TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tambakrejo, Semarang Utara, Kota Semarang, memang telah tenggelam.
Namun, hal itu tak menyurutkan para peziarah yang keluarganya dulu dimakamkan di situ untuk mengunjunginya setiap hari Lebaran.
"Kami setiap lebaran pasti ke pinggir laut dekat TPU Tambakrejo yang sudah tenggelam. Di situ, ada makam almarhum bapak," ujar peziarah, Yudi kepada Tribun, Selasa (1/4/2025).
Yudi dan keluarganya setiap berziarah selalu duduk berjajar rapi di pinggir laut dengan menghadap ke arah makam yang berada sisi barat Tambakrejo.
Mereka berdoa bersama selepas itu menabur bunga.
Mereka mendatangi tempat itu dengan menggunakan perahu.
Baca juga: Joao Ferrari Sayangkan mundurnya Evandro Brandao dari skuad PSIS
Adapula peziarah yang hanya berada di pinggir laut yang tak jauh dari lokasi bekas makam.
Setiap kali berziarah, mereka merapal doa dan menabur bunga di atas air laut.
"Meski tidak berdoa di depan makam langsung, kami yakin bahwa doanya akan tetap sampai," terangnya.
Kendati kuburan ayahnya sudah ditelan lautan, Yudi dan keluarganya terus mempertahankan budaya ziarah kubur.
Alasan Yudi karena sebagai obat penawar rindu.
"Ya sebagai tombo (obat) kangen," bebernya.
Selain itu, dia juga ingin menanamkan ingatan kepada anak-anaknya bahwa tempat itu adalah makam kakeknya.
"Menjaga ingatan supaya jangan sampai lupa ke anak cucu bahwa di tempat itu ada makam bapak," paparnya.
Yudi mengungkapkan, makam ayahnya telah hilang sekitar tahun 2010.
Penyebab makam ayahnya tenggelam karena air laut yang naik begitu cepat.
Di sisi lain, tidak ada upaya lebih serius dari pemerintah untuk menahan dampak naiknya air laut.
"Dulu sempat ada tanggul tapi ditabrak kapal tongkat batu bara sehingga memperparah kondisi makam yang akhirnya tenggelam," paparnya.
Dia sendiri dari awal sudah berupaya memindahkan makam orangtuanya tersebut.
Sebab, ada beberapa tetangganya yang berhasil memindahkan makam ke TPU Bergota.
Baca juga: Sebanyak 18.210 Penumpang Diberangkatkan dari Stasiun Daop 5 Purwokerto di Hari Kedua Lebaran
Namun, ketika hendak memindahkan ternyata kondisi tanah di TPU tersebut sudah tidak memungkinkan.
"Ketika tanahnya digali sekitar 50 sentimeter sudah ada air sehingga jasadnya susah untuk diambil."
"Kami akhirnya mengikhlaskan karena sudah kehendak Allah," sambungnya.
Peziarah lainnya, Dani Rujito mengatakan, setiap lebaran selalu berziarah ke makam tenggelam Tambakrejo bersama belasan orang kerabatnya dengan menaiki dua perahu.
"Iya kemarin sudah ziarah, tak hanya saya tapi ratusan warga lainnya juga ziarah," jelas Dani kepada Tribun, Selasa (1/3/2025).
Dani setiba di bekas TPU, hanya memperkirakan saja lokasi bekas kuburan kakek dan ayahnya. Dia lalu mematikan mesin perahu lalu bersama dengan para kerabatnya melantukan doa. "Doanya tetap sampai meskipun kuburannya sudah hilang," katanya.
Dani mengaku, merawat tradisi ziarah ke makam ayah dan kakeknya karena sebagai upayanya untuk terus menjaga ikatan batin. Tak sekedar untuk dirinya melainkan pula ke anak-anak dan para cucunya. "Wajib ziarah kubur. Agar ikatan batin terjaga," ungkapnya.
Dia mengenang, pemakaman Tambakrejo tak ubahnya seperti seperti pemakaman lainnya.
Luasan makam kala itu sekira 200 meter x 10 meter yang sudah diisi oleh ratusan makam.
Kondisi yang membedakan di pemakaman lain hanya pada pohonnya.
Biasanya di makam umum jamak ditemukan pohon kamboja sementara di Tambakrejo berupa pohon cemara.
"Makam tersebut dahulu untuk mengubur para warga meninggal dunia dari tiga wilayah meliputi Tambarejo, Tambaklorok, dan Tambakmulyo," katanya.
Area pemakaman tersebut sudah hilang tenggelam sejak tahun 2015.
Sebelum tahun itu, sesekali makam masih sempat muncul ketika air laut surut.
Warga sebenarnya juga memiliki kesempatan untuk memindahkan makam keluarganya.
Namun, Dani memilih untuk tidak memindahkannya.
"Kata kyai cukup didoakan, jangan dipaksakan makam dipindah, paling penting doanya," ujarnya.
Akan tetapi, adapula warga yang berprinsip sebaliknya. Menurut Dani, ada belasan makam telah dipindah oleh keluarganya.
Baca juga: 12 Korban Pohon Tumbang Pemalang Masih Dirawat di Rumah Sakit, Mayoritas Mengalami Patah Tulang
Belasan jenazah itu dipindah dipindah ke tempat pemakaman daerah Kelurahan Kudu, Kecaman Genuk, Kota Semarang.
"Karena area pemakaman sudah tenggelam, warga sini yang meninggal dunia akan dialihkan ke pemakaman terdekat seperti makam wilayah Kelurahan Tenggang, Terboyo, dan Genuk," bebernya.
Mengapa Tenggelam ?
Merujuk data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) ada sebanyak 1.148 desa pesisir di Indonesia tenggelam pada tahun 2020.
Adapun Jawa Tengah menjadi wilayah yang paling terdampak. Kondisi itu dapat dilihat di beberapa kampung di Kota Semarang, Kabupaten Demak, Kota Pekalongan, dan beberapa daerah pesisir lainnya.
Pakar Lingkungan dan Tata Kota Unissula Semarang, Mila Karmila mengatakan, kawasan pesisir Semarang yang tenggelam di antaranya pemakaman umum lantaran adanya pembangunan yang masif di kawasan pesisir yang menyebabkan kawasan permukiman pesisir alami penurunan muka tanah.
Di samping itu, terjadi kenaikan permukaan air laut.Hal itu diperparah dengan masifnya pengambilan air tanah.
"Kalau itu dihentikan mungkin saja kawasan permukiman tenggelam dapat terhindar," bebernya.
Ia mengatakan, penanganan kampung pesisir agar terbebas dari rob juga tidak dapat dilakukan secara sepotong -potong atau parsial saja.
Tetapi dilakukan secara holistik agar kondisi permukiman pesisir kian tenggelam dapat dihindarkan.
"Jangan bangun yang berat-berat di pesisir seperti kawasan industri, kalau sudah ada ya berhentilah karena dari industri itu kebutuhan air tanah juga dikuras habis," tegasnya. (Iwn)