Berita Tegal
Potret Pandemi Covid dalam Pameran Seni di Kota Tegal, dari Kabar Media hingga Lockdown
Tujuh topeng menggambarkan ekspresi wajah berbeda-beda terpasang di dinding satu sudut Spasi Creative Space di Jalan Sawo, Kota Tegal, Sabtu.
Penulis: Fajar Bahruddin Achmad | Editor: rika irawati
Kisna mengatakan, karya yang dipamerkan menjadi respon para seniman dalam melihat beragam isu di masa pandemi Covid-19, sejak kehadiran pertama Covid-19 di Indonesia, Maret 2020 hingga berganti tahun 2021.
Ia mencontohkan, karya Slamet Wowok Legowo yang berjudul 'Paling Top 2020'. Karya tersebut mengilustrasikan kabar trend di media massa.
Ilustrasi itu disimbolkan lewat topeng berbalut lembaran koran.
Ada topeng memiliki kabar kemunculan Covid-19, korban pandemi meningkat, pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kasus naik pasca cuti, hingga topeng berkabar vaksinasi.
Namun, menurut Kisna, ada juga kritik terhadap media massa yang saling berbeda dalam memberitakan. Misalnya, karya Rieky Rafsanjani yang berjudul konflik media.
"Jadi, antar media yang satu dan media yang lain saling berbeda dalam memberitakan. Ada yang bilang Covid-19 seperti ini, seperti itu. Ada yang bilang masyarakat boleh berkerumun, jadi itu membuat masyarakat bingung," ungkapnya.
Baca juga: Warga Pekajan Banyumas Temukan Bayi di Teras Rumah, Tergelatak di Samping Tas Berisi Baju dan Susu
Baca juga: Nyanyikan Soundtrack Film Raya and The Last Dragon, Ini Harapan Via Vallen Buat Indonesia
Baca juga: Kini Sudah Tidak Melebihi 50 Persen, Kamar Rumah Sakit Khusus Pasien Covid-19 di Karanganyar
Baca juga: Benarkah Karena Belum Direstui Orangtua? Ini Penyebab Batalnya Pernikahan Vicky dan Kalina
Baca juga: Rp 1,5 Triliun Sudah Disiapkan Chelsea Buat Boyong Erling Braut Haaland
Kisna mengatakan, ada juga karya yang mengkritik terhadap kebijakan pemerintahan. Misalnya, karya Andrean Raturangga yang berjudul Zona Kelam.
Karya tersebut menggambar kondisi masyarakat saat penerapan lockdown atau PSBB. Masyarakat dibuat bingung karena ruang geraknya terbatasi.
Jalan-jalan ditutup beton dan lampu jalan dipadamkan.
Dalam karya tersebut, masyarakat diilustrasikan terjebak dalam pembatas beton.
Mereka harus meruntuhkan beton agar bisa memenuhi kehidupan sehari-hari.
"Yang seharusnya lockdown bisa menormalkan perekonomian dan pendidikan, tapi kan nyatanya sampai saat ini masih gini-gini saja," ujarnya.
Unjuk Eksistensi
Kisna menjelaskan, keberadaan pameran seni rupa tersebut juga menjadi wujud eksistensi dari para perupa di Tegal.
Pihaknya ingin memberitahukan kepada masyarakat bahwa ada seniman di Tegal.