TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Muda-mudi larut dalam segelas kopi duduk di kursi kecil dengan posisi melingkar bersama kawan-kawannya.
Entah apa yang dibicarakan tapi mereka begitu asik sambil menghisap sebatang rokok.
Beginilah malamnya Purwokerto kini, setiap sudutnya jadi tempat nongkrong anak muda kekinian.
Warung kopi jalanan menyajikan ruang berkumpul dengan kenyamanannya tersendiri bagi mereka.
Bukan hanya yang berasal dari kantong pas-pasan saja, yang memakai mobil pun sah-sah saja menikmati nuansa malam di kota satria.
Tongkrongan anak muda di warung kopi pinggir jalan telah menjadi fenomena yang umum di Indonesia, terutama di kalangan gen Z.
Maraknya aktivitas ini pun sudah menjadi salah satu kegiatan trend yang sangat disukai para anak muda.
Meraka dapatkan suasana yang unik dan nyaman sebagai tempat ideal bersantai, bekerja, atau bahkan bertemu dengan teman-teman dan kolega.
Tidak bisa dipungkiri berkembangnya zaman dan dipengaruhi kemajuan teknologi di era globalisasi, menyebabkan banyaknya perubahan yang terjadi.
Banyak dari mereka menghabiskan waktu di perangkat elektronik yaitu bermain game online atau media sosial.
Ada juga mahasiswa yang mengerjakan skripsi sambil nongki-nongki.
Akademisi dan Sosiolog Fisip Unsoed, Tyas Retno Wulan berpandangan masyarakat urban seperti di Purwokerto butuh yang namanya ruang berekspresi dan eksistensi diri.
Budaya nongkrong baik itu di coffeshop biasa atau yang berkelas juga tidak lepas dari budaya konsumerisme.
Kopi yang awalnya harganya Rp2 ribu sampai Rp3 ribu ketika di tempat ruang ekspresi diri maka harganya juga akan naik.
Baca juga: Dalam 3 Bulan Terjadi 21 Kasus Kecelakaan di Rel dan Perlintasan Sebidang Wilayah Daop 4 Semarang
Di Indonesia kebiasaan nongkrong juga menjadi bagian dari kelas menengah dalam wujud eksistensi.
Terutama yang dilakukan oleh para anak muda Gen Z. Contohnya adalah bagaimana sekarang anak kuliah mengerjakan tugas harus di cafe atau coffeshop kekinian.
Bahkan di kota-kota besar, kecenderungan banyak anak kantoran pulang kerja mampir ke coffeshop.
Bukan hanya eksistensi diri, tapi ada juga konsumerisme dan persoalan mental health.
"Hal ini bersinggungan dengan anak-anak sekarang yang memberikan ruang khususnya tentang mental health.
Sangat tahu kerja itu bagaimana, kesehatan mental mereka atau istilahnya Work life balance," katanya saat dihubungi Tribunbanyumas.com, Rabu (16/4/2025).
Ia mengatakam kopi secara fungsi adalah minuman yang menyegarkan.
"Kita jadi melihat kopi sekarang bukan sekadar menyegarkan tapi ada ruang simbol.
Anak-anak dimana sekarang ngopi di Arasta, Starbuck yang mungkin bagian dari masyarakat modern," jelasnya.
Ketika anak muda meminum kopi-kopi itu mereka seperti memposisikan diri.
"Ada makna konsumsi, ada tanda dan pemaknaan. Ini lohh aku modern
Diposting sampai malam nongkrong, kalau di unsoed, selalu penuh, jadi seperti ingin menunjukan saya bagian dari kaum urban," terangnya.
Anak muda saat ini selalu ingin ikut trend atau istilahnya adalah Fears of Missing Out (Fomo).
Gen z dikenal sebagai generasi yang butuh ruang untuk menyehatkan mental.
"Dalam benak meraka berpikir saya menunjukan kepada teman-teman saya antara tugas saya dan happynya saya.
Sementara kalau pekerja, adalah menjalin relasi sosial menambah bisnis.
Jadi tujuannya sama sama temen teman ruang urban menukarkan eksistensi diri dan ruang untuk ekspresi tapi tujuannya beda," jelasnya. (jti)