Mengenang Aktivisi Buruh Marsinah yang Tewas Dibunuh pada Mei 1993
Sejak kecil, Marsinah sudah terbiasa bekerja keras. Ia bahkan selalu membantu neneknya menjual gabah dan jagung sepulang dari sekolah.
TRIBUNBANYUMAS.COM - Para aktivisi buruh di Indonesia pasti tahu Marsinah.
Dialah simbol perlawanan buruh di masa orde baru (Orba). Hari ini adalah 32 tahun yang lalu, Marsinah, ditemukan tewas di hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur pada Mei 1993.
Kematian Marsinah yang tak wajar, diduga menjadi korban pembunuhan karena suara lantangnya membela hak pekerja.
Fakta pada saat itu mengungkap, sebelum ditemukan tewas mengenaskan, Marsinah sempat menghilang beberapa hari sejak 5 Mei 1993 malam.
Kegigihan Marsinah (24) membela pekerja hingga berujung pada kematiannya yang tragis mendapat reaksi keras dari para aktivis dan masyarakat luas.
Bahkan, pembunuhan Marsinah menjadi salah satu kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang pernah terjadi di Indonesia.
Baca juga: Disebut Jalur Tengkorak, Ini Fakta Lokasi Kecelakaan Maut Truk Tabrak Angkot di Purworejo
Kala itu, Marsinah sempat bekerja di pabrik sepatu Bata Surabaya pada 1989.
Ia kemudian pindah ke pabrik arloji Empat Putra Surya di Rungkut Industri dan pindah ke cabangnya yaitu PT. Catur Putera Surya (CPS) di Siring, Porong, Sidoarjo.
Di pabrik arloji tersebut, Marsinah dikenal sebagai buruh yang vokal dalam memperjuangkan nasib rekan-rekannya.
Di sana, ia juga memulai gerakan buruh dengan memimpin beberapa aksi massa menuntut kesejahteraan pekerja.
Saat-saat penculikan Marsinah
Pada April 1993, pemerintah mengeluarkan imbauan kepada pengusaha di Jawa Timur untuk menaikkan upah pokok karyawan sebesar 20 persen.
Sayangnya, imbauan itu tak segera dikabulkan para pengusaha, termasuk oleh PT CPS, tempat Marsinah bekerja.
Hal itu membuat Marsinah dan rekan-rekan sesama buruh menyuarakan kenaikan upah harian dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250, cuti hamil, cuti haid, dan upah lembur.
Tak hanya itu, mereka juga menuntut pembubaran Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di PT CPS karena dianggap tidak mewakili para buruh.
Akan tetapi, tuntutan tersebut tak kunjung membuahkan hasil dan mereka melanjutkan aksi yang lebih besar, terhitung mulai 3 Mei 1993.
Dikutip dari Kompas.com (1/7/2023), kala itu, seluruh buruh di PT CPS melakukan aksi mogok kerja.
Hanya kepala bagian dan staf saja yang masuk kerja.
Pada 4 Mei, seluruh karyawan pabrik masuk pagi serentak dengan tujuan melakukan aksi unjuk rasa atas 12 tuntutan, termasuk kenaikan upah, tunjangan Rp 550 per hari meskipun absen.
Hingga keesokan harinya, perundingan masih berlanjut.
Baca juga: Ustaz Abdul Somad Terjebak Kericuhan Tahanan di Lapas Musi Rawas
Namun, siang harinya, 13 buruh ditangkap Koramil karena dianggap sebagai provokator dari unjuk rasa tersebut.
Mereka kemudian dipaksa mengundurkan diri dari PT CPS lantaran dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan lain bekerja.
Pada siang hari 5 Mei, Marsinah sempat mendatangi Koramil untuk menanyakan keberadaan 13 orang tersebut.
Alih-alih mendapatkan jawaban, pada malamnya sekitar pukul 10.00, Marsinah justru menghilang.
Sejak malam itu hingga 8 Mei 1993, keberadaan Marsinah masih menjadi misteri.
Marsinah ditemukan dalam keadaan mengenaskan Pada 9 Mei, terdengar kabar Marsinah ditemukan di sebuah gubuk di dekat hutan Wilangan, Nganjuk.
Marsinah ditemukan meninggal dunia dengan posisi melintang dan keadaan yang mengenaskan.
Sekujur tubuhnya penuh dengan luka akibat pukulan benda tumpul.
Kedua pergelangannya lecet, tulang punggungnya hancur, dan di sela-sela paha Marsinah terdapat bercak-bercak darah.
Berdasarkan penyelidikan, Marsinah diduga sempat diperkosa sebelum dibunuh, tepatnya sehari sebelum ditemukan, yaitu pada 8 Mei.
Penemuan jasad Marsinah dalam kondisi mengenaskan sontak menggegerkan masyarakat, khususnya para aktivis HAM.
Orang-orang yang dianggap berada di balik pembunuhan ini masih menjadi kontroversi, meskipun sebelumnya telah ada tersangka yang berasal dari petinggi PT CPS.
Baca juga: Ada Libur Apa Saja di Bulan Mei 2025, Catat Ini Rincian Lengkapnya!
Siapa pembunuh Marsinah?
Ada delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, salah satunya adalah Kepala Personalia PT CPS, Mutiari yang kala itu sedang hamil.
Selain itu, pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga ditangkap dan diinterogasi.
Mereka yang ditangkap diketahui menerima siksaan berat, baik secara fisik maupun mental, serta diminta mengakui telah merencanakan penculikan dan pembunuhan terhadap Marsinah.
Selama proses penyelidikan dan penyidikan, Tim Terpadu menangkap serta memeriksa 10 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah.
Hasil penyelidikan itu menyebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya di dekat rumah kos aktivis buruh itu.
Marsinah disebut telah dibawa ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya.
Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS.
Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, kemudian dijatuhi vonis 17 tahun penjara.
Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.
Meski demikian, Yudi Susanto kala itu menegaskan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah dan dia hanya menjadi kambing hitam.
Yudi dan para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman mengajukan banding dan dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung (MA).
Putusan MA tersebut mengundang kontroversi dan ketidakpuasan masyarakat.
Para aktivis terus menyuarakan tuntutan agar kasus pembunuhan Marsinah diselidiki dengan terang dan kecurigaan terhadap keterlibatan aparat militer diungkap.
Hingga kini, Marsinah dikenang sebagai pahlawan buruh dan dianugerahi Penghargaan Yap Thiam Hien.
Penyelesaian hukum yang tak pernah tuntas membuat kasus Marsinah hanya diperingati dan digugat melalui karya-karya seni, seperti:
Pertunjukan teater berjudul “Nyanyian dari Bawah Tanah” oleh Kelompok Satu Merah Panggung pada tahun 1994
Monolog “Marsinah Menggugat” yang dibawakan dan ditulis oleh Ratna Sarumpaet tahun 1997
Film tahun 2002 berjudul “Marsinah: Cry Justice” karya sutradara Slamet Raharjo.
Sosok Marsinah
Marsinah, lahir 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur.
Ia dibesarkan oleh sang nenek lantaran ibunya telah meninggal sejak Marsinah berusia 3 tahun.
Sejak kecil, Marsinah sudah terbiasa bekerja keras. Ia bahkan selalu membantu neneknya menjual gabah dan jagung sepulang dari sekolah.
Ia sempat bercita-cita berkuliah di fakultas hukum.
Namun, desakan ekonomi yang sulit membuat dirinya tak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, melainkan mencari pekerjaan di kota.
Surabaya menjadi tempat tempat perantauannya pada 1989.
Di kota itu, ia menumpang hidup di rumah kakaknya, Marsini yang sudah berkeluarga.
(Kompas.com/Susanto Jumaidi , Tri Indrawati)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Nyala Api Perjuangan Marsinah, Aktivis Buruh yang Dibunuh pada 1993"
Baca juga: Pelaku Vandalisme di Kota Tegal Dihukum Denda Rp 5 Juta
Disebut Jalur Tengkorak, Ini Fakta Lokasi Kecelakaan Maut Truk Tabrak Angkot di Purworejo |
![]() |
---|
Ustaz Abdul Somad Terjebak Kericuhan Tahanan di Lapas Musi Rawas |
![]() |
---|
Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih di Banyumas Rampung Akhir Mei |
![]() |
---|
Cara Beli Tiket Nonton Grand Final Proliga 2025, Ini Daftar Harganya |
![]() |
---|
PDAM Kebumen Jadi Perusahaan Air Minum Terbaik Nasional, Pelayanannya Bagaimana? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.