Berita Regional
57.000 Ton Emas Keraton Yogyakarta Dirampas, Trah HB II Minta Inggris Kembalikan dan Mohon Maaf
57.000 Ton Emas Keraton Yogyakarta Dirampas, Trah HB II Minta Inggris Kembalikan dan Mohon Maaf
TRIBUNBANYUMAS.COM, YOGYAKARTA - Sejumlah manuskri, berbagai hal penting, hingga 57.000 ton emas dirampas Inggris dari Keraton Yogyakarta, semasa Sultan Hamengku Buwono (HB) II bertahta.
Demikian klaim yang disampaikan oleh keturunan atau trah Raja Keraton Yogyakarta, Sultan HB II.
Karena itu, keturunan atau trah Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono (HB) II menuntut permintaan maaf dan pengembalian harta jarahan selama Perang Sepehi dari Pemerintah Inggris.
• Viral Cerita Perbudakan di Kereta Emas Belanda, Muncul Petisi Online, Ribuan Orang Menggugat
• Tanah Rampasan KPK Seluas 53 Hektare Diserahkan ke TNI-AD, KSAD Andhika Perkasa: Kami Gembira
• Soal Masker, Anies Baswedan: Seperti Mengatakan Saya Tidak Peduli dengan Keselamatan Anda
• Keris Pangeran Diponegoro yang Disita Belanda Dikembalikan ke Indonesia Setelah 2 Abad Berselang
Tuntutan permintaan maaf itu disuarakan untuk meluruskan sejarah soal Perang Sepehi yang terjadi pada Juni 1812 dan pengembalian harta rampasan.
Sebanyak 57.000 ton emas yang dirampas dari Keraton Yogyakarta saat perang terjadi turut diminta untuk dikembalikan.
"Geger Sepehi, proses penyerangan, perampasan Inggris dengan berbagai kelompok, di situ terjadi peperangan, sehingga terjadi dampak yang tidak diinginkan."
"Seperti perampasan dokumen manuskrip, karya sastra, hingga perhiasan," kata perwakilan trah HB II, Fajar Bagus, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/7/2020).
Menurut Fajar, sudah ada upaya untuk mendata hasil jarahan Perang Sepehi yang tersebar di Inggris dan Eropa selama satu tahun terakhir.
Pada 2018 dan 2019, dia menyebutkan, ada beberapa manuskrip yang dikembalikan.
Fajar mengatakan, tuntutan pengembalian hasil jarahan oleh Pemerintah Inggris, termasuk ribuan ton emas, bukan tujuan utama keluarganya.
Keturunan HB II hanya ingin ada pelurusan sejarah soal Perang Sepehi, sehingga Raja Keraton Yogyakarta itu bisa diajukan menjadi Pahlawan Nasional.
"Intinya Geger Sepehi bukan peristiwa penaklukan, tetapi sebuah usaha secara masif dan barbar dibuat seolah-olah penaklukan," ujarnya.
Fajar juga membantah anggapan bahwa Perang Sepehi adalah perang saudara.
Sementara itu, penulis buku Geger Sepoy, Lilik Suharmaji, membenarkan adanya perang yang terjadi pada 1812 itu mengakibatkan Beteng Lor Wetan runtuh.
"Inggris menjajah India, orang-orang India dijadikan tentara bayaran."
"Tahun 1811 menyerang Palembang dan tahun 1812 menyerang Jawa."
"Saat itu Jawa dikuasai Daendels (Gubernur Jenderal Hindia Belanda) karena Daendels kalah, lalu jenderal dijabat Jensen, Inggris menguasai Jawa," jelasnya.
Lilik membenarkan bahwa akibat dari Perang Sepehi terjadi perampasan manuskrip, karya-karya intelektual, dan perhiasan.
"Setelah perang karya-karya intelektual Keraton Yogyakarta habis dijarah semua, setelah perang, mereka menjarah dengan pedati, dipanggul," katanya.