Berita Jateng

Dewan Tanya Mengapa TNI Terlibat di Program MBG, Bukannya Tugasnya Perang?

Selain mendukung kesuksesan program MBG di daerah, menurutnya Kodim, Koramil, Babinsa juga mendukung kesuksesan program pemerintah yang lain

Penulis: M Iqbal Shukri | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS/ISTIMEWA WARGA
Ilustrasi menu MBG 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BLORA - Komandan Kodim (Dandim) 0721/Blora, Letkol Inf Agung Cahyono, buka suara terkait pernyataan Ketua Komisi D DPRD Blora, Subroto, yang mempertanyakan keterlibatan aparat TNI dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).


"Terkait dengan tugas-tugas TNI, yang disampaikan itu kan tugas kodim 'perang tidak ngurusi makan atau apalah' yang lain itu."


"Ya, saya sampaikan bahwa sudah termaktub di undang-undang kita ada tugas-tugas militer untuk perang, dan operasi militer selain perang."


"Jadi di balik itu kita selaku Kodim kewilayahan mempunyai tugas ataupun melaksanakan fungsi utama yaitu pembinaan teritorial di wilayah, sampai ke tingkat desa yaitu Babinsa," jelasnya, Senin (22/9/2025).


Lebih lanjut, Agung mengatakan peran Kodim, Koramil, dan Babinsa, perannya dalam program MBG hanya sebatas pengawasan secara eksternal.


"Babinsa itu mempunyai kemampuan teritorial, salah satunya adalah penguasaan wilayah, sehingga apa yang terjadi di situ dia harus tahu dan mampu mengkondisikan, sehingga situasi khususnya di desa itu kondusif."


"Salah satunya, misal ada tanggung jawab wilayahnya, itu ada dapur, ya dia harus tahu di situ. Babinsa harus tahu bahwa itu operasional atau tidak, pengawasan secara eksternal," jelasnya.

Baca juga: Pengusaha Gadai Dibunuh Pelanggannya di Semarang, Barang Berharga Digondol

Tupoksi

Agung juga menjelaskan secara spesifik tugas Babinsa di desa dalam program MBG, sekaligus batasannya.


"Jadi tugasnya babinsa misalnya di Desa Seso, ada dapur, ya dia wajib tahu di situ tapi tidak sampai ke dalam. Tidak sampai tahu yang menyediakan bahannya siapa."


"Tapi hanya, oh ini operasional (dapur)  jumlahnya sekian, hari ini menunya ini, distribusinya ke mana saja, cukup itu. Dia akan melaporkan itu," jelasnya.


Selain mendukung kesuksesan program MBG di daerah, menurutnya Kodim, Koramil, Babinsa juga mendukung kesuksesan program pemerintah yang lain, seperti swasembada pangan, yang meliputi luas tambah tanam, hingga irigasi perpompaan.


"Kedaulatan pangan itu juga menjadi tugas-tugas tambahan anggota kita di wilayah, sehingga tidak ada yang namanya Kodim hanya perang di daerah."


"Kita situasi tidak perang, sehingga kita melaksanakan tugas-tugas selain perang salah satunya itu tadi, penguasaan wilayah kemudian, pemberdayaan wilayah daerah," paparnya.


Selain itu, Agung, juga menanggapi pernyataan Subroto, yang siap dibenci aparat TNI atas konsekuensi pernyataan yang dilontarkan.


"Saya sampaikan, titik poinnya TNI tidak membenci siapapun. Jadi sekali lagi TNI tidak membenci siapapun. Kita dari rakyat hadir untuk rakyat mengatasi kesulitan rakyat di sekelilingnya, itu titik poinnya," jelasnya.


Sebelumnya diberitakan, Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Blora kembali menuai kritik.


Komisi D DPRD Blora menyoroti keterlibatan aparat TNI dalam program tersebut, yang dinilai kurang tepat dengan fungsi dan tugas pokoknya.


Ketua Komisi D DPRD Blora, Subroto, mengungkapkan bahwa pengawasan terhadap jalannya program MBG masih lemah.


Ia menekankan, penggunaan dana publik harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.


"Ini uang rakyat, meskipun program pemerintah, program presiden, tidak semena-mena terus semuanya diam-diam saja," jelasnya, di sela-sela diskors rapat Audiensi pembahasan permasalahan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Blora, Kamis (18/9/2025).


Subroto menilai kejanggalan terlihat dari peran aktif Kodim dan Koramil dalam program MBG. 


"Justru yang lebih tahu adalah Kodim dan Koramil. Ini kan aneh. Lah Kodim, Koramil tugasnya kan perang. Ini ngurusi makanan."


"Aku dibenci Kodim ora (tidak) apa-apa. Dibenci tentara ora (tidak) apa-apa," terangnya.


Menurutnya, lembaga militer seharusnya tidak terlibat langsung dalam urusan distribusi pangan, melainkan pertahanan.


Politisi PDIP itu juga menyebut bahwa sejumlah instansi yang seharusnya dilibatkan, seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Blora, justru tidak mendapatkan peran dalam program MBG.


Komisi D DPRD Blora berencana meminta klarifikasi lebih lanjut kepada pihak terkait agar pelaksanaan MBG sesuai dengan tujuan awal, yaitu meningkatkan gizi siswa secara merata.


"Sampai Dinas Kesehatan pun program ini tidak tahu. Bisa ditanyakan kalau enggak percaya. Dinas Kesehatan itu enggak tahu. Harus seperti apa itu, speknya seperti apa, tidak dilibatkan sama sekali," jelasnya.


Oleh karena itu, pihaknya mendorong dalam program MBG ini, untuk dibentuk pengawas independen.


"Pengawasannya hampir tidak ada, karena mereka SPPG itu seolah-olah dia bertanggung jawab langsung kepada Badan Gizi Nasional (BGN) pusat. Kami menyarankan untuk kemudian dibentuk pengawasan independen," paparnya.


Pasalnya, Komisi D DPRD Blora juga mengungkap ada sejumlah kejanggalan selama berlangsungnya program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Blora.


Hal itu disampaikan saat rapat Audiensi pembahasan permasalahan Makan Bergizi Gratis (MBG) di Blora, Kamis (18/9/2025).


Dalam rapat itu, diungkapkan ada temuan terkait surat perjanjian antara pihak Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di salah satu kecamatan di Blora, dengan pihak sekolah.


Berdasarkan foto surat perjanjian yang diterima Tribunjateng.com, ada 9 poin dalam isi surat perjanjian itu.


Namun, ada beberapa poin yang sangat disayangkan oleh Komisi D DPRD Blora.


Ketua Komisi D DPRD Blora, Subroto, menjelaskan sejumlah poin dalam surat perjanjian tersebut terdapat kejanggalan. Utamanya pada poin 5 dan poin 8. 


"Poin lima terkait pergantian piring (ompreng), kalau hilang. Lah, untuk ganti rugi ya ini juga tidak wajar. Misal ada sendok yang hilang atau peralatan yang hilang itu dendanya sampai Rp 80 ribu."


"Bagaimana pihak sekolah yang tetap ngurusi anak-anak sebanyak itu? Andaikan ada (tempat makan) yang hilang, terus (diminta) ganti Rp 80 ribu (per ompreng)," jelasnya.


Selanjutnya, pada poin 7, terkait pihak sekolah diminta untuk merashasiakan jika ada kejadian luar biasa, seperti keracunan, ketidaklengkapan paket makanan, atau kondisi lain yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaan program MBG.


"Kemudian perjanjian yang nomor tujuh, apabila ada semacam komplain, ada keracunan, ada makanan basi, ada makanan yang tidak dimakan dan tidak layak itu tidak diperbolehkan diunggah di medsos, kasarnya seperti itu, tidak boleh difoto. Cukup dibicarakan secara kekeluargaan dengan SPPG."


"Terus kemudian yang bicara itu harus siapa? Ini pertanyaannya. Karena di situ di SPPG tidak ada pengawasannya. Hampir tidak ada karena mereka SPPG itu seolah-olah dia bertanggung jawab langsung kepada BGN pusat," jelasnya.


Selain itu, dalam hasil audiensi juga sempat dibahas terkait, ternyata pihak guru-guru di sekolah masing-masing mendapat tugas tambahan.


"Ini sekolah pihak guru ya diinstruksikan piring atau ompreng harus bersih. Makanya ketika SPPG berdalih bahwa 'oh makanan selalu habis' ya habis memang karena dibersihkan oleh guru-guru kelas masing-masing, yang kedua anak-anak diperintahkan oleh wali murid oleh guru untuk membawa tempat bekal, untuk membawa sisa-sisa makanan tersebut."


"Sehingga pihak SPPG seolah-olah tidak punya dosa. Karena makanan habis dan bersih," paparnya.(Iqs)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved