Berita Pati

Merasa Jadi Korban Kebijakan Sudewo, Ratusan Mantan Pegawai RSUD Pati Gabung Massa Demo 13 Agustus

Dalam spanduk tersebut, tertulis pula kata-kata “Kembalikan Status Kerja Kami yang Kaurampas Atas Nama Kebijakan Politik yang Arogan”.

Penulis: Mazka Hauzan Naufal | Editor: Rustam Aji
TribunJateng.com/Mazka Hauzan Naufal
SIAP GABUNG AKSI - Para mantan pegawai honorer RSUD RAA Soewondo Pati berkumpul di Posko Donasi Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, depan Kantor Bupati Pati, Sabtu (9/8/2025) malam. Mereka bergabung ke Aliansi untuk memprotes kebijakan Bupati Pati Sudewo yang membuat mereka kehilangan pekerjaan. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PATI – Demo 13 Agustus 2025 nanti, ratusan mantan pegawai honorer Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) RAA Soewondo Kabupaten Pati bakal bergabung dalam barisan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (Aliansi) di Alun-Alun Pati.

Kesempatan itu akan dipakai untuk mendaku kehilangan pekerjaan akibat kebijakan politis Bupati Pati Sudewo.

Hal itu disampaikan mereka padaSabtu malam (9/8/2025), saat mendatangi posko donasi Aliansi di depan Kantor Bupati Pati.

Beberapa perwakilan mereka membentangkan spanduk berisi sebuah tuntutan lugas: “kembalikan pekerjaan kami, atau turunkan bupati”.

Mereka akan menuntut status pekerjaan sebelumnya dikembalikan.

"Kembalikan Status Kerja Kami yang Kaurampas Atas Nama Kebijakan Politik yang Arogan,” protesnya dalam spaduk.

Spanduk tersebut juga dipasang pada tumpukan dus air mineral donasi mereka, yang diletakkan tepat di sebelah barat gerbang masuk Kantor Bupati Pati.

Kelompok mereka mengatasnamakan diri “Korban PHK BLUD (Badan Layanan Umum Daerah-red.) RSUD Soewondo Pati”.

Baca juga: MTQH Tingkat Kabupaten Purbalingga Resmi Dibuka, Diikuti 218 Peserta

Satu di korban PHK RSUD, Ruha, mengatakan bahwa pihaknya memanfaatkan momentum gelombang protes terhadap Bupati Sudewo ini untuk ikut menyampaikan kegeraman dan uneg-unegnya.

“Saya sudah 20 tahun mengabdi di RSUD Soewondo Pati, tapi saya dikeluarkan dengan surat pemberhentian kerja, tanpa ada pesangon, tanpa ada pengalihan tempat kerja, tanpa ada penghargaan, tanpa apa pun,” kata dia.

Ruha mengatakan, 220 pegawai honorer RSUD termasuk dirinya menjadi “korban” kebijakan Bupati Sudewo yang melakukan perampingan atau rasionalisasi jumlah pegawai.

Mereka diberhentikan setelah dinyatakan tidak lolos dalam tes seleksi “karyawan tidak tetap menjadi karyawan tetap RSUD RAA Soewondo Pati” pada April 2025 lalu.

Ruha berani mengatakan bahwa tes tersebut tidak adil dan penuh kecurangan.

Salah satu indikasinya, tidak ada transparansi jumlah skor yang didapatkan peserta tes.

“Bagi saya tes itu tidak fair, karena saat pengumuman hasil tes, tidak jelas poin atau skornya. Hanya ada nama dan keterangan lolos dan tidak lolos,” tutur dia.

Ruha juga heran karena peserta tes yang mencontek jawabannya justru lolos. Kemudian, yang paling membuatnya bertanya-tanya, seorang peserta tes yang jelas-jelas dalam berita acara disebutkan bahwa lembar jawabannya diambil oleh panitia karena kedapatan curang, justru lolos seleksi.

“Waktu itu tes adu daya ingat. Harusnya tidak boleh menulis apa pun, tapi dia menulis. Ketahuan sama pengawas, jawabannya diambil dan masuk berita acara, tapi dia malah lolos,” jelas dia.

Hal itulah yang membuat Ruha menyimpulkan bahwa tes tersebut penuh kecurangan.

Ruha mengatakan, dirinya mulai bekerja di RSUD Pati pada 1 Juli 2005. Saat itu dia diterima dalam formasi kerohanian.

Baca juga: Bupati Banyumas Sadewo Komitmen Wujudkan Tagline Tiada Hari Tanpa Perbaikan Jalan

“Saat itu, saya masuk lewat kompetisi atau tes dari MUI Pati. karena RSUD belum mampu menguji saya secara keagamaan, sebab posisi saya rohaniawan,” tutur dia.

Ruha menyebut, kontraknya terus diperpanjang sampai 1 Juli 2025 dan setelahnya dia dikeluarkan. Posisi terakhirnya di bidang pelayanan, mengurusi dokter.

Ruha bertanya-tanya, apa salahnya sehingga harus di-PHK setelah puluhan tahun mengabdi. Padahal kini dia masih menguliahkan anaknya.

“Untungnya anak saya keterima beasiswa prestasi, jadi agak ringan,” kata dia.

Menurut Ruha, dari total 220 orang yang jadi korban PHK, 10 orang di antaranya sudah 20 tahun mengabdi. Selebihnya punya masa kerja bervariasi, ada yang 10, 12, 15, dan 18 tahun.

“Maka di sini kami menuntut untuk dipekerjakan lagi di RSUD. Kalau tidak, turunkan Pak Bupati. Kami 220 orang yang kena PHK ini, in syaa Allah aksi tanggal 13 siap datang semua. Bahkan yang masih aktif kerja, yang TMT (Terhitung Mulai Tanggal)-nya belum sampai, dia nanti akan merelakan waktu untuk ikut terjun,” pungkas dia.

Korban PHK lainnya, Siswanto, punya keheranan lain. Alasan Bupati Sudewo merampingkan jumlah pegawai katanya efisiensi anggaran. Namun, belakangan malah ada informasi bahwa RSUD membuka rekrutmen pegawai baru.

“Suratnya juga sudah dishare, tapi untuk tanggal dan bulannya belum tahu. Kalau memang benar RSUD butuh karyawan baru, mending kembalikan kami saja, gitu lo,” kata dia.

Siswanto mengaku sakit hati dengan perkataan Sudewo yang menuding karyawan honorer RSUD asal masuk tanpa mekanisme seleksi yang jelas, bahkan juga menuduh masuk dengan praktik suap.

“Pak Sudewo pernah bilang, karyawan honorer di Soewondo masuknya sogok-menyogok, bledang-bledeng (asal masuk), padahal kami tidak pernah pakai uang masuknya. Kalau yang angkatan baru saya tidak tahu,” ucap dia.

Siswanto menegaskan, dirinya dan teman-temannya yang sudah bekerja bertahun-tahun masuk secara murni lewat mekanisme tes.

Mulanya, pada 2006 dia masuk sebagai cleaning service. Lalu, antara tahun 2012 atau 2013, dia ikut mendaftar seleksi penerimaan pegawai baru.

“Saya ikut tes di GOR, itu tes resmi. Tapi Pak Sudewo kok bilang kami masuk bledang-bledeng, sogok menyogok, itu yang buat saya sakit hati,” kata dia.

Siswanto mengatakan, saat ini dirinya masih bekerja, namun waktunya untuk dirumahkan tinggal menghitung hari. Pada 31 Agustus mendatang, dia akan di-PHK karena dinyatakan tidak lolos seleksi pegawai tidak tetap menjadi pegawai tetap.

“Dulu katanya yang masa kerjanya di atas 10 tahun diprioritaskan, ternyata tidak sama sekali. Harapan kami semua, kembalikan kami bekerja kalau Soewondo memang masih butuh karyawan,” tandas dia.

Untuk diketahui, sebelumnya Bupati Pati Sudewo melakukan kebijakan perampingan pegawai RSUD dengan alasan efisiensi anggaran. Menurutnya, jumlah pegawai honorer terlalu banya, jauh melebihi kebutuhan.


“Jumlah tenaga honorer sangat berlebih. Ada 500-an. Padahal seharusnya cukup hanya 200-an,” kata dia, Sabtu (22/3/2025) lalu.

Menurut Sudewo, jumlah tenaga honorer yang terlalu banyak sangat membebani keuangan RSUD. Akibatnya, fasilitas dan pelayanan  jadi tidak maksimal.

Dia juga mengkritisi prosedur penerimaan tenaga honorer yang menurut dia selama ini tidak tepat.

“Sebelumnya, penerimaan pegawai honorer tidak melalui prosedur yang benar. Tidak ada seleksi. Tidak ada tes. Tidak ada pengumuman. Pokoknya asal masuk. Sehingga menjadi over dan membebani rumah sakit,” tutur Sudewo

Pihaknya lalu memerintahkan Direktur RSUD, Rini Susilowati, untuk menggelar seleksi pegawai tetap yang diikuti seluruh tenaga honorer. Mereka yang dinyatakan tidak lolos tes diberhentikan. Sudewo menjamin, mekanisme seleksi tersebut adil dan objektif. (mzk)
 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved