Berita Jateng
Kirab Ampyang Maulid di Kudus, Momen Ribuan Warga Rebutan Gunungan Nasi Kepel
Ciri khas kirab budaya Ampyang Maulid Loram Kulon terletak pada tradisi berebut nasi kepel bungkus daun jati dan kerupuk warna-warni.
Penulis: Saiful Masum | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, KUDUS - Ribuan masyarakat kembali memeriahkan tradisi budaya festival kirab Ampyang Maulid di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Senin (16/9/2024).
Pelaksanaan kirab Ampyang Maulid digelar setiap 12 Rabiul Awal untuk memeriahkan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tahun ini, kirab dimulai dari Lapangan Kongsi Loram Wetan hingga finish di halaman Masjid Jami At Taqwa Loram Kulon.
Ciri khas kirab budaya Ampyang Maulid Loram Kulon terletak pada tradisi berebut nasi kepel bungkus daun jati dan kerupuk warna-warni.
Nasi kepel bungkus daun jati disiapkan oleh masing-masing warga dilengkapi dengan lauk botok tahu dicampur dengan daging kerbau, daging ayam, atau bandeng.
Setiap warga membuat lima atau tujuh nasi kepel yang dibungkus terpisah dengan lauknya. Kemudian dikumpulkan untuk membentuk satu gunungan besar, selanjutnya didoakan dan diperebutkan di halaman Masjid Jami At Taqwa Loram Kulon.
Baca juga: Nova Arianto Panggil 30 Pemain untuk TC Timnas U-17 Persiapan Kualifikasi Piala Asia
Sementara nama ampyang diambil dari istilah kerupuk warna-warni yang dibungkus dengan plastik sebagai pelengkap selamatan nasi kepel.
Perwakilan panitia festival Ampyang Maulid Loram Kulon, Muhammad Ajwad Jauhari mengatakan, kirab budaya Ampyang Maulid merupakan tradisi turun-temurun yang dipopulerkan kurang lebih pada era 1990-an.
Seiring berjalannya waktu, pelaksanaan kirab semakin meriah dengan bergabungnya masyarakat Desa Loram Wetan ikut serta meramaikan festival Ampyang Maulid.
Pada tahun ini, masyarakat Loram Kulon menyiapkan 3.000 - 5.000-an nasi kepel lengkap dengan lauk dan ampyang yang dikumpulkan menjadi sebuah gunungan besar. Ditambah dengan lima gunungan nasi kepel yang disumbangkan oleh peserta kirab.
Gunungan nasi kepel ini didoakan di halaman Masjid at Taqwa setelah pelaksanaan kirab selesai. Selanjutnya nasi kepel diperebutkan oleh ribuan masyarakat, dalam rangka mengharap berkah dari Allah SWT melalui selamatan nasi kepal yang telah didoakan.
"Nasi kepal dan ampyang ini sajian yang harus ada setiap festival Ampyang Maulid dalam rangka peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW setiap 12 Rabiul Awal," terangnya.
Muhammad Ajwad menjelaskan, bancaan nasi kepel dan ampyang merupakan tradisi yang dilestarikan sejak zaman dakwah Sultan Hadlirin pada zamannya.
Kemudian dilestarikan oleh masyarakat sebagai bentuk selamatan ketika ada hajat keluarga atau hajat desa.
Baca juga: Hasil Sidang Komite Disiplin PSSI, Persija Didenda Rp 20 Juta Hingga Tiga Pemain Dilarang Bermain
Pada perayaan festival Ampyang Maulid, setiap keluarga menyiapkan nasi kepel dalam jumlah ganjil, antara lima bungkus atau tujuh bungkus.
Angka lima direpresentasikan sebagai rukun Islam, sedangkan angka tujuh direpresentasikan mengandung makna pituduh, pitutur, dan pitulung.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.