Termasuk kegiatan pengajian hari Sabtu atau lebih dikenal Setuan, yang sejak zaman Mbah Hisyam masih berlangsung hingga masa kini.
Walau telah wafat pada 12 Januari 1989, kharisma Mbah Hisyam tak lekang oleh waktu yang membuat masyarakat mempercayakan pendidikan anaknya di ponpes tersebut.
"Mbah Hisyam adalah sosok ayah sekaligus guru," kata Kiai Musta'id.
Baca juga: PPP Bahas Posisi Sandiaga Uno: Diusulkan Jadi Ketua Bappilu, Digodok untuk Bakal Cawapres Ganjar
Semangatnya menyebarkan Islam di Purbalingga sangat kuat hingga menurun ke anak dan cucunya.
Kiai Musta'id menuturkan sejak Mbah Hisyam wafat, pengelolaan dan pengasuh Ponpes Kalijaran diteruskan turun temurun oleh anak-anaknya.
Hingga saat ini para cucu Hisyam Abdul Karim juga turut berperan pada berkembangnya ponpes Kalijaran.
Semasa hidupnya, kata Kiai Musta'id, Mbah Hisyam menanamkan nilai pentingnya menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dibuktikan dengan keaktifannya saat masa perang kemerdekaan, menjadikan Ponpes Kalijaran sebagai tempat pengkaderan para pejuang.
Aktif di Politik
Mbah Hisyam juga aktif di organisasi NU.
Tercatat Ia pernah menjadi Rais Syuriah NU di Purbalingga selama tiga periode kurun waktu tahun 1973-1983.
Jejaknya ini juga diikuti oleh salah satu putranya, Ahmad Moesoddiq Supriyadi yang juga merupakan ayahanda Siti Atikoh dan kakak dari Kiai Musta’id.
Baca juga: Ganjar Terimakasih kepada Para ASN: 10 Tahun Jateng Berprestasi Karena Mereka Serius dalam Bekerja
Selain ikut mengasuh Ponpes Kalijaran, Ahmad Moesoddiq Supriyadi juga aktif dalam politik.
Ia bergabung dan menjadi Wakil Ketua DPRD Purbalingga selama beberapa periode bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Mendiang ayahanda Atikoh ini juga pernah menjadi anggota MPR RI.