Berita Semarang

PGRI Semarang Tolak Wacana Guru Jadi Tester Makanan MBG: Siapa yang Jamin Nyawa Guru?

Ketua PGRI Kota Semarang menolak wacana guru jadi tester makanan MBG sebelum diberikan ke murid. Tak mau nyawa guru jadi taruhan.

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/IQBAL SHUKRI
SIAPKAN MGB - Ilustrasi. Petugas SPPG di Blora menyiapkan makanan program MBG yang akan didistribusikan ke sekolah. PGRI Kota Semarang kritik wacana guru jadi tester makanan MBG sebelum dibagikan ke murid. Pertanyakan penjamin nyawa guru saat makanan ternyata tak layak konsumsi. 

Khoiri menyarankan, pengawasan MBG melibatkan unsur komite sekolah.

Dengan begitu, kontrol tidak berhenti di dapur penyedia (SPPG) tetapi juga terus berlapis hingga ke sekolah.

"Pelibatan komite penting agar ada kontrol dari masyarakat. Jangan semua dibebankan ke guru. Guru biar fokus mengajar," ucapnya.

Baca juga: Cerita Korban Keracunan MBG di Ungaran Semarang: Sempat Tolong Teman sebelum Muntah Hingga Dehidrasi

Ia mencontohkan, beberapa sekolah swasta di Semarang bahkan menolak program MBG karena orangtua siswa lebih percaya pada makanan yang disiapkan kantin sekolah. 

"Yang saya tahu, ada tiga sekolah swasta menolak."

"Mereka memilih jalur sendiri karena lebih yakin dengan kebersihannya," ungkapnya.

Bagi Khoiri, bicara soal makanan di sekolah, tidak bisa hanya dilihat dari angka statistik. 

Meski jumlah kasus keracunan MBG masih terbilang kecil dibandingkan total porsi yang didistribusikan, kesehatan anak-anak tetap tidak boleh dipertaruhkan.

"Kalau bicara statistik, misalnya dari satu juta porsi hanya 50 yang bermasalah. Angkanya kecil. Tapi ini nyawa. Tidak bisa disepelekan," katanya.

Pernyataan itu juga berlaku bagi guru. 

Mencicipi makanan bukan berarti aman, justru bisa menjadi pintu masuk risiko. 

Khoiri menegaskan, MBG tetap program penting yang harus didukung. 

Namun, dukungan itu tak bisa polos-polosan tanpa pengawasan serius. 

Dari bahan baku, cara masak, hingga waktu distribusi semuanya membutuhkan kedisiplinan pelaksana di lapangan.

"SOP itu sebenarnya sudah ada. Masalahnya di lapangan, kedisiplinan pelaksanaan itu yang sering lemah."

"Di sinilah peran pengawasan eksternal harus diperkuat," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved