Pilpres 2024

Cara Jokowi Tarik Simpati Rakyat Disorot Sejarawan Anhar Gongong, Bandingkan dengan Zaman Raja-raja

Sejarawan Prof Anhar Gonggong menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan cara raja-raja zaman dahulu dalam menarik simpati warga.

Editor: rika irawati
Tribunnews.com/Taufik Ismail
Presiden Jokowi didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memberi pernyataan kepada wartawan seusai menyaksikan penyerahan sejumlah alutsista kepada TNI di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024). Dalam kesempatan itu, Jokowi menyatakan, menteri dan presiden boleh memihak serta berkampanye di pemilu. 

TRIBUNBANYUMAS.COM, JAKARTA - Sejarawan Prof Anhar Gonggong menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan cara raja-raja zaman dahulu dalam menarik simpati warga.

Cara yang dimaksud di antaranya kerap membagi-bagikan barang saat menyambangi warga.

Menurut Anhar, di zaman raja-raja, gaya tersebut dilakukan agar raja disenangi rakyat.

Hal ini disampaikan Anhar dalam diskusi Para Syndicate bertajuk Jokowi vs Megawati, Dua Presiden, Dua Rasa Bernegara, di Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2024).

"Rakyat dahulu, dan ini rupanya hebatnya Jokowi di situ. Dia memahami psikologi ini," jelasnya.

Anhar menjelaskan, saat Jokowi melempar kaus atau memberikan sesuatu, rakyat penerima bukan main senang.

"Dan itu adalah historis semua raja-raja seperti itu. Asal ada pemberian, rakyat itu sangat senang kalau menerima sesuatu dari raja atau dari seorang pemimpin," lanjutnya.

Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak dan Berkampanye sebagai Hak Demokrasi, Begini Respon PKB

Presiden Jokowi yang memahami psikologi tersebut kemudian menerapkan.

"Maka dari itu, dia datang, Anda jangan lihat hanya sekadar dia jalan-jalan. Atau sekadar melempar kaus. Tidak, itu punya makna psikologi buat dia. Dia sadar akan hal itu," jelasnya.

Pemimpin Harus Gunakan Etik

Anhar juga menyoroti pernyataan Jokowi soal presiden boleh memihak dan berkampanye di pemilihan umum.

Anhar menilai, seorang pemimpin seharusnya meletakkan etika di atas aturan.

"Kalau dari segi aturan, (presiden memihak dan kampanye) tidak ada permasalahan. Artinya, berdasarkan Undang-undang diperkenankan," katanya.

Namun, menyinggung pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, presiden berkampanye merupakan sebuah pelanggaran atas sumpah.

"Jadi, kalau saya, memang di samping melanggar sumpah, sebenarnya, seorang pemimpin itu harus meletakkan etika di atas segala-galanya," sambungnya.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved