"Pernah hujan di makam. Terus, belajarnya di sekolahan (bawah makam)," katanya.
Kuatnya tekad para siswa di desa terpencil ini untuk menempuh pendidikan memang patut diacungi jempol.
Mereka bahkan rela, uang jajannya dipotong orangtua untuk membeli kuota internet.
Anak-anak ini sepertinya sadar terlahir dari keluarga pas-pasan. Sehingga mereka tahu kesusahan yang dialami orang tuanya.
Subekti, siswa kelas 7 SMP mengaku uang jajannya dipotong untuk membeli kuota internet.
• Terjadi Lonjakan Kasus Pasien Positif Covid-19 di Kota Tegal, Jumadi: Kebanyakan Tanpa Ada Gejala
• Peserta SKB CPNS Pemkot Semarang Disarankan Tidak Ajak Keluarga, Ini Pertimbangan BKPP
Biasanya, ia mendapat jatah uang jajan dari orangtua sebesar Rp 4 ribu per hari. Tetapi, belakangan, jatah uang jajannya dikurangi menjadi Rp 2 ribu sehari.
Dengan uang jajan terbatas, Subekti harus pandai berhemat. Tetapi, anak itu tak merasa keberatan. Ia ingin membantu meringankan beban orangtua agar tak tambah susah.
Ternyata, dari jatah uang jajan Rp 2 ribu, Subekti masih bisa menyisihkan seribu untuk menabung.
"Dipotong untuk beli kuota, biar orangtua gak kesusahan. Sekarang jadi Rp 2 ribu, seribu ditabung, seribu buat jajan sama teman-teman," katanya. (*)