Pelecehan di Unsoed

Kasus Kekerasan Seksual Guru Besar Unsoed Picu Unjuk Rasa Mahasiswa, Sebut Kinerja Satgas Lamban

Aksi tersebut menjadi tekanan moral kepada pihak kampus menuntaskan proses investigasi dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku jika salah

|
ISTIMEWA
KEKERASAN SEKSUAL - Ratusan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) saat menggelar aksi unjuk rasa di lingkungan kampus, Senin (28/7/2025). Mereka mendesak penanganan tegas terhadap kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret salah satu guru besar di fakultas tersebut. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Ratusan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) menggelar aksi unjuk rasa di lingkungan kampus, Senin (28/7/2025). 


Mereka mendesak penanganan tegas terhadap kasus dugaan kekerasan seksual yang menyeret salah satu guru besar di fakultas tersebut.


Koordinator lapangan aksi, Adya Galih Musyafa, menegaskan demonstrasi ini merupakan bentuk kekecewaan mahasiswa atas lambannya proses penanganan.


"Aksi hari ini menuntut tindak lanjut kasus dugaan kekerasan seksual yang sudah tersebar di media. 


Kami ingin ada sanksi tegas dari birokrasi, tidak hanya skorsing dua semester, tapi pelaku harus dikeluarkan dari Unsoed," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com. 


Adya menilai keberadaan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sejatinya sudah sesuai tupoksi, namun kinerjanya dianggap belum maksimal.


"Betul, memang terkesan lamban. 


Aksi ini sekaligus pembuktian penanganannya belum tuntas," tambahnya.


Ia menegaskan, gerakan ini tidak hanya ditujukan ke pihak kampus, tetapi juga agar mendapat perhatian tingkat pusat.


"Kami prihatin terhadap korban, dan kami akan terus mengawal kasus ini. 


Kami berada di barisan korban dan menolak segala bentuk kekerasan," tegas Adya.


Menanggapi aksi tersebut, Dekan FISIP Unsoed, Prof. Slamet Rosyadi, mengatakan pihak fakultas bersama Satgas PPKS telah melakukan langkah-langkah pencegahan, termasuk sosialisasi dan pencanangan zona integritas.


"Sikap kami jelas, menolak segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual," katanya.


Slamet menyebut, setelah rektorat menerima surat dari Sekjen Kemendikbudristek pada 6 Juli 2025, tim pemeriksa langsung dibentuk.


"Tim ini sudah bekerja, mempelajari laporan, berdiskusi dengan Satgas, dan memanggil terlapor. 

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved