Berita Jateng
Gubernur Jateng Dikritik, Gejala Mual setelah Makan Spageti MBG Bukan karena Perut Anak Kaget
Pernyataan Gubernur Jateng Ahmad Luthfi soal perut anak kaget setelah menyantap menu MBG spageti sehingga mengalami mual dan muntah, dikritik.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG – Pernyataan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi soal perut pelajar 'kaget' setelah menyantap spageti sebagai menu makan bergizi gratis (MBG) sehingga memicu gejala mual dan muntah, dikritik.
Ahli Gizi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Fitriyono Ayustaningwarno mengungkap, mual dan muntah merupakan gejala keracunan makanan yang dapat dipicu kesalahan dalam proses memasak serta menyajikan makanan yang tidak memenuhi standar keamanan pangan.
Sebelumnya, Gubernur Luthfi menyoroti kasus dugaan keracunan makanan pada pelajar setelah menyantap MBG menu spageti.
Luthfi mengatakan, perut anak-anak yang terbiasa makan mi instan dimungkinkan kaget setelah menyantap spageti.
Namun, pernyataan Luthfi ini dipatahkan Fitriyono.
"Mi instan maupun spageti sama-sama berbahan dasar tepung terigu."
"Jadi, bukan karena anak-anak tidak terbiasa makan spageti tapi karena proses penyajian yang terlalu lama dari waktu masak hingga dikonsumsi," ujar Yusta, sapaan akrabnya, Jumat (10/10/2025).
Baca juga: Lagi, 12 Siswa SD di Banyumas Diduga Keracunan MBG, Kali Ini Menu Spageti
Ia menjelaskan, makanan matang seharusnya tidak dibiarkan di suhu ruang lebih dari empat jam.
Jika lebih dari itu, mikroba dapat berkembang cepat di kisaran suhu 4–50 derajat Celsius, dimana ini merupakan zona berbahaya dalam keamanan pangan.
"Kalau di dapur MBG, proses produksi biasanya dimulai malam hari, sekitar pukul 21.00 sampai subuh, lalu makanan baru dikirim dan disajikan siang, jarak waktunya jauh lebih lama dari batas aman," ucapnya.
Selain waktu tunggu yang panjang, Yusta juga menyoroti risiko kontaminasi dalam sistem produksi masal.
Satu dapur Satuan Pelaksana Penyedia Gizi (SPPG) bisa melayani ribuan porsi untuk beberapa sekolah.
Sekolah yang jaraknya paling jauh otomatis punya risiko lebih tinggi karena distribusinya lebih lama.
"Kadang, proses memasak juga diulang karena keterbatasan alat."
"Misalnya, sayur dimasak tiga kali. Yang pertama, paling lama terpapar udara dan itu yang paling berisiko menimbulkan keracunan," jelasnya.
Solusi Cegah Keracunan
Hancur! Kakek Nikahi Gadis dengan Mahar Cek Palsu 3 Miliar di Pacitan Ternyata Eks Napi |
![]() |
---|
Akhir Pelarian Pemuda Ngaliyan Semarang Culik dan Cabuli Siswa SD, Ngaku Mahasiswa |
![]() |
---|
Gebrakan Bupati Sudewo, Renovasi GOR Pesantenan Senilai Rp 4,9 Miliar |
![]() |
---|
Pemkab Wonosobo Perketat Razia Miras, Ribuan Botol Minuman Haram Dimusnahkan |
![]() |
---|
Pelatih Kendal Tornado FC Tahu Kelemahan PSS Sleman, Yakin Bisa Curi Poin |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.