Gempa Bumi Majene
Gempa Majene Lanjutan dari Gempa Palu, Berikut Analisis dan Saran Ahli Gempa Unsoed Asmoro Widagdo
Gempat di Pulau Sulawesi menujukkan aktifnya jalur-jalur gempa di wilayah tersebut dan sangat dipengaruhi oleh jalur gempa yang ada di dekatnya.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: rika irawati
TRIBUNBANYUMAS.COM, PURWOKERTO - Dosen Jurusan Teknik Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Dr Ir Asmoro Widagdo, memaparkan bahwa gempa bumi sering terjadi di Pulau Sulawesi.
Ini menujukkan aktifnya jalur-jalur gempa di wilayah tersebut sangat dipengaruhi oleh jalur gempa yang ada di dekatnya.
Sebelumnya, gempa tektonik berkekuatan Magnitudo 6,2 terjadi di Majene, Provinsi Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021) dini hari, pukul 01.28 WIB.
Episenter gempa bumi terletak pada koordinat 2,99 LS dan 118,89 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 4 km arah Barat Laut Majene, Sulawesi Barat, pada kedalaman 10 km.
Baca juga: Kantor Gubernur Sulawesi Barat, Hotel, dan Rumah Ambruk saat Gempa Magnitudo 6,2 Guncang Majene
Baca juga: Tim SAR Temukan Korban Selamat Tertimpa Bangunan Gempa Majene Sulbar, Evakuasi Terkendala Alat Berat
Baca juga: UPDATE Gempa Majene Sulbar: 27 Orang Dilaporkan Tewas, Belasan Ribu Warga Mengungsi
Satu jalur patahan bergerak akan mempengaruhi gerakan selanjutnya di jalur patahan yang lainnya.
Hal ini adalah bagian dari interaksi dinamika pergerakan lempeng yang menyusun Pulau Sulawesi.
Gempa Mamuju terjadi setelah sebelumnya terjadi gempa di Palu, Toli-toli, dan gempa di Maluku.
"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal yang terjadi akibat aktivitas patahan atau sesar lokal," jelasnya dalam rilis yang diterima Tribunbanyumas.com, Senin (18/1/2021).
"Hasil analisis, mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault)," imbuhnya.
Asmoro Widagdo menjelaskan bahwa jalur patahan naik ini akan menjadi zona yang paling terdampak oleh gempa bumi.
Untuk itu, perlu dilakukan kajian pemetaan jalur dan persebarannya untuk membantu upaya mitigasi gempa.
Upaya mitigasi dalam jangka pendek perlu dilakukan oleh pemerintah dengan menciptakan ketenangan kepada warga yang menjadi korban gempa melalui berbagai media terutama media sosial.
Baca juga: Di Rumah Aja, Purbalingga Hari Ini Diperkirakan Diguyur Hujan dari Siang hingga Malam
Baca juga: Tetap Bawa Mantol, Cuaca di Purwokerto Siang Ini Diperkirakan Berawan dan Malam Hujan
Baca juga: Prakiraan Cuaca Cilacap Hari Ini: Siang Diperkirakan Berawan dan Malam Turun Hujan Deras
Warga juga perlu diberikan pemahaman mengenai bagaimana langkah-langkah melakukan pemulihan kehidupan mereka kepada keadaan normal.
Perbaikan sarana dan prasarana umum dan pemerintahan menjadi prioritas yang harus diutamakan.
Asmoro Widagdo yang juga ahli Kegempaan FT Unsoed mengatakan, kajian ilmiah geologi gempa bumi perlu dilakukan segera dengan menentukan titik-titik dimana terjadi kerusakan bangunan, gerakan tanah akibat gempa, rekahan tanah atau batuan, dan kerusakan infrastruktur lainnya.
Hal ini penting untuk menentukan jalur gempa akibat sesar naik dimana jalur sesar atau patahannya tidak membentuk zona yang lurus seperti sesar Palu misalnya.
Jalur Patahan naik dengan kemiringan yang umumnya landai akan membentuk zona rawan yang berkelok-kelok tidak lurus.
Data-data deformasi batuan di permukaan akibat gempa tersebut akan segera hilang atau tertutup bila terjadi hujan sehingga harus segera dipetakan.
"Bencana tanah longsor atau batuan akibat gempa darat umum terjadi sehingga warga yang tinggal di bawah tebing atau lereng terjal perlu diberikan pemahaman utuk upaya penyelamatan diri," katanya.
"Terjadinya longsor di bawah laut akibat gempa ini juga harus diwaspadai karena dapat menimbulkan ancaman tsunami," lanjut Asmoro.
Baca juga: 5 Berita Populer: KPU Hibahkan Thermogun ke Desa-Korban Sriwijaya Air Asal Kebumen Dimakamkan
Baca juga: Harga Emas Antam di Pegadaian Pagi Ini, Selasa 19 Januari 2021 Rp 1.909.000 Per 2 Gram
Ia menambahkan, mengingat daerah ini merupakan daerah yang akan selalu terancam oleh gempa-gempa selanjutnya, maka pembangunan infrastruktur harus sangat memperhatikan potensi ancaman ini.
Model-model rumah panggung dari kayu hasil kearifan lokal perlu dilestarikan.
Hasil kebudayaan lokal ratusan tahun ini sudah mempertimbangkan ancaman gempa dan tsunami yang memang sering terjadi di Sulawesi pada zaman dahulu.
Kajian kearifan lokal lain dari kebudayaan mereka, perlu dikaji lebih dalam untuk upaya mitigasi selanjutnya. (Tribunbanyumas/jti)