Berita Cilacap
Puluhan Tambak Udang di Cilacap Jebol Diterjang Gelombang Pasang, Petambak Merugi Miliaran Rupiah
Puluhan kolam tambak udang di sekitar Pantai Lengkong, Kelurahan Mertasinga, Kecamatan Cilacap Utara, Cilacap, jebol diterjang gelombang pasang.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, CILACAP - Puluhan kolam tambak udang di sekitar Pantai Lengkong, Kelurahan Mertasinga, Kecamatan Cilacap Utara, Kabupaten Cilacap, jebol diterjang gelombang pasang.
Akibatnya, petani tambak merugi hingga miliaran rupiah.
Petani tambak di Pantai Lengkong Cilacap, Edi Riyanto Bandi mengatakan, ada sekitar 25 kolam tambak milik petani yang jebol.
Dua di antaranya merupakan milik Bandi. Padahal, pembuatan dua kolam itu membutuhkan modal Rp 250 juta.
Masing-masing kolam berukuran sekitar 75x50 meter menghabiskan Rp 135 juta dan satu kolamnya berukuran lebih kecil, menghabiskan dana Rp 117,5 juta.
Ia menuturkan, menjadi petani tambak sejak 2017. Biasanya, dalam setahun, dia bisa panen sebanyak tiga kali.
Baca juga: Pasang Target Capaian Vaksin 80 Persen Akhir Tahun, Pemkab Cilacap Genjot Vaksinasi 20 Ribu Per Hari
Baca juga: Berawal dari Salah Masuk Ruangan, Dua Warga Cilacap Keroyok Pengunjung Karaoke di Kebasen Banyumas
Baca juga: RSUD Cilacap Luncurkan Sistem Digital, Pendaftaran Berobat Bisa Dilakukan H-1 Lewat Daring
Baca juga: Dulu Dikenal Kumuh, Kampung KB Gadis Tegalreja Cilacap Kini Bersih dan Aman, Jadi Jujugan Study Tour
Biaya operasional kolam sekitar Rp 25 juta, termasuk benih benur dan obat-obatan. Satu kolam ditabur benur sekitar 200 ribu ekor.
Harapan memanen udang jenis vaname sirna, padahal ia baru menabur benur udang vaname berumur lima hari.
Namun, kedua kolamnya kini sudah rata dengan pasir.
Bandi, saat ini, termasuk satu di antara petani tambak lain yang kehilangan mata pencaharian.
"Setelah 2 kolam jebol, sekarang masih menganggur, nantinya paling jadi nelayan lagi, melaut. Tapi, saat ini, masih trauma teringat terus kerugian yang sudah ditabur kemarin," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com.
Selain menjebol puluhan tambak, abrasi juga nampak terjadi di sepanjang Pantai Lengkong hingga Pantai Kemiren Cilacap dengan pajang sekitar 2 kilometer.
Sedangkan tanggul yang sudah jebol ada sepanjang sekitar 500 meter.
Dampak dari abrasi dan tanggul yang jebol membuat warga yang bermukim berjarak hanya beberapa meter dari tanggul, khawatir.
Akibat abrasi ini, kondisi TPI Lengkong terancam tutup karena tidak ada aktivitas pelelangan ikan.
Sebab, nelayan tidak biasa bersandar di Pantai Lengkong sehingga memilih ke TPI Menganti Rawa Jarit atau sebelah barat PLTU Karangkandri.
Kondisi ini menurut nelayan setempat sudah berlangsung sekitar dua tahun terakhir, akibat abrasi tanggul pantai yang semakin parah.
Dia berharap, ada uluran tangan dari pemerintah untuk meringankan beban petani tambak.
Untuk mengurangi dampak abrasi agar ada pembangunan break water (pemecah ombak).
Sementara, Pembantu Umum Ketua Kelompok Nelayan Lengkong Tasmiyardi mengatakan, saat ini, tidak ada aktivitas di TPI Lengkong.
Baca juga: Pemkab dan DPRD Purbalingga Sepakati KUA PPAS 2022, Ada Pergeseran Sejumlah Kegiatan
Baca juga: Stok Cukup, Wali Kota Semarang Targetkan Vaksinasi Dosis Dua Tuntas Akhir Tahun 2021
Baca juga: Masih Bisa Tersenyum, TKI Asal Kebumen Lumpuh setelah Tertimpa Besi 2 Ton saat Kerja di Jepang
Baca juga: Kepala Disporapar Jawa Tengah Minta Maaf Kontingen Jateng Duduki Peringkat 6 di PON Papua
Nelayan menyebut, abrasi pantai sudah menjorok ke darat sekitar 100 meter.
Padahal, dahulu, ratusan perahu bisa bersandar di Pantai Lengkong.
Kini mereka takut bersandar karena selain ombak yang besar, tempat sandar pun tidak ada akibat terdampak abrasi tersebut.
Nelayan bersandar pindah ke TPI Menganti Rawajarit dan menjual hasil tangkapan disana.
Sementara itu, Ketua KUD Mino Saroyo Untung Jayanto menyampaikan, produksi ikan di TPI Lengkong bisa dibilang merosot.
Menurutnya, abrasi tahun ini paling parah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Abrasi merugikan nelayan dan mengancam keselamatan nelayan. Produksi yang masuk di TPI Lengkong hanya 5-10 persen dari produksi sebelumnya."
"Sebelumnya, bisa mencapai Rp 5 miliar pertama tahun, sekarang paling sekitar Rp 500 juta," tambahnya.
Selain dari faktor alam, diduga dampak abrasi akibat dari pembangunan dermaga jetty di PLTU yang menyebabkan arus laut bergeser ke Pantai Lengkong dan Kemiren.
Sedangkan lokasi yang berada dekat sebelah jetty bertambah daratannya.
"Prediksi saya, salah satu penyebabnya dari PLTU karena bisa dilihat wilayah bibir di Rawajarit bertambah sekitar 2 kilo meter."
"Dari bibir pantai sebelumnya, tapi yang tergerus adalah di Wilayah Lengkong dan Kemiren maka saya berharap kepada pemerintah pusat, provinsi dan daerah, untuk bisa melihat kenyataan yang dirasakan nelayan lengkong dan kemiren," jelasnya.
Selain merugikan nelayan, dampak abrasi juga mengancam permukiman penduduk yang berjarak hanya puluhan meter dari tanggul pantai.
Sebab, sejumlah tanggul yang mulanya di kelilingi tambak udang sudah mulai habis diterjang ombak.
Gelombang tinggi sudah menjebol tanggul dengan panjang sekitar 500 meter dan mengikis sepanjang sekitar 3 kilometer, yakni sepanjang Pantai Lengkong dan Pantai Kemiren.
"Upaya dari nelayan, saya bersama DPC HNSI waktu itu saya menyurati Menteri Kelautan Bu Susi agar aktivitas nelayan Lengkong dan Kemiren bisa ke wilayah lain."
"Karena abrasi itu terus mengikis. Harapan kami jangan dibuat tanggul tetapi dibuatkan break water penahan ombak," katanya. (Tribunbanyumas/jti)