Berita Purbalingga
Modus Peredaran Narkoba di Kalangan Pelajar Purbalingga, Kedok Warkop hingga Gerobak Kontainer
Maraknya peredaran obat-obatan tersebut menurutnya erat kaitannya dengan keberadaan warung Aceh
Penulis: khoirul muzaki | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, Peredaran narkoba di wilayah Kabupaten Purbalingga cukup mengkhawatirkan.
Ironisnya, barang haram itu banyak beredar di kalangan pelajar yang belum berpenghasilan.
Generasi yang digadang memimpin Indonesia di masa akan datang justru lebih dulu rusak karena dampak buruk narkoba.
Catatan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Purbalingga, dari 33 klien telah menjalani rehabilitasi sepanjang tahun ini, hampir 80 persen di antaranya merupakan pelajar di tingkat SMP.
Kepala Tim Rehabilitasi, Awan Pratama menjelaskan, kasus penyalahgunaan narkotika di Purbalingga sebenarnya cenderung landai.
Tetapi faktor pemicunya kini semakin banyak. Terutama akibat maraknya peredaran obat-obatan terlarang yang dijual bebas di sejumlah warung atau ruko tertentu.
"Mayoritas yang kami tangani adalah penyalahgunaan psikotropika, seperti obat penenang yang seharusnya hanya bisa direspkan oleh dokter. Tetapi obat-obatan ini justru dijual bebas dengan harga yang murah, yakni sekitar Rp10 ribu bisa dapat dua atau tiga, sehingga ini menjadikannya sangat mudah untuk diakses oleh pelajar," ungkapnya kepada Tribunbanyumas.com, Kamis (25/9/2025).
Baca juga: Kondisi 3 Striker Timnas Jelang Lawan Arab Saudi dan Irak, Ole Romeny Mengkhawatirkan
Warung Aceh
Maraknya peredaran obat-obatan tersebut menurutnya erat kaitannya dengan keberadaan warung-warung yang dikenal masyarakat sebagai "Warung Aceh."
Warung tersebut diduga menjadi tempat penjualan obat-obatan tanpa izin seperti tramadol dan alprazolam.
Penjualannya pun dilakukan secara terselubung, dengan modus membuka warkop, ruko ataupun kontainer sewaan.
"Ciri-cirinya, barang dagangan terbatas, dan hanya beberapa item saja yang dijual. Tapi pembelinya kebanyakan anak muda, dan cenderung aktif di malam hari," ujarnya.
Untuk mencegah kasus semakin meluas, pihaknya mengatakan aktif melakukan sosialisasi dengan cara-cara kekinian, termasuk melalui sosial media seperti TikTok agar lebih dekat dengan generasi muda.
Selain itu, upaya juga dilakukan dengan jemput bola ke sekolahan untuk melakukan pembinaan kepada para siswa, dan seluruh layanan tersebut dilakukan tanpa biaya atau gratis.
"Yang perlu digarisbawahi, rehabilitasi bukanlah aib. Justru ini adalah upaya penyelamatan agar anak tidak naik kelas menjadi pengedar," tuturnya.
BNN menargetkan tahun ini hanya melayani sebanyak 20 klien, namun kenyataanya sudah ada 33 kasus yang ditangani. Angka ini pun menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat di kalangan remaja masih menjadi ancaman yang serius dan perlu menjadi perhatian bersama. (Farah Anis Rahmawati)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.