Polemik Pembebastugasan Dosen Unnes
Soal Pembebastugasan Dosen Unnes, Akademisi Ubhara: Mengorbankan Kampus Tempat Suci Berpikir Kritis
Soal Pembebastugasan Dosen Unnes, Akademisi Ubhara: Mengorbankan Kampus sebagai Tempat Suci Berpikir Kritis
Penulis: Muhammad Sholekan | Editor: yayan isro roziki
"Lihat saja konsideran SK Pemberhentian Sementara."
"Apabila dibaca berulang-ulang, tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus, SK itu perlu ditinjau lagi secara komperehensif," tuturnya.
Said menyampaikan, proses pemberian sanksi itu tidak boleh serta merta diniati untuk memecat.
Tidak boleh pula mengatakan orang itu bersalah atau tidak, karena asas praduga tidak bersalah harus ditegakkan.
"Klarifikasi dari pihak yang bersangkutan perlu, kemudian dituangkan dalam berita acara."
"Nah, berita acara inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk membuat beschikking (SK)."
"Jika dilihat dari kronologi dan konsideran dalam SK, tidak ada sama sekali sumber dari berita acara."
"Padahal pejabat kampus juga harus menerapkan asas umum pemerintahan yang baik dalam setiap tindakan," tandas Said.
• Video Museum Soesilo Soedarman, Jenderal Kebanggaan Warga Kroya Cilacap
Rektor Unnes Berlebihan
Di sisi lain, tanggapan serupa juga disampaikan akademisi Universitas Airlangga Surabaya (Unair) Dr Herlambang P Wiratraman.
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KKAI) itu, menilai Rektor Unnes terkesan berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang.
"Rektor Unnes terkesan terlalu berlebihan dalam menanggapi ekspresi seseorang, apalagi dari ‘kalimat tanyanya’ membuat pembaca bertanya."
"Bagi saya itu ekspresi kritik reflektif atas situasi tertentu berbasis persepsi penulis," ungkap Herlambang kepada Tribunjateng.com, Sabtu (15/2/2020).
Menurut Herlambang, ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan.
• Soal Pembebastugasan Sucipto Hadi, Akademisi Unair Koordinator KKAI: Rektor Unnes Berlebihan
Pertama, apakah ada proses internal universitas, menanyakan atau mengklarifikasi atau bahkan menyidangkan yang bersangkutan dalam sidang etik?