Berita Jateng
Senyum Petani di Kudus di Tengah Derita Konsumen karena Beras Mahal
Petani padi di Kabupaten Kudus saat ini tengah tersenyum cerah. Sebab tanaman padi mereka tanam bisa dipanen dengan hasil yang melimpah
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: khoirul muzaki
TRIBUNBANYUMAS.COM, KUDUS – Petani padi di Kabupaten Kudus saat ini tengah tersenyum cerah. Sebab tanaman padi mereka tanam bisa dipanen dengan hasil yang melimpah di saat harganya sedang melambung.
Hampir seluruh lahan pertanian padi di Kabupaten Kudus saat ini sudah mulai panen. Hasilnya sangat menggembirakan. Ketua Paguyuban Gabungan Kelompok Tani di Kecamatan Undaan, Kudus Hawi Sukamto mengatakan, saat ini panen masa tanam pertama sudah tiba. Hasilnya bagus. Petani bisa mendapatkan hasil lebih tinggi dibanding panen-panen sebelumnya.
Hawi mengatakan, panen padi di lahan per hektare saat ini bisa mencapai 7 ton. Sementara sebelumnya rata-rata hanya tembus 5 ton per hektare. Tingginya produktivitas padi kali ini karena minim serangan hama. Di antara hama yang mengancam tanaman padi yaitu beluk dan sundep. Hama ini bisa mengakibatkan tanaman padi berwarna putih dan lusuh.
Selain itu, hama yang menyerang berikutnya yaitu tikus. Pada musim tanam pertama kali ini memang lahan pertanian di Kudus nyaris tidak ada yang terendam banjir. Menurut Hawi, tikus yang biasanya tinggal di balik eceng gondok yang tumbuh liar di sungai-sungai akan keluar dan menyerang lahan pertanian saat banjir melanda.
“Jadi ini memang minim hama,” kata Hawi.
Baca juga: Wacana KUA Jadi Balai Nikah Semua Agama, Bagaimana Implementasinya?
Tingginya produktivitas hasil pertanian kali ini juga sebanding dengan harga jual gabah dari petani. Kata Hawi, saat ini harga gabah per kuintal dari petani bisa tembus Rp 730 ribu sampai Rp 780 ribu. Padahal sebelumnya harga gabah dari petani per kuintal hanya ada di kisaran harga Rp 450 ribu per kuintal.
“Jadi, ini petani agak gembira,” katanya.
Sedangkan untuk harga gabah ketan dari petani saat ini bisa tembus Rp 1 juta per kuintal. Meski mengalami penurunan karena sebelumnya harga bisa tembus Rp 1,2 juta per kuintal, tapi petani masih merasa senang karena harga masih terbilang tinggi.
Panen dengan hasil melimpah dan harga yang tinggi ini memang pantas untuk petani. Sejak menanam sampai para petani menuai panen, tentu ongkos yang dikeluarkan untuk operasional di lahan pertanian tidaklah sedikit. Bahkan ongkosnya mengalami peningkatan.
Dari yang sebelumnya ongkos operasional per hektare Rp 7 juta, untuk masa tanam kali ini ongkos per hektare bisa mencapai Rp 10 juta.
Salah satu yang menyebabkan membengkaknya biaya tanam sampai panen karena sulitnya pupuk subsidi. Petani harus menambah suplemen penyubur tanaman dari pupuk nonsubsidi yang harganya lebih mahal.
Baca juga: Nama Park Hang-seo Menguat, Peluang Shin Tae-yong Jadi Pelatih Timnas Korea Selatan Menipis
“Per hektar membutuhkan pupuk 5 kuintal, sementara pupuk subsidi hanya dapat 2 kuintal. Sisanya ya dicarikan pupuk nonsubsidi,” tandas Hawi.
Tingginya harga jual gabah dari petani, lanjut Hawi, harapannya tetap bisa bertahan. Pasalnya dengan begitu petani bisa menuai untung. Untuk itu yang sangat dia dan para petani harapkan pemerintah memiliki kecakapan dalam menahan stabilitas harga jual gabah dari petani tetapi tidak memberatkan konsumen yang ingin membeli beras.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.