Keberagamaan

Umat Hanya 2 Orang, Pelayanan Pemerintah pada Perayaan Imlek di Klenteng Hok Tek Bio Tetap Maksimal

Perayaan Imlek di Klenteng Hok Tek Bio Banjarnegara sepi karena umatnya tinggal 2 orang.Tapi pelayanan pemerintah tidak berubah.

Penulis: khoirul muzaki | Editor: khoirul muzaki
Khoirul Muzakki/Tribun Jateng
Umat beribadah di Klenteng Hok Tek Bio pada perayaan Imlek 2024, Jumat malam (9/2/2024) 

TRIBUNBANYUMAS.COM, BANJARNEGARA- Perayaan Imlek 2024 di Klenteng Hok Tek Bio Banjarnegara tak ubahnya tahun sebelumnya. Dari menjelang hingga malam perayaan pergantian tahun, Jumat (9/2/2024),  tempat ibadah itu masih saja sepi.

Sampai matahari terbenam, belum ada satu pun umat yang datang untuk bersembahyang. Bangku tamu yang telah ditata di ruang depan, belum ada yang menduduki. Teh dan kopi panas yang disediakan untuk para tamu belum tercicipi.

Hanya tampak Agus yang memang sehari-hari bertugas merawat klenteng tersebut. Sudah sekitar empat tahun, sejak 2019 lalu, Agus yang merupakan keturunan etnis Tionghoa asal Kabupaten Banyumas atas panggilan jiwa merawat klenteng tersebut.  

Di tempat ibadah itu pula, karyawan bengkel itu tinggal.  

Tepat azan Magrib, saat belum ada umat yang datang, Agus mengawali ritual. Ia khusyuk membakar dupa sembari berdoa menghadap patung-patung dewa di beberapa titik ruang. Aroma wangi langsung menyeruak.

“Di sini memang sepi. Tidak seperti di tempat lain,”katanya

hok tek bio banjarnegara
Klenteng Hok Tek Bio Banjarnegara

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting bagi warga Tionghoa, khususnya penganut agama Konghucu. Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama penanggalan Tionghoa, dan berakhir dengan Cap Go Meh.

Meski menjadi penjaga klenteng, Agus sendiri sebenarnya bukan umat Konghucu. Ia beragama Budha. Pekerjaan merawat klenteng tidak lantas mengubah keyakinannya. Apalagi ia berpandangan,  klenteng bukan lah tempat ibadah satu agama.

Klenteng Hok Tek Bio Banjarnegara disebut klenteng Tri Dharma, yang berarti tempat ibadah untuk tiga agama, yakni Konghucu, Tao, dan Budha.

Karena itu, bagi Agus yang beragama Budha, tak ada beda beribadah di klenteng maupun vihara.

“Klenteng ini untuk tiga agama. Di sini juga ada Siddharta Gautama, saya bisa beribadah di sini tanpa ke vihara, sama saja,”katanya

Agus mengakui jumlah umat Konghucu di Kabupaten Banjarnegara bisa dihitung dengan jari. Populasinya terus menurun dari tahun ke tahun. Ini yang membuat perayaan Imlek di Klenteng Hok Tek Bio selalu sepi.

Sementara umat Budha yang tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten Banjarnegara juga tidak merayakan Imlek di klenteng Hok Tek Bio. Sebab mereka rata-rata pribumi atau bukan keturunan etnis Tionghoa sehingga tak merayakan Imlek.

“Itu tinggal dua, kakak sama adik. Kalau Imlek pasti kesini, sembahyang,”katanya

Berapapun populasi umat Konghucu di Banjarnegara, Agus tak peduli. Ia tetap bersemangat menyambut Imlek dan menyiapkan berbagai hal untuk  perayaan di klenteng.  

Berbagai persyaratan ritual sembahyang hingga sesajen lengkap semisal Kue Kranjang, Kue Wajik dan buah-buahan telah ia persiapkan. Ada atau tidak umat yang datang untuk sembahyang, Agus tetap setia menanti dan siap memberikan pelayanan.

Ia pun mengapresiasi pemerintah, termasuk Kemenag yang selalu mendukung perayaan Imlek di Banjarnegara. Pemerintah tetap memberikan pelayanan, termasuk pengamanan meskipun perayaan Imlek di  klenteng sepi.

Dengan begitu,  umat yang ingin beribadah dan merayakan Imlek di klenteng merasa tenang dan nyaman.

“Terima kasih karena umat bisa beribadah dengan tenang dan nyaman karena ada perlindungan,”katanya

Baca juga: Kemenag Launching PMB PTKIN, Berikut Jadwal dan Alur Pendaftarannya Jangan Sampai Kelewatan!

sembahyang hok tek bio
Umat bersembahyang di klenteng Hok Tek Bio saat Imlek 2024, Jumat (9/2/2024)

Kebudayaan yang menyatukan

Boni, warga Tionghoa di Kota Banjarnegara membenarkan populasi umat Konghucu di Banjarnegara yang nyaris habis.  Bahkan yang dia ketahui umatnya hanya tinggal satu keluarga di Banjarnegara.  

Boni sendiri sebenarnya putra dari Saliman,  mantan Ketua Klenteng Hok Tek Bio yang sudah meninggal beberapa tahun lalu. Meski sang ayah pemeluk Konghucu, tak ada paksaan bagi Boni untuk mengikuti agama orang tuanya. Ia nyatanya bebas memeluk Agama Katolik. Sementara kakaknya memeluk Agama Islam.

Sepeninggal ayahnya, umat Konghucu di Banjarnegara semakin berkurang drastis.  Boni juga tidak melanjutkan estafet kepemimpinan ayahnya di klenteng karena punya keyakinan beda.

"Warga Tionghoa di sini agamanya beda-beda. Ada yang Kristen, Katolik, Budha, Islam dan Konghucu”katanya

Meski yang memeluk agama Konghucu hanya hitungan jari, komunitas Tionghoa di Banjarnegara sebenarnya cukup banyak. Perayaan Imlek sebenarnya bisa menjadi ajang untuk menyatukan warga Tionghoa dari berbagai latar belakang agama maupun kepercayaan.

Sebab menurut Boni, Imlek adalah  kebudayaan untuk memeringati pergantian tahun baru. Sehingga setiap warga Tionghoa, apapun agamanya, boleh dan berhak merayakannya.

Hanya tidak semua warga Tionghoa mau merayakan Imlek di klenteng. Banyak di antara mereka yang memilih merayakan tradisi Imlek bersama keluarga di rumah.

"Kita menyambut tahun baru dengan semangat dan harapan baru. Karena di sini wadahnya tidak ada, jadi merayakannya secara pribadi, saling kirim doa dan ucapan, " katanya

Baca juga: Kemenag Fasilitasi Pembuatan Sertifikat Halal Gratis bagi 1 Juta UMK, Begini Cara Daftarnya

Hak tetap terpenuhi

Kebebasan memeluk agama dan bisa menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaan masing-masing dijamin Undang-undang, tepatnya Pasal 29 UUD 1945.

Ini pula yang mendasari Kementerian Agama (Kemenag) untuk terus melayani umat beragama tanpa pandang bulu. Setiap pemeluk agama, baik mayoritas maupun minoritas memiliki hak sama untuk beribadah sesuai keyakinannya.   

Pada kesempatan terpisah, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan komitmennya untuk terus berjuang mewujudkan kenyamanan kehidupan keberagamaan dan umat beragama.

Ia mengibaratkan pelayanan Kemenag seperti laju kereta api, berangkat sesuai jadwal dan pantang berhenti sebelum sampai tujuan.

“Kita harus hadir memberikan kenyamanan bagi umat beragama. Kita tidak pernah berhenti melayani umat,”katanya

Populasi umat Konghucu Banjarnegara yang hanya segelintir pun tak menjadi alasan bagi pemerintah, maupun aparat keamanan untuk tidak melindungi dan menjamin kenyamanan mereka dalam merayakan hari besar.

Kasubsi Penmas Polres Banjarnegara Aipda Yulian Helmi mengatakan, pihaknya menyiagakan 38 anggota yang siap digeser untuk mengamankan perayaan Imlek di Klenteng Hok Tek Bio.

Ia menyadari jumlah umat yang merayakan Imlek di Klenteng Hok Tek Bio hanya segelintir. Tapi itu tidak membuat pihaknya mengurangi layanan pengamanan kepada mereka.

Sama halnya pada perayaan hari besar umat beragama lain, pada perayaan Imlek di Klenteng Hok Tek Bio, pihaknya biasa melakukan sterilisasi hingga pengamanan sampai selesai kegiatan.

“Pengamanan dilakukan untuk mengantisipasi berbagai bentuk gangguan. Sehingga mereka bisa ibadah dengan tenang dan nyaman,”katanya

Kepedulian terhadap umat Konghucu yang tengah merayakan Imlek bukan hanya ditunjukkan pemerintah. Perhatian terhadap mereka juga datang dari masyarakat, khususnya Jaringan Gusdurian Kabupaten Banjarnegara.

Komunitas itu sengaja mendatangi Klenteng Hok Tek Bio untuk bersilaturahim dan menyapa umat yang sedang merayakan Imlek.

Mereka juga memasang banner berisi pesan ucapan kepada warga Tionghoa yang sedang merayakan pergantian tahun.

“Ini kegiatan rutin, sebagaimana kami lakukan pada perayaan hari besar agama lain,”kata Hanafi Slamet Sugiarto, Koordinator Gusdurian Banjarnegara

Pihaknya pun mengetahui bahwa populasi umat Konghucu di Banjarnegara sangat sedikit. Namun itu tidak menyurutkan semangat komunitasnya untuk tetap memberikan dukungan dan berjejaring dengan umat yang masih ada.

Ini sekaligus bagian dari pengamalan 9 nilai utama Gusdur, di antaranya kesetaraan dan persaudaraan.  Melalui jejaring lintas iman ini, pihaknya berharap mereka yang sedang merayakan Imlek di Klenteng Hok Tek Bio tidak merasa sendiri.

Jaringan silaturahim lintas iman ini juga diharapkan tidak hanya berlaku saat momentum perayaan hari besar keagamaan. Namun juga dalam keseharian.

“Setiap manusia punya hak sama untuk berkawan, hablu minannas. Kami ingin membersamai, tanpa seolah mereka merasa dikasihani sebagai minoritas,”katanya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved