Berita Sleman

Kisah Annisa yang Tidak Turuti Instruksi Pembina Justru Buatnya Selamat Dari Tragedi Susur Sungai

Nekat tidak menuruti perintah pembina pramuka saat kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi Sleman justru membuat Annisa Ramadhani (15) selamat.

Editor: Rival Almanaf
Doc. Media Center BPDB DIY
Proses evakuasi korban susur sungai di Sungai Sempor Turi 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SLEMAN - Nekat tidak menuruti perintah pembina pramuka saat kegiatan susur sungai SMPN 1 Turi Sleman justru membuat Annisa Ramadhani (15) selamat.

Ia bersama siswa-siswi SMPN 1 Turi mendapatkan pendampingan trauma healing di hari pertama mereka ke sekolah pascainsiden susur Sungai Sempor.

Hari itu tak banyak aktivitas siswa di luar kelas. Di setiap sudut lebih banyak didominasi oleh jajaran kepolisian, media massa, dan pegawai pemerintah.

Kasus ini menjadi banyak perhatian semua pihak, bahkan pasca kejadian banyak institusi menerjunkan personelnya yang ahli dalam trauma healing.

Banyaknya pihak yang terlibat untuk penyembuhan trauma yang dialami anak, diapresiasi orang tua dan kerabat.

Dua Pelajar SMA Diringkus Polisi Karena Edarkan Uang Palsu, Begini Cara Mereka Beraksi

Pembunuh Dua Remaja Putri Terungkap, Korban Ditusuk Berkali-kali Dengan Pisau Dapur

Hujan Deras, Jembatan Penghubung Dua Kecamatan di Purbalingga Terputus Mobilitas Warga Terganggu

Wasapa ! Anak yang Dibekali Handphone Rawan Jadi Korban Perampasan, Pelaku Sudah 4 Kali Beraksi

Salah satunya adalah Nindia (21) warga Wonokerto Turi, kakak dari pelajar kelas 8, Annisa Ramadhani (15).

Annisa adalah salah satu siswi yang selamat dalam insiden tersebut.

"Memang harus ada (pendampingan) untuk mengurangi trauma pada anak. Mereka juga masih sekolah, di jenjang berikutnya pasti ada kegiatan di luar lagi," ucap Nindia yang datang ke sekolah untuk menjemput adiknya.

Sebelum lebih jauh menceritakan kondisi adiknya saat ini, Nindia mengisahkan bahwa ia dan orangtua tidak tahu bahwa Jumat (21/2/2020) sore itu akan ada agenda susur sungai dalam kegiatan rutin Pramuka.

"Tidak ada pemberitahuan dari sekolah, adik saya juga tahunya dari status WA (WhatsApp) sehari sebelumnya. Dia juga enggak bilang ke keluarga kalau mau susur sungai, cuma minta di jemput jam 4 sore," tuturnya, Senin (24/2/2020).

Nindia yang alumni sekolah itu pun heran, mengapa dalam kondisi cuaca mendung pihak pembina tetap bersikeras melanjutkan aktivitas susur sungai.

Karena menurutnya, saat ia bersekolah di sana, jika cuaca mendung atau hujan maka agenda di luar kelas diganti materi di dalam kelas.

Begitu mendapat informasi bahwa agenda susur sungai tersebut berakhir dengan insiden tenggelamnya para siswa, ia bersama kakaknya langsung membagi tugas untuk mencari data anak-anak yang selamat.

Para siswa SMP N 1 Turi yang terserat arus saat susur sungai kegiatan pramuka (Ist)
Pasalnya ia tak menemukan di mana posisi adiknya pada sore nahas itu.” Saya di Klinik SWA, kakak saya di puskesmas dan sekolah," imbuhnya.

Hatinya semakin hancur ketika di Klinik SWA sudah ada empat janazah. Ia tak berani berandai-andai. Kekhawatirannya semakin membuncah.

"Waktu itu saya tanya ke perawat, kalau saya cari adik saya yang bernama Annisa Ramadhani. Petugas meminta saya untuk kuat dan mengarahkan saya untuk memeriksa satu per satu jenazah yang ada di situ. Saya takut yang di sana itu adik saya," kenangnya.

Ia dengan berat hati memeriksa satu per satu jenazah itu, dan ternyata itu bukanlah adiknya.

Ia baru merasa lega ketika mendengar adiknya ternyata sudah berada di sekolah.

Nindia pun sempat mendengar peristiwa yang dialami adiknya.

"Saat itu, adik saya sempat mengukur sungai, memang ada yang selutut tapi ada juga yang seleher. Adik saya mengajak teman-temannya untuk naik," paparnya.

Namun ternyata tidak semua temannya mengikuti anjuran Annisa.

"Nanti kalau enggak turun dimarahi pembina, loh," ujar Nindia menirukan ucapan teman Anissa.

"Tapi adik saya ngeyel, dia naik bersama lima orang lainya, baru balik badan sebentar ternyata teman-temannya yang lain sudah ada keseret. Adik saya terus cari pertolongan ke warga," jelasnya.

Trauma

Nindia sendiri menceritakan bahwa adiknya masih terguncang dengan peristiwa yang menelan banyak korban itu.

Bahkan teman satu kelasnya ada yang meninggal dunia, atas nama Nur Azizah.

Pascakejadian itu, keluarga terus menenangkan hati Annisa. Mereka pun tak lagi menanyai Annisa tentang kejadian itu.

Annisa akan marah dan melarang keluarga atau kerabatnya untuk bertanya tentang kejadian kemarin.

"Sekarang dia juga takut kalau lihat air, kalau di kamar mandi sendiri jadi takut," bebernya.

Rasa trauma juga dialami oleh Mahfud Atorik (13) pelajar kelas 7 SMPN 1 Turi. Ibunya, Ponirah (47) menuturkan, kini anaknya tidak mau menceritakan kejadian itu lagi ke siapa pun.

Kejadian buruk itu telah tertanam di benak anak-anak dan mereka ingin melupakannya.

"Anak saya masih grogi, enggak mau sendiri. Dia cari kesibukan biar tidak teringat. Sekarang jadi sering ke tempat temannya, saya izinkan agar hatinya juga tenang," ujarnya.

Sebagai seorang ibu, Ponirah tentu saja tak ingin anaknya mengalami trauma.

Ia pun mengapresiasi banyak pihak yang mau membantu menghilangkan trauma para siswa.

Sementara itu, Ketua Ikatan Psikologi Klinis Wilayah DIY, Siti Urbayatun mengatakan, kejadian yang dialami akhir pekan sangat massif.

"Kita membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Universitas di Yogyakarta yang memiliki fakultas psikologi kami minta bantuan, organisasi masyarakat juga banyak yang membantu," ujarnya.

Kecewa Pujaan Hatinya Sudah Bersuami, Remaja di Kabupaten Semarang Bunuh Diri

Waspada Modus Baru Hipnotis Tawarkan Uang Kepada Korbannya

Detik-detik Penyelamatan Orang Terjebak Luapan Sungai Tambak di Banyumas

Link Live Streaming Liga Champions Malam Ini Napoli vs Barcelona dan Chelsea vs Bayern Munchen

Saat ini dibuka dua posko untuk penanganan psikis siswa pascamusibah, yaitu di Puskesmas Turi dan SMPN 1 Turi.

Tim psikologi telah berjaga mulai Jumat hingga Senin pagi ini selama 24 jam untuk melakukan pendampingan psikologi.

"Kemungkinan sampai seminggu ke depan kami stand by di dua posko. Jika diperlukan kami juga melakukan home visit," ungkap Siti.

Hingga saat ini ada enam siswa yang mengalami gejala gangguan psikologis.

"Sekali lagi ini baru gejala, bukan gangguan. Ada yang menangis dan berteriak-teriak misalnya. Kami akan terus mendata gejala yang ditunjukkan adik-adik," jelasnya.

Dr. Novita Krisnaeni, Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, ditemui SMPN 1 Turi menjelaskan, pihaknya ikut mendukung kegiatan yang sudah dilakukan tim psikolog.

"Kami ikut melakukan pendampingan adik-adik sampai sudah teratasi," tuturnya.

(tribunjogja.com/nto/uti)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Cerita Korban Selamat Tragedi Susur Sungai SMPN 1 Turi, Ngeyel Tak Mau Turuti Perintah Kakak Pembina, 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved