Teror Virus Corona

Cerita Eks PMI asal Banjarnegara soal Wabah Penyakit Mematikan Hong Kong: Satu Apartemen Terjangkit

Ribuan orang dilaporkan terinfeksi virus mematikan itu hingga sebagian di antaranya meninggal

Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
AFP/HECTOR RETAMAL
Para staf di Rumah Sakit Palang Merah Wuhan, China, Sabtu (25/1/2020), menggunakan pelindung khusus, untuk menghindari serangan virus corona yang mematikan. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Pesebaran virus Corona menggemparkan masyarakat dunia.

Virus itu disebut muncul dan mewabah di kota Wuhan Tiongkok.

Ribuan orang dilaporkan terinfeksi virus mematikan itu hingga sebagian di antaranya meninggal.

Wuhan seketika menjadi kota mati karena terisolasi dari dunia luar.

Publik mengkhawatirkan nasib sejumlah mahasiswa asal Indonesia di Wuhan yang dilaporkan masih bertahan di kota itu.

Hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mereka akan dievakuasi.

Selain mahasiswa, adakah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja dan tinggal di Wuhan atau Tiongkok?

Suprapti, mantan PMI Hongkong yang masih intens berkomunikasi dengan PMI di luar negeri mengaku belum mendapat laporan ada warga Indonesia yang bekerja di sana.

Tetapi di luar China daratan, PMI yang bekerja di Hong Kong dan Taiwan jumlahnya cukup banyak.

Hongkong dan Taiwan sudah mengonfirmasi adanya warga yang terjangkit virus Corona.

Dari data yang dia terima, ada sekitar 160 ribu PMI yang bekerja di Hong Kong.

Sebagian di antaranya berasal dari eks Karesidenan Banyumas Jawa Tengah.

Meski demikian, dari hasil komunikasi dengan temannya di Hongkong, Suprapti mengaku belum menerima laporan PMI di sana yang terinfeksi Corona.

Suprapti mengatakan, PMI di Hongkong relatif tenang menyikapi isu penyebaran virus ini.

Mereka pun masih beraktivitas normal atau bekerja seperti biasa.

Tetapi, karena pemerintah setempat meliburkan sekolah untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona, sebagian PMI akhirnya lebih banyak beraktivitas melayani majikan di rumah.

Selain mengurus pekerjaan rumah tangga, sebagian PMI di Hong Kong juga bertugas mengantar anak majikan ke sekolah.

"Acara-acara publik besar, termasuk perayaan tahunan Tahun Baru Imlek dan maraton bulan depan, telah dibatalkan,"katanya

Nyatanya, sejauh ini, ia belum pernah menerima keluhan dari kawan PMI di Hongkong yang meminta dipulangkan ke tanah air.

Mereka memilih bertahan di tempat kerja.

PMI tentu saja ikut khawatir, namun tidak berlebihan.

Menurut Prapti, masyarakat Hongkong, termasuk PMI di sana telah terbiasa dengan situasi dimana wabah penyakit melanda wilayahnya.

Karenanya, mereka punya budaya preventif untuk menangkal penyebaran virus di lingkungannya.

Ini juga menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Sebelum kasus Corona mencuat, masyarakat, terutama yang dilanda demam atau flu, sudah terbiasa mengenakan masker saat bepergian ke luar rumah.

Masing-masing rumah umumnya memiliki persediaan masker. Mereka pun terbiasa mencuci tangan usai beraktivitas atau hendak makan.

Hong Kong kan sudah beberapa kali ada virus seperti SARS, flu burung, flu babi.

Jadi mereka sudah mulai terbiasa dengan situasi seperti ini di mana mereka harus memakai masker sepanjang hari, harus menjaga kebersihan dan lain-lain.

"Hong Kong kan sudah beberapa kali ada virus seperti SARS, flu burung, flu babi.

Jadi mereka sudah mulai terbiasa dengan situasi seperti ini, dimana mereka harus memakai masker sepanjang hari, harus menjaga kebersihan dan lain-lain,"katanya

Sebelum kasus Corona, beberapa virus mematikan pernah muncul dan mewabah di daratan China dan Hongkong.

Masyarakat dunia pernah digegerkan dengan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang menyerang sistem pernafasan, sekitar tahun 2002.

Virus itu telah menjangkiti ribuan orang dan menewaskan ratusan orang di Tiongkok dan Hongkong.

Masyarakat global juga sempat resah dengan penyebaran virus flu burung (H5NI) yang muncul di Hongkong.

Penyakit mematikan itu pun telah menewaskan ratusan orang penduduk bumi.

Hongkong juga pernah dilanda wabah flu babi yang tidak kalah mematikan.

Beberapa PMI pun ikut menjadi korban keganasan virus itu hingga meninggal dunia.

Prapti pun mengaku bekerja di Hongkong saat kasus flu burung dan flu babi melanda daerah penempatannya.

Potensi penyebaran virus di kota besar seperti Hongkong menurut dia cukup tinggi.

Mobilitas warga yang begitu tinggi, serta jumlah penduduk yang padat tentu meningkatkan risiko penularan penyakit.

Hampir tidak ada tempat di wilayah itu yang lengang dari aktivitas manusia. Kondisi itu meniscayakan kontak antar manusia lebih sering.

Ia bahkan pernah mendengar kisah warga satu apartemen hampir semuanya terjangkit virus mematikan, dulu.

"Tidak seperti di sini, rumah dengan tetangga masih ada jaraknya.

Di apartemen sana, lift paling ada satu sampai tiga, mungkin di situ risiko penularannya,"katanya

Karena terbiasa dengan situasi darurat, penduduk Hong Kong disebutnya biasa menyimpan banyak makanan kering tau stok pangan di rumah.

Selain serangan wabah penyakit, masyarakat Hong Kong terbiasa menghadapi bencana alam semisal badai Topan.

Angin yang punya kekuatan merusak itu bisa membuat warga, termasuk PMI tidak keluar rumah seharian.

Di tengah situasi yang mencekam itu, tak mungkin mereka nekat keluar untuk membeli berbagai kebutuhan pangan.

Stok makanan yang cukup membantu mereka untuk bertahan hidup di rumah di tengah situasi buruk.

"Kalau majikan saya biasa kumpulin makanan untuk stok pas ada diskon toko," katanya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved