TRIBUNBANYUMAS.COM- Terbunuhnya kepala biro politik Hamas, Ismail Haniyeh, mulai terungkap.
Menurut kantor berita Saudi Al-Hadath, sejumlah sumber mengatakan pembunuhan Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, dilakukan dengan rudal berpemandu yang diarahkan ke tempat ia menginap di Teheran.
Roket tersebut mengenai sasarannya pada pukul 2 pagi waktu setempat, kata surat kabar itu.
Di sisi lain, sumber Al-Arabiya dan Al-Hadath pada Rabu (30/7/2024) mengkonfirmasi pembunuhan Ismail Haniyeh di Iran.
Sumber tersebut melaporkan bahwa pembunuhan Haniyeh diakibatkan oleh penargetan kediamannya di Teheran.
Sumber itu juga membenarkan bahwa pembunuhan Ismail Haniyeh terjadi pada pukul 02.00 waktu Teheran dengan rudal langsung diarahkan.
"Sumber kami juga melaporkan bahwa Ismail Haniyeh dan rekannya, Wassim Abu Shaaban, dibunuh dengan menargetkan kediaman mereka di Teheran, membenarkan bahwa pembunuhan kepala Biro Politik Hamas terjadi di tempat tidurnya."
Kemunculan terakhir Haniyeh di Teheran adalah saat upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian, di dalam Parlemen Iran.
Musa Abu Marzouk, anggota biro politik Hamas, membenarkan bahwa pembunuhan Haniyeh merupakan tindakan pengecut.
Pada hari Rabu, Hamas mengumumkan pembunuhan Ismail Haniyeh, kepala biro politik gerakan tersebut di luar negeri, dan menekankan bahwa pembunuhan Haniyeh adalah eskalasi yang berbahaya.
Garda Revolusi Iran mengatakan: “Kami sedang mempelajari dimensi pembunuhan Ismail Haniyeh di Teheran, dan kami akan mengumumkan hasil penyelidikannya nanti.”
Iran segera meluncurkan serangkaian rudal ke Israel, tetapi semuanya berhasil ditembak jatuh. Israel membalas dengan menyerang sejumlah lokasi di Isfahan.
Eskalasi lebih lanjut antara kedua belah pihak telah dihindari melalui diplomasi, tetapi Israel terus menyerang afiliasi Iran di Suriah.
Skala respons militer Israel terhadap serangan Hamas telah dikutuk, dan Mahkamah Internasional menyetujui bahwa mungkin ada kasus potensial bahwa negara tersebut telah terlibat dalam tindakan genosida.
Israel juga dituduh melakukan hukuman kolektif dan menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perang melawan kelompok militan.