Berita Rembang

Sertifikat Tanah Sawah di Bogorejo Tak Kunjung Jadi, Kasmani Wadul ke Inspektorat Rembang

Proses pengurusan sertifikat tanah yang berlarut-larut ini membikin Desa Bogorejo, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, waswas.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Rustam Aji
TribunJateng.com/Mazka Hauzan Naufal 
PINTU GERBANG DESA BOGOREJO - Suasana di sekitar Gapura Desa Bogorejo, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang. Foto diambil pada Rabu (5/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Seorang warga di Desa Bogorejo, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, Kasmani, yang beli lahan sawah pada 2017 lalu, hingga kini belum berhasil dia sertifikatkan.
  • Dengan pengurusan sertifikat tanah yang tak kunjung menemukan titik terang itu, bayangan kehidupan "pensiun" yang tenang pun buyar.
  • Di sisi lain, Kades Bogorejo yang menjabat sejak 2019, Indarto, beralasan bahwa tanah tersebut masih dipersoalkan oleh pemilik sebelum Mulyono-Yamini, yakni Ratmi.

TRIBUNBANYUMAS.COM, REMBANG - Kasmani (66), tak membayangkan jika lahan sawah di Desa Bogorejo, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, yang dia beli pada 2017 lalu, hingga kini belum berhasil dia sertifikatkan.

Kasmani mengaku, delapan tahun lalu, tanah seluas 7.496 meter persegi tersebut dia beli dari pasangan suami-istri, Mulyono-Yamini, dengan harga Rp 300 juta.

Melalui adiknya yang bermukim di Kecamatan Sumber, Kasmani telah berupaya mengurus penyertifikatan tanah tersebut melalui notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sejak beberapa tahun lalu.

Namun, langkah-langkahnya selama ini mentok di kepala desa yang, dengan alasan yang nanti akan dijabarkan, enggan memberikan tanda-tangannya pada berkas persyaratan yang membutuhkan tanda tangan kepala desa.

Proses pengurusan sertifikat tanah yang berlarut-larut ini membikin Kasmani waswas.

Bagaimana tidak? Sawah itu boleh dibilang adalah satu-satunya harta bendanya, yang dia andalkan untuk menjadi sumber penghidupannya bersama sang istri pada masa tuanya ini.

Saat membeli sawah itu, dia berencana "menitipkan" tanah tersebut untuk digarap oleh saudaranya dengan sistem bagi hasil.

Sebab, dia dan istrinya sudah terlalu renta dan sakit-sakitan, tak mampu menggarap sawah sendiri.

Dengan pengurusan sertifikat tanah yang tak kunjung menemukan titik terang itu, bayangan kehidupan "pensiun" yang tenang pun buyar.

Dia belum bisa tenang jika sawah itu belum sah diakui negara sebagai hak miliknya atau ahli warisnya.

Baca juga: Dramatis, Eti Terpisah dengan Suami dan Anaknya saat Longsor, Tak Percaya Akhirnya Bertemu Kembali

"Dulu sudah pernah coba mengurus lewat pegawai salah satu PPAT di Rembang. Malah sudah bayar uang muka Rp 3 juta. Tapi tidak ada hasilnya. Kemudian tahun ini coba lagi mengurus lewat jasa PPAT lain, tapi sejauh ini juga belum berhasil. Kadesnya belum mau tanda-tangan," kata Mira (29), keponakan Kasmani, Selasa (18/11/2025).

Sepengetahuan Mira, Kades Bogorejo yang menjabat sejak 2019, Indarto, beralasan bahwa tanah tersebut masih dipersoalkan oleh pemilik sebelum Mulyono-Yamini, yakni Ratmi.

Untuk diketahui, surat jual-beli antara Kasmani dan Mulyono ditandatangani oleh kepala desa yang menjabat sebelum Indarto, yakni Sumari, serta dibubuhi stempel kepala desa.

Dalam surat bertanggal 14 September 2017 tersebut, ada satu klausul yang menegaskan bahwa "jika terjadi ketidakabsahan surat beli ini, maka pihak penjual (Mulyono) berkewajiban mengembalikan uang senilai pembelian saat ini".

Namun, pihaknya tidak bisa mengejar pengembalian uang karena Mulyono-Yamini bersikeras bahwa tidak ada persoalan dalam transaksi jual-beli sawah tersebut.

Termasuk, saat mereka mengambil alih kepemilikan sawah tersebut dari Ratmi pada 2006 lalu.

