Berita Nasional
Gugat UU Pilkada, Mahasiswa Minta MK Larang Presiden dan Menteri Kampanye seperti ASN, TNI dan Polri
2 mahasiswa gugatan pasal larangan kampanye bagi penyelenggara negara tak hanya berlaku bagi ASN, TNI, dan Polri tetapi juga presiden dan menteri.
TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, Muhamad Fauzi Azhar dan Aditya Ramadhan Harahap, meminta larangann kampanye bagi penyelenggara negara tak hanya berlaku bagi TNI, Polri, dan ASN tetapi juga presiden/wakil presiden, menteri/wakil menteri, serta kepala badan/lembaga negara.
Permintaan ini mereka ajukan lewat permohonan uji materi Pasal 70 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan itu didaftarkan ke MK, Kamis (11/7/2024), lewat kuasa hukum mereka, Viktor Santoso Tandiasa.
Berkaca pada Pemilu 2024, mereka beralasan, tak adanya larangan kampanye memicu banyak pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan lembaga-lembaga negara.
Pelanggaran etik ini berdampak pada jatuhnya wibawa negara di tengah masyarakat lokal dan internasional.
"Membatasi orang yang sedang menjabat sebagai presiden/wakil presiden, menteri/wakil menteri, serta kepala badan/lembaga negara tidak ikut berkampanye semata-mata untuk menjamin serta memenuhi tuntutan yang adil, sesuai dengan pertimbangan moral dan etik dalam penyelenggaraan pilkada dalam suatu masyarakat yang demokratis," kata Viktor, Kamis.
Baca juga: Jalan Kaesang ke Pilkada 2024 Makin Mulus. KPU Gunakan Putusan MA Soal Usia Calon Kepala Daerah
Tanpa mencakup presiden hingga menteri dan kepala badan/lembaga, larangan kampanye untuk aparat dianggap ironis karena mereka sama-sama merupakan penyelenggara negara yang juga harus menjaga wibawa dan martabat penyelenggara negara.
Viktor berujar, kampanye dalam kontestasi yang melibatkan presiden/wakil presiden, menteri/wakil menteri, dan kepala badan/lembaga negara, aparatur sipil negara sangat rentan menimbulkan banyak persoalan.
Sementara, cuti di luar tanggungan yang diambil para pejabat tersebut saat hendak berkampanye tak menghilangkan relasi kekuasaan untuk mendapatkan akses dan perlakuan berbeda.
"Apalagi, dalam penyelenggaraan Pilkada 2024, banyak bakal calon yang memiliki hubungan semenda atau pertalian keluarga, baik secara horizontal ataupun vertikal dengan wakil presiden terpilih, menteri, dan pimpinan/badan atau lembaga negara lain," tambah Viktor.
Baca juga: MK Kabulkan Gugatan Soal Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Berlaku Mulai Pemilu 2029
Sebagai misal, menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution, hingga sekarang telah mengantongi dukungan partai-partai besar untuk maju Pilkada Sumatera Utara 2024.
Viktor menganggap, tanpa larangan kampanye yang mereka maksudkan maka kampanye oleh presiden hingga menteri dan kepala badan/lembaga akan menimbulkan ketidakadilan bagi peserta pilkada lain.
"Rentan dengan penyalahgunaan kekuasaan, seperti contoh menteri yang menggunakan jabatannya melakukan kampanye pada kementeriannya; dan rentan dengan pelanggaran etik saat berkampanye," jelas dia. (Kompas.com/Vitorio Mantalean)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahasiswa Ajukan Uji Materi UU Pilkada, Minta MK Larang Presiden dan Menteri Kampanye".
Baca juga: Promosikan Judi Online, 2 Selebgram di Purworejo Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara
Baca juga: Mantan Mentan SYL Divonis 10 Tahun Penjara: Pikir-pikir meski Putusan Lebih Rendah dari Tuntutan JPU
Misteri Mesin Tik untuk Menulis Naskah Proklamasi Terungkap, Bukan Milik Maeda |
![]() |
---|
Kemungkinan PDIP Masuk Kabinet Usai Megawati Dukung Pemerintahan Prabowo |
![]() |
---|
Belum Ada SKB 3 Menteri, 18 Agustus 2025 Batal Jadi Libur Nasional untuk Pekerja Swasta? |
![]() |
---|
Kapolri Hadiri Haul Ponpes Buntet Cirebon, KH Marzuqi Mustamar Pembicara Utama |
![]() |
---|
Hore, Pemerintah Beri Hadiah di HUT Ke-80 RI: Tanggal 18 Agustus 2025 Ditetapkan sebagai Hari Libur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.