Berita Semarang

Kejari Tolak Upaya Damai 5 Mahasiswa Tersangka May Day Semarang: Belum Ada Kesepakatan dengan Polisi

Kejari menolak upaya damai yang diajukan mahasiswa tersangka kerusuhan May Day Semarang. Alasannya, belum ada damai dengan polisi.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS/IWAN ARIFIANTO
BERI KETERANGAN - Kasi Pidum Kejari Semarang Sarwanto memberi keterangan kepada wartawan terkait upaya damai yang diajukan lima mahasiswa terdakwa kasus kerusuhan May Day Semarang, di Kantor Kejari Semarang, Jumat (15/8/2025). Sarwanto mengatakan, upaya damai lewat restorative justice gagal karena syarat damai dengan polisi belum terpenuhi. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Kejaksaan Negeri (Kejari) Semarang menolak upaya damai lima mahasiswa tersangka kasus kerusuhan May Day Semarang lewat restorative justice (RJ).

Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari) Semarang Sarwanto mengatakan, penolakan dilakukan lantaran syarat perdamaian belum terpenuhi.

Syarat tersebut adalah belum adanya kesepakatan damai antara mahasiswa dengan polisi.

"Korban ada Dinas Perkim sudah ada damai dengan pembayaran ganti rugi."

"Namun, beberapa korban dari kepolisian belum ada kesepakatan damai sehingga kasusnya kami limpahkan ke Pengadilan Negeri Semarang," jelas Sarwanto di Kantor Kejari Semarang, Jumat (15/8/2025).

Baca juga: Lima Mahasiswa Semarang Terdakwa Ricuh May Day Mulai Disidang, Didakwa Rusak Fasum dan Serang Polisi

Meskipun pelapor kerusuhan May Day Semarang hanya dari ASN Disperkim, jaksa menilai, korban tidak hanya pelapor melainkan juga dari kepolisian.

Sarwanto menyebut, korban dalam berkas perkara tidak hanya dari kerugian kerusakan tanaman melainkan beberapa anggota polisi.

"Korban sudah dibuktikan dengan visum," paparnya.

Kendati begitu, Sarwanto mempersilakan para mahasiswa yang menjadi tersangka kasus tersebut untuk mengajukan langkah serupa di Pengadilan Negeri Semarang.

"Ya, Pengadilan juga ada RJ. Bisa juga (mengajukan)," tuturnya.

Upaya Kriminalisasi

Gagalnya upaya damai yang diajukan lima mahasiswa terdakwa kasus kerusuhan May Day Semarang diungkap kuasa hukum mereka, Suroso.

Menurut Suroso, pihaknya telah menemui pelapor kasus kerusuhan May Day Semarang, yakni seorang Apartur Sipil Negara (ASN) pada Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Semarang.

Selain itu, mereka juga telah menemui Wali Kota Semarang

Hasil pertemuan itu, Pemerintah Kota Semarang merestui proses restorative justice yang diajukan para mahasiswa.

Namun, upaya itu gagal total selepas Kejaksaan Negeri Semarang meminta upaya damai melibatkan kepolisian.

"Kami menilai, perkara ini dipaksakan karena Kejaksaan meminta adanya pelibatan dari pihak kepolisian."

"Padahal, di dalam surat dakwaan, tidak ada laporan dari kepolisian, hanya ada laporan dari pihak Disperkim Kota Semarang," kata Suroso di Pengadilan Negeri Semarang, Kamis (14/8/2025).

Baca juga: 5 Mahasiswa Semarang Pakai Gelang Pelacak GPS, Jadi Tahanan Kota Kasus Kerusuhan Demo May Day

Menurut Suroso, para mahasiswa telah mengganti nominal kerugian dari kerusakan sejumlah fasilitas umum akibat dari aksi May Day yang mencapai sekitar Rp70 juta.

Kedua belah pihak, yakni pelapor dari Disperkim Kota Semarang dan terlapor para mahasiswa, sudah sepakat damai sehingga kasus ini sudah bukan ranah pidana melainkan perdata. 

"Nah, makanya saya sangat menyayangkan bahwa perkara ini bisa lanjut ke pengadilan," jelasnya.

Sementara, kuasa hukum lain dari para mahasiswa, Naufal Sebastian menilai, perkara ini murni politis sekaligus upaya kriminalisasi terhadap para mahasiswa yang sedang menyampaikan pendapat.

Kasus yang sebenarnya sudah sepakat berdamai dipaksakan masuk ke pengadilan sebagai cara menyebarkan ketakutan kepada para mahasiswa lain untuk tidak melakukan aksi menyatakan pendapat di muka umum.

"Kasus ini sarat politis, kriminalisasi, dan terkesan dipaksakan karena sudah ada perdamaian tapi perkaranya justru masih disidangkan," terangnya.

Meskipun begitu, Naufal mengatakan, langkah restorative justice akan kembali ditempuh melalui jalur majelis hakim di Pengadilan Negeri Semarang.

"Kami meminta restorative justice kepada majelis hakim, harapannya, kemudian majelis hakim dapat mengembalikan keadilan," katanya.

Ia menambahkan, keadilan bagi para mahasiswa sangat penting agar mereka tetap bisa berkuliah. 

Kemudian, para mahasiswa tidak takut saat menyatakan pendapat di muka umum. 

"Kalau mahasiswa demo dikriminalisasi seperti ini, nanti yang lain takut dalam menyatakan pendapat di muka umum," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved