Berita Jateng

Sidang Bripda Yoga Diduga Digelar Diam-diam, Polda Jateng Bantah, Apa yang Terjadi?

Sidang pemecatan Bripda Yoga lolos dari sorotan media. Benarkah digelar tertutup? Ini jawaban Polda.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNNEWS
LOLOS SOROTAN MEDIA: Sidang pemecatan Bripda Yoga lolos dari sorotan media. Benarkah digelar tertutup? 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) yang berujung pada sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) bagi Brigadir Polisi Dua (Bripda) Bagus Yoga Ardian (BYA) diwarnai tanda tanya.

Proses persidangan yang digelar pada Kamis (17/7/2025) pekan lalu itu luput dari sorotan media, sehingga memunculkan dugaan bahwa sidang digelar secara diam-diam atau tertutup.

Bripda Yoga, seorang polisi perawat anjing (Canine), akhirnya dijatuhi sanksi pemecatan setelah terbukti melakukan sejumlah pelanggaran berat, termasuk meniduri dua wanita di luar nikah dan terlibat judi online (judol).

Baca juga: Viral Tipu Banyak Perempuan, Polisi Polda Jateng Bakal Diseret ke Sidang Kode Etik

Namun, kabar mengenai putusan ini baru terkonfirmasi sepekan kemudian.

Menanggapi dugaan sidang yang digelar secara tertutup, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, memberikan bantahan.

Saat dikonfirmasi pada Selasa (22/7/2025), ia menegaskan bahwa proses persidangan telah sesuai prosedur.

"Sidang dilakukan secara terbuka," tutur Artanto singkat, menepis isu yang beredar, dikutip dari Tribun Jateng.

Meski membantah, ia tidak merinci mengapa pelaksanaan sidang tersebut tidak terendus oleh awak media.

Artanto hanya mengungkap bahwa putusan sidang menyatakan Bripda BYA telah terbukti melakukan perbuatan tercela.

Selain sanksi pemecatan, ada pula sanksi etika lainnya.

"Ada sanksi penempatan khusus selama 30 hari," bebernya.

Putusan PTDH tersebut ternyata bukan akhir dari kasus ini.

Menurut Artanto, Bripda Yoga tidak menerima putusan tersebut dan telah mengambil langkah hukum lanjutan.

"Iya (Bripda BYA) ajukan banding atas putusan tersebut," katanya.

Kasus ini sebelumnya telah menjadi perhatian publik dan juga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Anggota Kompolnas, M Choirul Anam, bahkan sempat mendorong agar Propam Polda Jateng melakukan pendalaman yang komprehensif, termasuk mencari tahu akar masalah apakah perbuatan Bripda Yoga dipicu oleh jeratan utang pinjaman online (pinjol) atau faktor lainnya.

Anam juga mendesak agar sanksi yang diberikan lebih berat, mengingat Polri secara nasional telah berulang kali memperingatkan anggotanya untuk tidak terlibat dalam judi online.

"Sudah diperingatkan di seluruh Indonesia soal ini, jadi sanksi harus lebih berat bilamana terbukti," tegas Anam.

Kini, dengan adanya proses banding dari Bripda Yoga, kelanjutan nasib polisi muda tersebut masih akan berlanjut, di tengah pertanyaan publik mengenai transparansi proses sidang yang telah dijalaninya.

Cara Propam Menguliti 'Dosa-dosa' Bripda Yoga

Sebelum palu sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP) diketuk dan menjatuhkan sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) pada 17 Juli lalu, nasib Brigadir Polisi Dua (Bripda) Bagus Yoga Ardian (BYA) sebenarnya sudah di ujung tanduk.

Jauh sebelum itu, tim dari Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jawa Tengah telah bekerja secara senyap untuk 'menguliti' satu per satu rekam jejak dan 'dosa-dosa' yang dilakukan polisi muda tersebut.

Sebuah kilas balik pada konferensi pers yang digelar Kamis, 3 Juli 2025 lalu, mengungkap betapa seriusnya Propam dalam membangun kasus ini.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, saat itu menjelaskan bahwa penyelidikan tidak hanya fokus pada pelanggaran yang sudah terbukti, tetapi juga pada perilaku Bripda Yoga secara keseluruhan selama setahun terakhir.

"Iya, kami telusuri track record (rekam jejak) Bripda BYA selama 1 tahun belakang, mulai dari cara komunikasi sosial ke sesama teman kerja dan kinerja setiap harinya untuk bahan sidang kode etik," papar Kombes Pol Artanto kala itu.

Langkah ini menunjukkan bahwa Propam tidak hanya ingin membuktikan pelanggaran, tetapi juga ingin menunjukkan pola perilaku yang tidak pantas dimiliki oleh seorang anggota Polri.

Pada saat itu, Bripda Yoga sudah ditahan di Rutan Polda Jateng sejak 19 Juni 2025 atas dua 'dosa' utama yang tak terbantahkan: meniduri dua wanita tanpa ikatan pernikahan resmi dan keterlibatannya dalam permainan judi online (judol).

Dua bukti pelanggaran ini, menurut Artanto saat itu, sudah lebih dari cukup untuk menyeret Bripda Yoga ke meja sidang KEPP.

Bahkan, ia sudah meramalkan bahwa sanksi terberat mengintai polisi yang sehari-hari bertugas sebagai perawat anjing pelacak (Canine) di Direktorat Samapta Polda Jateng tersebut.

"Itu (PTDH) hukuman maksimal. Soal itu nanti biar diputuskan di sidang," ungkapnya pada awal Juli, sebuah pernyataan yang kini menjadi kenyataan.

Selain dua kasus tersebut, Propam saat itu juga tengah mendalami dugaan keterlibatan Bripda Yoga dalam jeratan utang pinjaman online (pinjol), meskipun belum ada laporan pidana resmi yang masuk.

"Belum ada laporan, tapi nanti kami tindaklanjuti," janjinya.

Proses pengumpulan bukti dan penelusuran rekam jejak kelam selama setahun inilah yang akhirnya menjadi dasar kuat bagi majelis etik untuk mengambil keputusan tegas.

Vonis PTDH yang dijatuhkan bukanlah keputusan tiba-tiba, melainkan puncak dari sebuah proses investigasi mendalam yang telah memetakan kehancuran karir seorang polisi 'bau kencur' di korps Bhayangkara.

 

Sumber: Tribun Banyumas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved