Lagi, Giliran Data Nasabah Kreditplus Bocor dan Dijual di Dunia Maya
Data milik perusahaan teknologi asal Indonesia yang bergerak di bidang finansial (fintech), Kreditplus, diduga bocor dan dijual bebas di internet.
TRIBUNBANYUMAS.COM - Kasus kebocoran data kembali terjadi. Kali ini, giliran data milik perusahaan teknologi asal Indonesia yang bergerak di bidang finansial (fintech), Kreditplus, yang diduga bocor dan dijual bebas di internet.
Hal ini diketahui berdasarkan laporan terbaru dari firma keamanan siber asal Amerika Serikat, Cyble.
Berdasarkan laporan tersebut, ada sekitar 890.000 lebih data nasabah Kreditplus yang diduga bocor.
Serupa dengan kasus kebocoran data Tokopedia beberapa waktu lalu, ratusan ribu data tersebut konon dijual di forum terbuka yang biasanya digunakan sebagai kanal untuk pertukaran database, Raidforums.
Meski demikian, thread yang mencantumkan informasi penjualan database Kreditplus tersebut tampaknya telah dihapus.
• Data Tokopedia Bocor, 91 Juta Akun Pengguna dan 7 Juta Merchant
• Data 15 Ribu Penggunanya Bocor, Begini Tanggapan Tokopedia
Adapun database ini menghimpun sejumlah data pribadi pengguna yang terbilang cukup sensitif. Di antaranya mencakup nama, alamat e-mail, kata sandi (password), alamat rumah, nomor telepon, data pekerjaan dan perusahaan, serta data kartu keluarga (KK).
Data sudah bocor sejak 16 Juli
Kendati baru terkuak belum lama ini, data nasabah yang diduga bocor itu ternyata sudah tersebar di forum tersebut sejak 16 Juli lalu, setidaknya begitu menurut lembaga riset siber Indonesia CISSReC (Communication & Information System Security Research Center).
Database yang konon berukuran 78 MB tersebut lantas dijual di Raidforums dalam sebuah thread oleh seorang pengguna bernama "ShinyHunters" dengan harga sekitar Rp 50.000.
Ketua CISSRec, Pratama Persadha, mengatakan bahwa data nasabah yang dijual ini cukup lengkap dan mudah untuk diakses, sehingga berbahaya dan mengancam privasi pengguna.
Apalagi, data nasabah seperti ini, menurut Pratama, biasanya memancing kelompok kriminal untuk melakukan penipuan dan tindak kejahatan yang lainnya.
Kemudahan akses database yang terkesan belum aman ini, lanjut Pratama dalam keterangan tertulis yang diterima KompasTekno, Selasa (4/8/2020), disebabkan oleh belum adanya regulasi atau Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan data.
"Masalah utama di tanah air belum ada UU yang memaksa para penyedia jasa sistem elektronik ini untuk mengamankan dengan maksimal data masyarakat yang dihimpunnya. Sehingga data yang seharusnya semua dienkripsi, masih bisa dilihat dengan mata telanjang," kata Pratama.
Ia pun meminta pemerintah mempercepat pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi supaya kasus kebocoran data seperti ini bisa diusut secara tuntas dan kemanan data pribadi masyarakat bisa terjamin.
Terkait kebocoran data, Pratama mengimbau pengguna untuk selalu waspada dan mengamankan akun dengan segala fitur keamanan yang tersedia.
"Sebelum pemilik layanan bisa mengamankan data pribadi penggunanya, kita juga harus bisa mengamankan data pribadi kita sendiri. Misalnya yang buat password yang baik dan kuat, aktifkan two factor authentication," ujar Pratama.
Ia juga mengimbau pengguna selalu memasang anti virus di perangkat masing-masing, serta menghindari penggunaan Wi-Fi gratisan (public), dan waspasa ketika membuka tautan yang mencurigakan. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Data Ratusan Ribu Nasabah Kredit Plus Diduga Bocor dan Dijual di Internet"