Sritex Pailit

Buruh Sritex Belum Terima THR dan Pesangon, KSPI dan Partai Buruh Beri Advokasi Lewat Posko Oranye

Penulis: budi susanto
Editor: rika irawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

POSKO ORANYE - Suasana Posko Oranye yang didirikan KSPI dan Partai Buruh Jateng di depan pabrik Sritex Sukoharjo, Rabu (12/3/2025). Posko Oranye didirika sebagai tempat pengaduan dan advokasi bagi karyawan korban PHK Sritex.

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh Jateng mendirikan Posko Oranye sebagai pusat pengaduan dan advokasi bagi korban PHK Sritex.

Posko Oranye tersebut didirikan di depan pabrik Sritex, Sukoharjo, 10-14 Maret 2025.

Ketua DPW FSPMI KSPI Jateng Aulia Hakim mengatakan, Posko Oranye menjadi wadah bagi buruh yang membutuhkan pendampingan hukum.

Di tempat ini, mereka bisa mengadukan terkait hak-hak buruh yang belum dipenuhi perusahaan, termasuk pesangon, surat pengalaman kerja (paklaring), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), serta THR.

"Kami mendirikan Posko Orange ini sebagai bentuk kepedulian dan solidaritas terhadap buruh Sritex yang di-PHK massal."

"Banyak dari mereka yang belum menerima hak-haknya, terutama pesangon dan THR."

"Kami siap mendampingi mereka agar tidak ada hak yang terabaikan," ujarnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Rabu (12/3/2025).

Baca juga: 3 Pabrik Tekstil Lokal Berminat Sewa Alat Produksi Sritex, Keputusan di Tangan Kurator

Posko ini juga akan memantau isu bahwa sebagian pekerja akan dipekerjakan kembali meskipun perusahaan dalam proses pailit. 

Sejumlah aktivis buruh dari berbagai federasi yang berafiliasi dengan KSPI, seperti FSPMI, SPN, FSP KEP, FSP FARKES Reformasi, dan FSP ASPEK Indonesia, akan turut serta mengawal kasus ini.

KSPI juga menegaskan bahwa jika ada buruh di luar PT Sritex yang mengalami permasalahan serupa, mereka dipersilakan untuk melaporkan permasalahan mereka di Posko Orange.

Posko ini beroperasi pukul 09.00-17.00 WIB.

Desak Transparansi Kasus Sritex

Selain mendata permasalahan buruh, KSPI Jateng juga mendesak pemerintah membuka secara transparan penyebab kepailitan PT Sritex. 

Mereka mempertanyakan adanya kemungkinan permainan pihak tertentu yang ingin membeli PT Sritex dengan harga murah melalui proses kurator.

Aulia Hakim menekankan bahwa KSPI akan terus mengawal kasus ini agar tidak ada pihak yang dirugikan.

"Kami ingin tahu siapa yang bermain dalam kasus ini. Apakah ada pihak yang ingin membeli PT Sritex dengan harga murah melalui kurator? Apakah ada pejabat yang terlibat? Semua ini harus dibongkar agar tidak ada kecurangan yang merugikan buruh," tegasnya.

Jika terbukti ada pejabat negara yang terlibat, KSPI meminta pemerintah memberi sanksi tegas, bahkan hingga pemecatan.

Baca juga: Prabowo Didesak Copot Wamenaker Dianggap Tak Mampu Atasi PHK Massal Sritex

KSPI Jateng mengapresiasi langkah cepat Gubernur Ahmad Luthfi yang telah berkoordinasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk memastikan buruh Sritex dapat mengakses manfaat JHT dan JKP. 

Langkah ini dianggap membantu buruh dalam menyambut hari raya meskipun pesangon dan THR masih menjadi tanggung jawab kurator sesuai hukum kepailitan.

Selain itu, KSPI Jateng juga telah menyiapkan peluang kerja bagi buruh terdampak. 

Sekitar 500 hingga 1.000 lowongan kerja di wilayah Jepara dan Pati telah disiapkan bagi buruh Sritex yang ingin segera mendapatkan pekerjaan baru.

Menurutnya, upaya ini dilakukan agar buruh tetap memiliki penghasilan setelah kehilangan pekerjaan di Sritex.

"Kami sudah berkoordinasi dengan beberapa perusahaan di Jepara dan Pati yang siap menampung sekitar seribu buruh terdampak PHK. Ini solusi jangka pendek yang bisa kami upayakan untuk membantu mereka," ujarnya.

KSPI menilai bahwa akar permasalahan ini muncul akibat kegagalan kebijakan di tingkat kementerian. 

Mereka menyoroti ketidaktepatan langkah yang diambil oleh Menteri Tenaga Kerja dalam menangani kasus PT Sritex, yang berujung pada gagalnya penyelamatan perusahaan sebagaimana telah diperintahkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Aulia Hakim bahkan menegaskan bahwa Menaker perlu dievaluasi atau bahkan dicopot dari jabatannya.

"Kami meminta Presiden Prabowo segera mengevaluasi, atau kalau perlu mencopot Menteri Tenaga Kerja yang telah gagal menjalankan tugasnya. Ini bukan hanya soal PHK massal, tetapi juga soal kepercayaan buruh terhadap pemerintah," tegasnya. (*)

Berita Terkini