Berdasarkan keterangan dalam surat pernyataan jual-beli antara Ratmi dan Mulyono-Yamini, transaksi tersebut terjadi pada 30 Mei 2006.

Kepala desa yang menandatangani dan membubuhkan stempel pada surat tersebut adalah Rasdi.

Mulyono-Yamini, berdasarkan surat tersebut, membeli sebidang tanah itu dari Ratmi pada 2006 dengan harga Rp 15 juta.

Ditemui di warung kelontong miliknya, Jalan Landoh-Sumber, Karangsari, Kecamatan Sulang, Yamini (50) menegaskan bahwa seharusnya tidak ada masalah jika Kades Bogorejo yang menjabat saat ini memberikan tanda-tangan pada berkas pengurusan sertifikat tanah yang diurus keluarga Kasmani.

Baca juga: Tiga Dinas di Kebumen Punya Pimpinan Baru, Bupati Lilis Perintahkan Penyelesaian Agenda Kerja

Dia juga membantah isu yang mengatakan bahwa pengalihan kepemilikan tanah tersebut dari Ratmi kepada dirinya terkait dengan jaminan utang-piutang.

“Itu tidak bersangkutan dengan utang-piutang, tapi murni jual-beli. Dulu Bu Ratmi sendiri yang menawari kami beli. Ceritanya dulu Bapak (Mulyono) nyalon Bayan (perangkat desa). Bu Ratmi bilang, ‘Lek Mul tak dongakno ora dadi ben sido tuku sawahku. (Lek Mul saya doakan tidak jadi (bayan), supaya jadi beli sawahku,” kisah Yamini, Kamis (13/11/2025).

Yamini mengatakan, mulanya dia menolak tawaran itu. Sebab rumahnya yang berada di Karangsari, Kecamatan Sulang, cukup jauh dari lokasi sawah yang berada di Desa Bogorejo, Kecamatan Sumber.

“Lalu dia bilang katanya orang Bogorejo tidak ada yang kuat beli. Saya sarankan jual tidak langsung keseluruhan, petak per petak, nanti kan bisa kejual semua. Kemudian ada saudaranya bilang ke saya, sawah itu kalau digarap bisa dapat 100 sak (hasil panen), murah kalau dibeli,” jelas dia.

Karena terus dibujuk, Yamini dan suaminya, Mulyono, pun memutuskan untuk membeli sawah itu. Yamini menjamin, transaksinya murni jual-beli. Tidak ada urusan utang-piutang.

“Kalau terkait utang, dia sudah bayar. Saya tidak pernah menyegel apa pun. Intinya dia jual, titik. Semua tanda tangan, termasuk Bu Ratmi yang datang dengan suaminya. Waktu itu tanda tangan di rumah Pak Lurah, karena waktu itu aturannya boleh,” jelas dia.

Yamini pun heran, entah bagaimana, tiba-tiba belakangan Ratmi hendak mengambil lagi tanah itu dengan tawaran uang Rp 50 juta.

“Saya jelaskan tanah itu sudah saya jual sama Pak Kasmani senilai Rp 300 juta,” tegas Yamini.

Dia menambahkan, beberapa tahun lalu Ratmi juga melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan ke Polres Rembang.

Baca juga: Sosok Datu Nova Fatmawati Pemilik Baru PSIS Semarang, Ternyata Suaminya Bos Persela Lamongan

Orang-orang yang menandatangani surat jual-beli antara Ratmi dengan pihaknya sudah diperiksa polisi sebagai saksi.

“Saya tidak takut kalau mau dikasuskan sekalipun. Karena saya benar. Saya cuma takut sama Allah,” tegas Yamini.

Dia juga mengakui pernah diundang untuk mediasi di balai desa. Namun, dirinya menolak datang karena merasa sudah tidak ada urusan.

“Saya ya nggak mau. Mau mediasi masalah apa? Saya kan sudah tidak ada urusan. Saya beli ada surat jual-belinya, sudah clear,” tandas dia.

Terpisah, Kepala Desa Bogorejo, Indarto mengakui bahwa dirinya belum berani memberikan tanda tangan untuk mengesahkan berkas jual-beli yang terakhir, antara Mulyono-Yamini dengan Kasmani.

“Itu jual beli terjadi di Pemdes sebelum saya menjabat. Kades sebelum saya dan sebelumnya lagi. Jadi lewat dua Kades sebelum saya. Di situ banyak kejanggalan kenapa saya belum berani mengesahkan,” kata dia di Kantor Desa Bogorejo, Rabu (5/11/2025).

Salah satu kejanggalan yang disebutkan Indarto adalah surat jual-beli tahun 2006 (antara Ratmi dengan Mulyono-Yamini) yang sudah berupa hasil ketikan komputer.

Menurutnya, yang lumrah ketika itu adalah tulisan tangan.

Selain itu, Indarto mengatakan, dalam rangka mengesahkan jual-beli yang terakhir, pihaknya pernah mencoba mengumpulkan para pihak untuk dimediasi.

“Pernah saya undang secara tertulis untuk mediasi dan meluruskan masalah supaya cepat clear dan masalah teratasi. Pihak penjual, yakni Bu Ratmi beserta keluarga datang di balai desa, tapi pihak pembeli, Bapak Mulyono, tidak datang. Pihak Kades waktu itu, Pak Rasdi, juga tidak datang, jadi tidak ketemu,” kata dia.

Padahal, kata Indarto, dia ingin mengumpulkan semua pihak untuk menjelaskan beberapa hal yang menurutnya janggal.

“Di situ memang banyak kejanggalan yang jadi pertimbangan saya untuk tidak mengesahkan dulu sebelum penjual sama pembeli ketemu di hadapan saya untuk menjelaskan kebenarannya,” tutur dia.

Indarto membenarkan bahwa Ratmi pernah melaporkan kasus ini ke kepolisian. Namun kasusnya mandek dan dia tidak tahu kenapa.

“Sudah pernah dilakukan pemeriksaan oleh polisi. Saya pun sudah pernah dipanggil selaku kades yang menjabat saat ini. Saya lupa (waktu persisnya kapan), mungkin tiga tahunan lalu,” terang dia.

Indarto berharap, permasalahan ini bisa cepat diselesaikan. Sehingga, penggarap sawah saat ini, yaitu keluarga Kasmani, bisa tenang dan menerima haknya secara tuntas.

“Kalau terjadi sengketa kayak gini kan seperti tidak ada jalan keluarnya, tidak ada titik temu,” kata dia.

TribunJateng.com telah berupaya menghubungi pihak keluarga dari Ratmi melalu pesan WhatsApp kepada nomor kontak putra dari Ratmi yang diberikan oleh Kades Bogorejo.

Baca juga: Datu Nova Fatmawati Resmi Ambil Alih Saham Mayoritas PSIS: Bapak Saya Penggila PSIS

Pesan berisi permohonan wawancara tersebut sudah terkirim (ditandai dengan tanda centang ganda) pada Rabu (5/11/2025). Namun, hingga berita ini tayang, pesan tersebut belum mendapat balasan.

Sementara, pihak keluarga dari Kasmani juga melaporkan permasalahan terkait pelayanan pengurusan sertifikat tanah ini kepada pihak Inspektorat Daerah Kabupaten Rembang.

Saat mendatangi Inspektorat Rembang pada Senin (17/11/2025), pihak keluarga Kasmani ditemui langsung oleh Inspektur Daerah Rembang Imung Tri Wijayanti dan Inspektur Pembantu (Irban) III Munadi.

Pihak Inspektorat menyarankan dan membantu untuk dilakukan mediasi melalui pihak Kecamatan Sumber.

Pihak Inspektorat juga mengatakan telah menyampaikan persoalan ini kepada Camat Sumber, Wijayanti, untuk ditindaklanjuti. 

“Kalau di kecamatan belum clear juga, kami tetap akan berupaya lebih lanjut. Mungkin buat aduan ke Ombudsman juga,” kata Mira, keponakan Kasmani.

Dimintai pendapatnya tentang persoalan ini, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Rembang, Achmad Rifa’I, menegaskan bahwa mulai 2026 nanti, Letter C sudah tidak berlaku lagi sebagai bukti kepemilikan tanah.

Karena itu, tanah yang belum bersertifikat, seperti yang terjadi di Bogorejo, sebaiknya memang segera disertifikatkan.

“Sehingga para pemilik tanah letter c, yang belum didaftarkan, segera didaftarkan ke kantor pertanahan, atau lewat PTSL,” kata dia.

Adapun berkaitan dengan pelayanan, dia menyebutkan bahwa kepala desa memang wajib memberikan layanan kepada warga yang hendak mengurus sertifikat terhadap tanah letter c.

“Kalaupun di desa itu ada permasalahan, mohon untuk diselesaikan, memberikan mediasi kepada para pihak yang bersengketa, sehingga ada kepastian dan mereka terlayani,” tandas dia. (mzk)
 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved