Terguncang, Rahmat Mulai Lempari Rumah Tetangga, Kini Ia Akan Diboyong ke Rumdin Bupati Banjarnegara
Dengan kondisinya saat ini, sudah sepantasnya Rahmat diwisuda dari panti. Tetapi mau kemana dia kembali
TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA - Beberapa penghuni panti sosial Pamardi Raharjo Banjarnegara yang berkumpul di teras masih gagal memecah keheningan panti.
Di antara mereka masih menyibuki dunianya sendiri, dengan tatapan tak berisi. Demikian halnya Rahmat, satu di antara penghuni panti yang perlahan mulai mengenal dunia sekitarnya.
Ia melempar senyum, seperti menyambut kedatangan kami. Karena itu kami tak ragu menyapanya dari dekat. Nyatanya, Rahmat mampu merespon pertanyaan kami dengan tepat. Meski dengan kata singkat.
Dengan kondisinya saat ini, sudah sepantasnya Rahmat diwisuda dari panti. Tetapi mau kemana dia kembali.
Siapa yang akan menjemputnya dari panti. Kedua orang tuanya telah meninggal sewaktu dia masih dini. Pulih dari gangguan jiwa bukan berarti seluruh deritanya pergi.
Tetapi, di antara teman sependeritaannya di panti, Rahmat barangkali sedikit lebih beruntung saat ini.
Rahmat tidak akan lagi bingung mencari tempat kembali. Rumah milik orang nomor satu di Kabupaten Banjarnegara Budhi Sarwono melambai. Kedatangannya telah dinanti.
Di sana, ia tak akan sendiri. Timin, teman sesama penghuni pantinya sudah lebih dulu menempati rumah bupati.
Timin bahkan sudah menjalani hidup normal di sana. Segala kebutuhannya terjamin. Tubuhnya bahkan lebih subur. Kehidupannya tampak makmur. Kulitnya bersih. Parasnya rupawan.
Latar belakang Rahmat dan Timin tidak jauh berbeda, sama-sama pernah menderita dalam pasungan.
Tetapi karena riwayat hidupnya yang kelam itu, Rahmat masuk kualifikasi Budhi Sarwono untuk diboyong ke pendopo.
"Informasinya mau dibawa ke rumah bupati kalau kondisinya sudah memungkinkan,"kata pengelola Panti Sosial Pamardi Raharjo Banjarnegara Suhartanto
Biarlah kini Rahmat menemukan kebahagiaannya. Sejak kecil ia sudah menderita. Sedari belia, saat masih duduk Sekolah Dasar (SD), Rahmat sudah menghadapi ujian berat dalam hidupnya.
Kedua orang tuanya meninggal hingga ia yatim piatu. Jiwanya terguncang. Anak itu mulai suka mengamuk hingga melempari rumah tetangganya.
Keluarga terdekat bingung mengatasi perilakunya. Ia lantas dikurung di dalam kamar agar tak menganggu lingkungan sekitar.
Kamar dikunci dari luar. Rahmat harus menghabiskan hari-harinya yang hampa dalam pasungan.
Hingga ia menua dengan sendirinya. Rambutnya gondrong sebahu seperti perempuan. Penampilannya kumal.
Di tengah kondisinya yang memprihatinkan, Rahmat akhirnya dijemput petugas hingga terbebas dari kurungan. Ia lalu dikirim ke rumah sakit jiwa untuk menjalani perawatan.
Beberapa minggu kemudian, setelah kondisinya membaik, ia dirujuk ke panti sosial Pamardi Raharjo Banjarnegara.
Kondisinya saat ini jauh lebih baik. Tubuhnya mulai berisi. Penampilannya lebih terawat dengan potongan rambut pendek.
"Sudah dijamin Jamkesda untuk perawatannya. Jadi kepedulian bupati terhadap kaum seperti ini tinggi. Jarang daerah yang seperti ini,"katanya
Ia mengaku sempat kaget karena ada pemimpin daerah yang menaruh perhatian besar terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Budhi disebutnya bahkan sering berkunjung ke panti tiba-tiba, tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ia datang bukan dengan tangan kosong.
Sejumlah dus berisi makanan atau minuman ringan dan susu turut dibawa untuk diserahkan ke penghuni panti.
Budhi bahkan tak canggung mengajak penghuni panti bercengkerama dan melempar canda. Ia juga menyerahkan sendiri minuman yang dibawanya ke mereka.
"Kalau gak orangnya yang datang, minumannya yang datang diantar anak buahnya. Terus kami bagikan ke penghuni panti,"katanya
Budhi Sarwono mengaku kepeduliannya terhadap orang dengan gangguan jiwa tak lepas dari rasa kemanusiaan. Ia menganggap, mereka yang hidupnya terlantar dan tersiakan adalah saudara juga.
Rasa syukur Budhi justru bertambah karena ia beruntung tidak bernasib sama dengan mereka.
Karenanya, ia tak segan mengusahakan pengobatan bagi mereka, bahkan merawatnya sendiri di rumah.
Ia bahkan tak rela dengan sebutan gila yang dialamatkan ke mereka. Ia lebih senang menyebutnya lupa ingatan.
Ia bahkan tak segan menganalogikan mereka dengan pemimpin atau pejabat yang lupa ingatan terhadap janji-janjinya kepada rakyat saat masih kampanye.
"Biarlah nanti pendopo dipenuhi orang-orang seperti ini. Mereka saudara kita juga," katanya. (*)