Berita Banyumas
Lansia Banyumas Hidup di Gubuk Reyot dan Mengais Gabah saat Anggota DPRD Terima Tunjangan Fantastis
Kesenjangan sosial antara anggota DPRD Banyumas dan masyarakat sangat nyata, ada yang harus tinggal di gubuk reyot atau mengais gabah demi hidup.
Penulis: rika ira | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM - Kesenjangan sosial antara wakil rakyat yang duduk di DPRD Banyumas dengan warganya, sangat nyata.
Di saat para wakil rakyat diguyur tunjangan perumahan bernilai fantastis, ada warga yang harus tinggal di gubuk reyot tak layak huni.
Ada juga warga yang menggantungkan makan dari mengais gabah sisa panen pemilik sawah.
Kendati pimpinan dan anggota DPRD Banyumas setuju aturan soal tunjangan itu direvisi, namun pada 1 Oktober 2025, para wakil rakyat tersebut masih mendapat tunjangan perumahan dan transportasi sesuai aturan lama.
Diketahui, sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2024, tunjangan perumahan ketua DPRD Banyumas sebesar Rp42,6 juta per bulan.
Sementara, wakil ketua DPRD Banyumas menerima Rp34,6 juta dan anggota DPRD Banyumas mendapat Rp23,6 juta per bulan.
Baca juga: Tiga Kali Berubah, Tunjangan Perumahan Anggota DPRD Banyumas Melonjak Hingga Rp42 Juta Per Bulan
Pemerhati kebijakan publik Aan Rohaeni SH mengatakan, besaran tunjangan perumahan ketua DPRD Banyumas itu dapat digunakan untuk menyewa setidaknya empat rumah mewah di kawasan elit di Kota Satria, kawasan Taman Anggrek.
Tinggal di Gubuk Reyot

Kesejahteraan anggota DPRD Banyumas tersebut sangat berbanding terbalik dengan sejumlah rakyat yang diwakilinya.
Kakak beradik Ngadiyem dan Tukimin, misalnya, harus menghabiskan masa tua di gubuk reyot di sudut sunyi Desa Bangsa, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas.
Tujuh tahun terakhir, mereka tinggal di gubuk berdinding anyaman bambu yang sudah keropos, berlantai tanah yang dingin dan lembap, dan atap seng tua yang berlubang di banyak sisi.
"Kadang hujan deras, kami hanya bisa diam, air masuk ke mana-mana," bisik Ngadiyem saat dijumpai tetangga yang datang menengok, Rabu (1/10/2025).
Mereka hidup tanpa pekerjaan, tanpa penghasilan, dan tanpa jaminan, apalagi tunjangan seperti yang di dapat anggota dewan.
Bahkan, tanah tempat gubug itu berdiri pun bukan milik mereka.
Ngadiyem dan Tukimin adalah dua dari banyak warga Banyumas yang hidup dalam kemiskinan ekstrem.
Hidup keduanya terasing, terlupakan, dan terperangkap dalam siklus hidup yang tidak adil.
Batik Parang Lumbon Khas Banyumas Diresmikan, Ini Makna Filosofinya |
![]() |
---|
Ketimpangan Sosial di Banyumas Nyata: Lansia Kakak Adik Hidup di Gubuk Reyot di Desa Bangsa Kebasen |
![]() |
---|
Harga Bawang Merah dan Bawang Putih di Banyumas Kompak Naik, Harga Beras Masih Tinggi |
![]() |
---|
Memoar Lengger Narsih Mengungkap Perjalanan 53 Tahun Seniman Banyumas Mencegah Kepunahan Lengger |
![]() |
---|
LPPM Unsoed Turun ke Desa, Ajari Warga Pekunden Cara Bikin Wisata Jadi FYP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.