Berita Ekonomi Bisnis

Kisah Sukses Tukiyo, Tanam Jahe Merah di Polybag, Warga Wonosobo Ini Kewalahan Penuhi Permintaan

Penulis: khoirul muzaki
Editor: deni setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tanaman jahe merah menghampar di lahan milik Tukiyo di Desa Kalimendong, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo, Selasa (9/3/2021).

TRIBUNBANYUMAS.COM, WONOSOBO - Di tengah rimbunnya perkebunan salak Desa Kalimendong, Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo, sebidang lahan terlihat berbeda.

Bukan tanaman salak atau holtikultura yang memenuhi lahan itu, melainkan tanaman jahe merah yang menghampar. 

Menariknya, meski ditanam di ladang, tanaman obat itu tidak berakar di lahan.

Baca juga: Modal Data Temuan BPK, Wartawan Internal Publik Peras Kepala DPUPR Wonosobo

Baca juga: Pria Bermasker Todongkan Pistol ke Teller Bank Wonosobo, Gondol Uang Rp 100 Juta

Baca juga: Cuma Punya Waktu Tiga Tahun, Bupati Afif Nurhidayat Prioritaskan Benahi Infrastruktur di Wonosobo

Baca juga: Mengawali Karier Politik sebagai Anggota DPRD 1999, Ini Profil Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat

Tanaman itu tumbuh di ribuan polybag dengan media tanam tersendiri. 

Tukiyo mengambil beberapa polybag yang tanamannya sudah berumur.

Dia mencabuti tanaman itu hingga rimpang yang terpendam tampak.

Rimpang dan batang tanaman dipisah untuk ditukar Rupiah. 

“Ini berawal dari menanam di emperan rumah," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (9/3/2021). 

Sudah sekira setahun ini, Tukiyo dan beberapa tetangganya menanam jahe merah.

Mulanya, Tukiyo hanya menanamnya di pekarangan rumah.

Cara itu pun sudah umum dilakukan warga lain, khususnya di desanya.

Tetapi ia merawatnya lebih serius. 

Tukiyo memerhatikan betul media tanam di polybag, termasuk untuk komposisi tanah, kompos, maupun sekam. 

Ia juga memberikan perawatan maksimal, termasuk dengan pemupukan rutin untuk tanamannya.

Wajar, tanamannya bisa tumbuh maksimal sesuai harapan.

Dalam waktu enam sampai delapan bulan, dari satu rimpang lahir banyak tunas hingga rumpun tanaman di polybag itu merimbun. 

Tukiyo berkata, ide menanam jahe berawal dari keinginan untuk memanfaatkan lahan sempit di sekitar rumah.

Dengan cara itu, lahan pekarangan yang sempit pun bisa menghasilkan uang. 

“Menanam jahe ya gampang ya sulit, yang penting penanganan sejak awal diperhatikan," katanya.

Di masa pandemi, saat banyak sektor usaha terpuruk, termasuk usaha pertanian, permintaan jahe justru meningkat.

Ini tak ayal menjadi berkah tersendiri bagi petani seperti Tukiyo, juga pedagang seperti En Raharjo. 

Raharjo berucap, pandemi tidak memengaruhi usaha budidaya tanaman obat itu.

Sebaliknya, pihaknya justru kewalahan memenuhi permintaan jahe yang tinggi di masa pandemi.

Di tingkat eceran, kata dia, harga jahe merah bahkan mencapai sekira Rp 75 ribu. 

“Di era pandemi, justru peminat jahe merah sangat tinggi,” katanya kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (9/3/2021).

Kebutuhan jahe yang tinggi di masa pandemi, menurut dia, karena masyarakat mempercayai komoditas itu berkhasiat untuk kesehatan, terutama untuk menjaga imunitas tubuh.

Sementara imunitas sebagai sistem alami dalam tubuh untuk melawan virus dari luar, termasuk Covid-19. 

Di musim penghujan ini, kata dia, permintaan bibit jahe pun meningkat.

Musim hujan adalah saat paling tepat untuk menanam bagi petani karena kebutuhan air tercukupi.

Pelanggannya ternyata bukan hanya dari wilayah setempat, namun juga banyak dari luar kota. 

“80 persen konsumen dari luar kota,” katanya. (Khoirul Muzakki)

Baca juga: PT KAI Hadirkan KA Kertanegara, Relasi Purwokerto-Malang, Berikut Jadwal Keberangkatannya

Baca juga: 687 Lulusan UMP Diwisuda di Lapangan Mas Mansoer Purwokerto, Suwondo: Prokesnya Luar Biasa Baik

Baca juga: Satu Jalan Rusak di Setiap Kecamatan di Purbalingga Akan Diprioritaskan Diperbaiki Tahun Ini

Baca juga: Kepada Investor, Bupati Purbalingga Janji Beri Insentif dan Perizinan yang Cepat

Berita Terkini