Berita Jateng

Air Laut Tinggal Ambil Mengapa Produksi Garam Turun di Demak, Ini Penyebabnya

Ketika musim hujan datang lebih cepat atau berlangsung tidak menentu, aktivitas produksi pun terhenti dan penghasilan petani menurun drastis

Penulis: faisal affan | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS/TITO ISNA UTAMA
ILUSTRASI- Petani Kedungmalang memanen garam di tambak miliknya di Desa Kedungmalam, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (11/12/2024). Petani mengeluhkan penurunan harga garam di tengah panen raya. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, DEMAK – Kondisi petani garam di Kabupaten Demak mendapat sorotan dari Anggota DPD RI Dapil Jawa Tengah, Abdul Kholik.


Menurutnya, petani garam di Demak masih sepenuhnya bergantung pada cuaca dalam proses produksi. 


Ketika musim hujan datang lebih cepat atau berlangsung tidak menentu, aktivitas produksi pun terhenti dan penghasilan petani menurun drastis.


“Musim hujan yang tidak menentu ini sangat memukul petani garam. Ditambah lagi, belum adanya tempat pengolahan garam secara industri membuat mereka kesulitan bertahan,” ujar Abdul Kholik saat kunjungan ke Kecamatan Wedung, Demak, Selasa (7/10/2025).


Abdul menyoroti perlunya evaluasi anggaran pemerintah, agar program bantuan dapat tepat sasaran, khususnya untuk petani garam yang terdampak langsung oleh perubahan iklim.


“Anggaran harus diarahkan pada sektor komoditas yang berdampak langsung pada masyarakat. Tahun 2026 nanti, kita harapkan bantuan kepada petani garam bisa benar-benar dirasakan,” tegasnya.


Selain menampung keluhan petani, Abdul juga menerima usulan pembentukan “Kampung Garam” di Kecamatan Wedung, mengingat wilayah tersebut memiliki potensi produksi besar untuk memenuhi kebutuhan pasar Jawa Tengah.


“Aspirasi ini akan saya bawa ke pemerintah pusat agar bisa segera direalisasikan,” tambahnya.

Baca juga: Benarkah Indonesia Lebih Takut Wasit Ketimbang Pemain Arab Saudi?


Sementara itu, Masruri, pengurus Koperasi Garam Laut Desa Babalan, Kecamatan Wedung, mengungkapkan bahwa produksi garam di wilayahnya turun hingga 50 persen.


“Penurunan ini dipengaruhi cuaca kemarau basah yang sudah diprediksi BMKG, serta air rob yang masuk ke lahan garam,” ujarnya.


Masruri juga mengeluhkan harga garam yang tidak stabil di pasaran. Saat produksi melimpah, harga garam anjlok, sedangkan ketika stok menipis, harga justru melonjak.


“Sekarang harga garam memang tinggi, tapi barangnya tidak ada. Yang punya gudang masih bisa jual, tapi petani kecil kasihan, hasil panennya tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” katanya.


Ia berharap kehadiran anggota DPD RI dapat membawa kebijakan baru untuk meningkatkan produksi garam di Demak, termasuk bantuan alat pengolahan garam agar petani tetap bisa berproduksi sepanjang tahun.


Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Demak, Nanang, mengatakan pemerintah daerah telah membantu petani dengan pemberian geomembran yang diambil dari anggaran APBD Kabupaten Demak.


“Kami sudah menyalurkan bantuan geomembran untuk membantu petani garam, tapi tidak bisa terus menerus karena ada efisiensi anggaran dari pemerintah pusat,” jelasnya.


Nanang menambahkan, Pemkab Demak akan terus berupaya mencari solusi bersama pemerintah provinsi dan pusat agar produksi garam tetap berkelanjutan di tengah tantangan perubahan iklim.(afn)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved