Berita Jateng

Duh, Hutan Mangrove di Pesisir Semarang Nyaris Musnah Terdampak Proyek Tol. 7 Tahun Hilang 157 Ha

Hutan mangrove di Kota Semarang terancam menyusut terdampak proyek tol. Dalam 7 tahun terakhir, hutan mangrove yang musnah mencapai 157,5 ha.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rika irawati
Tribunbanyumas.com/Iwan Arifianto
Ilistrasi. Pemandu Wisata Mangrove Edupark Tambakrejo Tanjung Mas, Kota Semarang, Zazid (48) menjelaskan kondisi seluk beluk hutan mangrove di lokasi itu kepada wisatawan asal Bekasi. Hutan mangrove di Kota Semarang terancam menyusut terdampak proyek tol. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Hutan mangrove di pesisir Semarang terancam menyusut terdampak berbagai proyek pemerintah, di antaranya pembangunan jalan tol dan rencana reklamasi

Proyek-proyek tersebut sudah ada yang berjalan, semisal Proyek Tol dan Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD)  yang melahap 46 hektare (Ha) hutan mangrove.

Soal proyek reklamasi, hutan mangrove yang terancam menyusut mencapai luasan 62 hektare.

Saat ini, proyek itu memang belum berjalan tetapi sudah diberi karpet merah melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang.

"Semarang terancam tidak lagi mempunyai hutan mangrove akibat serangkaian proyek pemerintah seperti proyek TTLSD dan reklamasi. Dampaknya tentu bagi ekosistem dan ekonomi warga pesisir," terang Manajer Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah, Iqbal Alma, selepas diskusi publik restorasi dan perlindungan ekosistem berbasis komunitas di Kota Semarang, Rabu (11/9/2024).

Baca juga: Proyek Tanggul Laut dan Tol Semarang-Demak Babat Mangrove di Trimulyo Semarang, Nelayan Mengeluh

Iqbal mengatakan, kondisi hutan mangrove di Kota Semarang semakin kritis akibat cepatnya pembangunan, satu di antaranya kawasan industri.

Hal itu dipertegas Peraturan Gubernur (Pergub) terkait Ekosistem Esensial Jawa Tengah tahun 2019 yang menjelaskan kondisi mangrove Semarang yang kritis.

Namun, kondisi tersebut tidak direspon pemerintah kota maupun pemerintah provinsi karena masih menjadikan wilayah pesisir sebagai ladang investasi pembangunan dan industri berkembang.

Bahkan, Pemerintah Kota Semarang memiliki rencana reklamasi tiga titik lokasi, meliputi Tanjung Mas, Tanah Mas, dan Kecamatan Tugu. 

"Sangat disayangkan, wilayah Tugu yang sebelumnya dijadikan sebagai citra menjaga mangrove kini diubah menjadi wilayah industri melalui reklamasi," bebernya.

Berdasarkan data Dinas Perikanan Kota Semarang, pada tahun 2016, luas tutupan mangrove di Kota Semarang mencapai 268,56 ha, yang terbagi di empat kecamatan, yaitu Tugu (187,98 ha), Semarang Barat (23,67 ha), Semarang Utara (3,54 ha), dan Genuk (53,37 ha).

Namun, angka tersebut, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pada 2021, menyusut menjadi 169,91 ha, dengan rincian, Genuk 43,36 ha, Semarang Utara 21,86 ha, Semarang Barat 1,95 ha, dan Tugu 102,74 ha.

Sementara, data hasil survey lapangan yang dirilis tim Kelompok Advokasi Pesisir dari Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang dan WALHI Jawa Tengah pada tahun 2023, menunjukkan angka berbeda.

Tim tersebut melaporkan luasan mangrove di Kota Semarang menyisakan 111,06 ha, terdiri dari di Tugu 62,32 ha, Semarang Barat 11,08 ha, Semarang Utara 2,86 ha, dan Genuk 34,80 ha.

Artinya, ada degradasi luasan mangrove yang cukup masif selama kurun waktu tahun 2016 sampai 2023, yakni seluas 157,5 Ha.

Pakar Lingkungan Semarang, Mila Karmila mengatakan, kondisi itu semakin disayangkan karena hutan mangrove semakin terancam oleh berbagai proyek di antaranya reklamasi di Kecamatan Tugu.

"Perusahaan yang hendak masuk sudah ada. Masalahnya, jangan sampai reklamasi merugikan nelayan di Kota Semarang yang jumlahnya ada 1.200 orang," ucapnya.

Di tengah ancaman reklamasi, Mila meminta supaya hutan mangrove dipertahankan.

Dia juga mendorong nelayan dan petambak untuk mengeklaim tanahnya atau lahan mangrove lewat mekanisme yang tertuang dengan Peraturan Presiden  Nomor 62 Tahun 2023 tentang Reforma Agraria Perkotaan.

"Upaya klaim atas tanah musnah atau tanah lahan mangrove supaya melindungi teman-teman nelayan dan petambak agar kawasan mangrove dan wilayah perairan tangkap dipertahankan," terangnya.

Mila mengungkapkan, upaya warga pesisir tersebut sudah diajukan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Rencananya, bulan Oktober 2024, akan ditindaklanjuti dengan diskusi bersama dengan Kementerian tersebut.

"Kelompok nelayan yang mengajukan ada dari kelompok nelayan Mangkang Wetan, Mangkang Kulon, Mangunharjo, Tambakrejo, Tugu dan kelompok nelayan dari Demak," ujarnya. (*)

Baca juga: 77 Penjaga Perlintasan Kereta di Cilacap Dapat Bantuan Sembako, Bantu Keselamatan Perjalanan KA

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved