TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Turunnya suhu drastis di musim kemarau atau dikenal sebagai mbediding tengah melanda wilayah Jawa Tengah.
Udara dingin menusuk tulang mulai terasa, terutama malam hingga pagi hari.
Kondisi ini ramai diperbincangkan warganet di media sosial.
Pasalnya, di wilayah mereka, suhu udara yang harusnya hangat saat memasuki musim panas ini justru mencapai belasan derajat Celsius.
Menurut Forecaster Stasiun BMKG Ahmad Yani Semarang, Ferry Oktarisa, fenomena mbediding di Jateng saat ini terjadi karena masuknya musim kemarau disertai aktifnya angin timuran dari Australia serta langit malam yang cerah tanpa awan.
"Udara dingin terasa karena panas dari permukaan bumi cepat dilepas ke atmosfer. Hal ini membuat suhu turun drastis, terutama malam sampai pagi," jelas Ferry, Kamis (10/7/2025).
Baca juga: Jateng Dilanda Fenomena Mbediding, BMKG Ingatkan Potensi Suhu Udara Hingga 3 Derajat Celsius
Ferry mengatakan, fenomena mbediding biasanya terjadi mulai tengah malam hingga pagi, sekitar pukul 07.00 WIB.
Di sejumlah daerah di Jateng, seperti di Kota Semarang, suhu terendah tercatat 21 derajat Celsius.
Namun, suhu lebih rendah bisa terjadi di daerah dataran tinggi, semisal Dieng, Wonosobo, Banjarnegara, Selo Boyolali.
"Kalau di Dieng, pada puncak musim kemarau Juli–September, suhu bisa turun sampai 3 derajat Celsius."
"Tahun lalu bahkan muncul fenomena embun upas (embun es), tapi tahun ini belum terjadi," ungkapnya.
Ferry mengimbau warga memakai pakaian hangat, terutama di malam hari.
Warga juga diminta menjaga daya tahan tubuh agar fenomena mbediding tidak memengaruhi kondisi kesehatan.
Lantas, kapan fenomena mbediding di Jateng ini berakhir?
Fenomena Embun Es
Fenomena mbediding di Jateng terjadi saat memasuki musim kemarau hingga puncak musim kemarau berlangsung.