Berita Semarang Hari Ini

Pelanggaran HAM di Jateng Masih Tinggi, Total Ada 68 Kasus Selama 8 Bulan, 49.815 Orang Jadi Korban

Catatan LBH Semarang sepanjang Januari hingga Oktober 2021, terdapat 68 kasus pelanggaran HAM di Jawa Tengah. Berikut data rincinya.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: deni setiawan
TRIBUN BANYUMAS/IWAN ARIFIANTO
Direktur LBH Semarang, Eti Oktaviani saat acara rilis Catatan Akhir Tahun 2021, Senin (27/12/2021). 

TRIBUNBANYUMAS.COM, SEMARANG - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mencatat, terdapat 68 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sejak Januari hingga Oktober 2021 di Jawa Tengah. 

Angka tersebut menunjukan pelanggaran HAM masih tumbuh subur di wilayah tersebut. 

Dari puluhan pelanggaran HAM itu, mencakup 49.815 korban. 

"Pelakunya seperti pemerintah, aparat penegak hukum (APH), pengusaha, maupun masyarakat itu sendiri," terang Direktur LBH Semarang, Eti Oktaviani kepada Tribunbanyumas.com, Senin (27/12/2021).

Menurutnya, ada delapan isu dengan 68 kasus terkait pelanggaran HAM tersebut.

Terdiri isu lingkungan hidup, kawasan pesisir, masalah tanah, buruh, kemiskinan di perkotaan. 

"Kemudian, kebebasan berekspresi, perempuan dan anak, serta fair trial," tuturnya. 

Eti merinci, LBH mencatat ada 10 kasus pelanggaran HAM untuk isu lingkungan hidup.

Jumlah korban mencapai 5.441 orang dan pelakunya ada 10 dari pemerintahan serta 10 dari pengusaha.

"Kasus alih fungsi lahan tanpa daya dukung lingkungan menjadi pelanggaran HAM yang kerap terjadi," katanya.

Berikutnya, pelanggaran HAM di isu pesisir ada tujuh kasus dengan 2.053 korban, pelakunya enam dari pemerintah dan satu dari pengusaha.

Dari tujuh kasus ini LBH menemukan bahwa yang dominan terjadi mengenai rob. 

"Pelanggaran HAM tersebut menyangkut ketidakpedulian pemerintah dengan kondisi pesisir utara sehingga berdampak pada nelayan dan warga di kawasan tersebut," paparnya. 

Dijelaskan Eti, untuk pelanggaran di isu tanah ada lima kasus dengan jumlah korban sebanyak 3.063 orang yang ditemukan LBH melalui pemberitaan di media sepanjang 2021. 

Akan tetapi, dalam catatan internal terkait perampasan lingkungan dan ruang hidup justru tahun lalu isu ini tinggi. 

"Seperti isu pembangunan infrastruktur semisal jalan tol dan jembatan layang di Surakarta," ungkapnya. 

Pihaknya juga mencatat jumlah pelanggaran HAM pada isu buruh termasuk tinggi. 

Terdapat 10 kasus yang terjadi dan dilakukan empat kejadian oleh pemerintah dan enam kejadian oleh pengusaha.

Isu buruh ini menyangkut hak buruh pabrik dan pegawai honorer. 

Para buruh hingga saat ini masih harus berjuang ekstra mendapatkan kehidupan yang layak. 

"Sedangkan isu miskin kota, kami menyoroti ada 13 kasus dengan 200 korban dan pelakunya tujuh pemerintah." 

"Lima aparat penegak hukum dan satu pengusaha." 

"Isu miskin kota ini menimpa penghuni rusunawa, PKL, pedagang pasar dan lainnya," jelasnya. 

Lebih jauh, Eti menegaskan, pelanggaran HAM juga terkait kebebasan berekspresi. 

Ada empat kasus yang terjadi dengan 200 korban sebagaimana pelaku empat oleh aparat penegak hukum.

Pelanggaran ini berkaitan dengan pembatasan kritik terhadap kinerja pemerintah di saat pandemi. 

"Bukannya merespons aduan kritik, kasus yang terjadi malah ditangani oleh kepolisian," ungkapnya. 

Sedangkan, isu perempuan dan anak ada lima kasus dengan 32.891 korban.

Pelakunya dua dari pemerintah dan tiga dari masyarakat. 

Satu di antara yang disoroti LBH adalah kasus anak putus sekolah di Kabupaten Grobogan.

Terakhir, ada empat kasus pelanggaran hak atas peradilan yang adil (fair trial) yang menimpa lima korban.

Semua pelaku adalah aparat penegak hukum. 

Bentuk pelanggaran berupa penjatuhan hukuman mati dan rekayasa perkara.

Pihaknya melihat hukuman mati meski apapun alasannya tidak bisa dibenarkan dalam perspektif HAM. 

"Hal ini juga menunjukkan keterbatasan lembaga pemasyarakatan untuk benar-benar memasyarakatkan narapidana," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Banyumas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved