Berita Solo

Pengangkatan Raja Keraton Surakarta Disoal, Cucu PB XI Minta Musyawarah Trah PB II HIngga PB XIII

Cucu PB XI menyebut pengangkatan KGPH Purboyo sebagai raja Keraton Surakarta tidak sah lantaran bukan hasil musyawarah keluarga.

TRIBUNJATENG/WORO SETO
PENOBATAN RAJA - Penobatan KGPH Purboyo sebagai raja Keraton Solo PB XIV dalam acara jumenengan, Sabtu (15/11/2025). Penobatan KGPH Purboyo sebagai PB XIV dinilai tidak sah lantaran bukan hasil musyawarah keluarga keraton. Cucu PB XI merekomendasikan musyawarah mulai dari trah PB II hingga PB XIII. 
Ringkasan Berita:

 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SOLO - Penobatan KGPH Purboyo sebagai rajak Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Pakubuwono (PB) XIV dinilai belum sah.

Pasalnya, penobatan tersebut bukan hasil musyawarah trah Mataram melainkan klaim sepihak dari salah satu istri PB XIII dan sebagian putri PB XIII.

Kabar adanya surat wasiat dari PB XIII tekait pengangkatan KGHP Purboyo sebagai raja Keraton Solo juga diragukan.

Hal ini diungkapkan BRM Nugroho Iman Santoso, cucu dari Paku Buwono XI.

Baca juga: Keraton Solo Resmi Punya 2 Raja. Dualisme Pemimpin Pernah Terjadi di Era PB XIII Tahun 2004-2012

BRM Nugroho mengatakan, sejumlah keputusan PB XIII, termasuk pengangkatan permaisuri dan putra mahkota, sering dilakukan tanpa musyawarah adat.

Ini membuat semua dokumen terkait suksesi raja Keraton Solo perlu diverifikasi melalui mekanisme adat yang benar.

"Tidak ada suksesi yang sah tanpa pakem adat."

"Dokumen apa pun harus diverifikasi dulu oleh lembaga adat dan seluruh trah PB II hingga PB XII."

"Tidak bisa hanya berdasarkan klaim sepihak,” kata BRM Nugroho, Selasa (18/11/2025).

Menurutnya, kepemimpinan raja adalah estafet, bukan kekuasaan absolut.

Dalam tradisi Mataram Islam Surakarta, raja bukan pemegang kekuasaan absolut. 

Kepemimpinan raja adalah estafet adat, bukan hak pribadi.

"Karaton Surakarta merupakan warisan bersama dari seluruh trah PB II hingga PB XIII, bukan milik individu atau keluarga tertentu,” ujarnya.

Ia menambahkan, semua keputusan penting, terutama suksesi raja, harus tunduk pada norma adat, norma hukum, nilai-nilai agama, musyawarah trah dan musyawarat adat.

Kirab yang dilaksanakan kubu pendukung KGPH Purboyo pada 15 November 2025 lalu, dinilai sebagai karnaval publik, bukan prosesi adat.

“Kirab tanpa musyawarah adat tidak memiliki legitimasi. Itu hanya bagian dari pencitraan, bukan pengukuhan raja,” katanya.

Baca juga: Geger Keraton Solo: Lembaga Dewan Adat Nobatkan KGPH Hangabehi Jadi PB XIV, Kubu Putra Mahkota Murka

BRM Nugroho Iman Santoso menekankan bahwa persoalan suksesi ini bukan pertentangan antara trah PB XII dan trah PB XIII tetapi urusan seluruh dinasti Mataram Islam Surakarta.

"Keluarga inti Karaton Surakarta bukan hanya Trah PB XIII."

"Keluarga inti karaton adalah seluruh trah dinasti Mataram Islam Surakarta dari PB II hingga PB XIII."

"Semuanya memiliki hak adat dan tanggung jawab dalam menentukan estafet kepemimpinan,” ujarnya.

Karena itu, seluruh trah wajib terlibat untuk memilih pemimpin terbaik dari yang terbaik, menjaga kelangsungan budaya dan kewibawaan karaton, merangkul seluruh sentono dalem dan masyarakat adat, serta bersinergi dengan pemerintah daerah hingga pusat demi masa depan Karaton Surakarta.

Agar tidak terjadi perpecahan, BRM Nugroho Iman Santoso menyerukan agar diadakan musyawarah besar trah PB II–PB XIII, dengan melibatkan lembaga adat, para sesepuh, dan seluruh sentono dalem, dan untuk menentukan estafet kepemimpinan yang benar-benar sah menurut adat.

"Legitimasi tertinggi dalam suksesi Karaton Surakarta lahir dari musyawarah besar, bukan klaim sepihak."

"Hanya dengan cara itu karaton bisa maju dan bermartabat," katanya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved