Kenapa Banyak Orang Terobsesi Jadi PNS? Ini kata Psikolog Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Polres Kebumen membekuk tiga tersangka yang mengaku wartawan untuk memuluskan aksinya menipu korban

Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
Tribunjateng.com/Rifki Gozali
Peserta seleksi CPNS di UNS sebelum tes SKD dimulai, Sabtu (1/2/2020). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, KEBUMEN - Kasus penipuan berkedok perekrutan CPNS kembali terbongkar.

Polres Kebumen membekuk tiga tersangka yang mengaku wartawan untuk memuluskan aksinya menipu korban.

Tidak tanggung-tanggung, 122 orang tertipu janji manis jadi PNS dengan kerugian total miliaran rupiah.

Terbongkarnya kasus penipuan berkedok perekrutan CPNS ini tentu menjadi ironi.

Padahal, pemerintah telah memastikan perekrutan CPNS tidak bisa dimanipulasi karena seluruh tahapan seleksi berbasis komputer, atau Computer Assisted Test (CAT).

Hasil tes pun bisa langsung dilihat usai peserta merampungkan ujiannya.

Nyatanya, masih ada saja masyarakat yang terbuai bujuk rayu oknum untuk menjadi PNS melalui jalan pintas.

Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Ugung Dwi Ario Wibowo mengatakan, kasus penipuan berkedok perekrutan PNS masih terjadi karena paradigma sebagian masyarakat dalam memandang status PNS belum bergeser.

Sebagian masyarakat masih memandang PNS sebagai profesi dengan kasta tertinggi.

PNS masih menjadi ukuran kemapanan seorang dengan kepastian gaji di awal bulan, tunjangan dan fasilitas, hingga jaminan masa pensiun.

Parahnya, ada peran orang tua dalam internalisasi paradigma itu ke anak-anaknya. Ugung mengaku pernah melakukan riset kecil untuk mengetahui tolok ukur orang tua untuk keberhasilan anaknya.

"Rata-rata berharap anaknya jadi orang. Jadi orang itu ukurannya dapat gaji awal bulan, kerja memakai seragam, dan kerja dengan jadwal berangkat pagi pulang sore,"katanya

Pengultusan profesi PNS oleh masyarakat ini tak ayal membuat sebagian orang menjadi bermimpi untuk meraihnya.

Dalam psikologi, kata dia, mimpi sama dengan obsesi. Orang yang terobsesi akan berani mempertaruhkan apapun demi tercapainya obsesi itu, termasuk uang.

Selain karena obsesi, mudahnya masyarakat tertipu untuk menjadi PNS karena kecenderungan sebagian masyarakat yang menyukai jalan pintas.

Masyatakat enggan susah payah berproses untuk mencapai tujuan tertentu, termasuk menjadi PNS.

Sehingga, ketika ada oknum yang menawarkan jalan pintas, mereka akan mudah terbujuk rayu.

Selain itu, masyarakat juga masih menilai segala sesuatu dengan ukuran finansial. Jabatan maupun profesi pun dianggap bisa dibeli dengan uang.

Mereka tak segan mengeluarkan uang besar asal ada yang menjanjikan jabatan impiannya.

Ugung menilai, tidak ada korelasi antara tingkat pendidikan dengan mudahnya seorang tertipu.

Nyatanya, korban yang dijanjikan PNS tentu punya pendidikan cukup sehingga mendambakan jabatan CPNS.

"Pendidikan tinggi, tapi literasi rendah. Juga kurang kedewasaan dalam menyikapi segala informaai yang diterima,"katanya

Agar kasus serupa bisa ditekan, Ugung menilai paradigma masyarakat dalam memandang keberhasilan atau karir harusnya mulai digeser.

Terlebih di era digital sekarang, masyarakat terutama generasi milenial mestinya lebih realistis dalam memandang masa depan.

Banyak lapangan kerja baru yang lebih menuntut keahlian dan kreativitas.

Orang tua juga seharusnya tidak memaksakan anaknya menjadi PNS agar tidak berubah menjadi mimpi atau obsesi.

Biarkan anak terlibat menentukan masa depannya sesuai minat dan keahlian yang dimiliki.

"Obsesi itu karena sesuatu yang terulang terus (repitisi), dari kecil orang tua, dan lingkungan sekitar memaksakan paradigma itu dan terus menguat,"katanya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved